Sel kulit Manusia Diklaim Diam-diam Berteriak untuk Berkomunikasi
Para ilmuwan telah membuat penemuan inovatif tentang bagaimana kulit manusia merespons cedera.
Tubuh kita terdiri dari banyak bagian yang bekerja sama melalui komunikasi. Dalam beberapa sistem, seperti sistem saraf, komunikasi ini terjadi melalui sinyal bioelektrik (impuls saraf) yang berjalan melalui tubuh, memicu respons yang tepat.
Contoh komunikasi neuron yang pasti pernah Anda alami adalah saat Anda mengangkat tangan dari permukaan yang panas.
Neuron sensorik di kulit mengirimkan sinyal listrik ke otak, yang memproses informasi dan mengirimkan sinyal kembali melalui neuron motorik ke otot Anda untuk menarik tangan Anda. Aduh!
Komunikasi neuron adalah untuk respons yang cepat. Ternyata, sel epitel di kulit dan organ Anda dapat "berteriak" saat rusak, namun komunikasi ini sangat berbeda, menurut penelitian baru yang baru saja ditemukan.
Alih-alih sinyal cepat seperti neuron, mereka mengirimkan "jeritan" yang jauh lebih lambat dan berlangsung lama untuk menyampaikan ancaman.
Mungkin lebih lambat, tetapi tetap penting dan menantang anggapan lama bahwa sel epitel "bisu" dan tidak dapat mengirimkan sinyal listrik. Contohnya termasuk kerusakan sel atau stres dalam jaringan, perbaikan jaringan, dan respons terhadap peradangan.
Temuan ini merupakan kejutan besar bagi para ahli, karena sel-sel ini sebelumnya dianggap 'bisu'. Steve Granick dari Universitas Massachusetts Amherst berkata : "Sel-sel epitel melakukan hal-hal yang belum pernah terpikirkan oleh siapa pun untuk dicari.
Para ilmuwan telah menemukan bagaimana sel epitel di kulit berkomunikasi Foto oleh Luis Quintero di Unsplash
"Saat terluka, mereka 'berteriak' ke tetangga mereka, perlahan, terus-menerus, dan dalam jarak yang mengejutkan. Itu seperti impuls saraf, tetapi 1.000 kali lebih lambat."
Granick dan rekannya, insinyur biomedis Sun-Min Yu dari Universitas Massachusetts Amherst, menciptakan sebuah sistem untuk menyelidiki bagaimana sel berkomunikasi dalam epitel. Sistem yang mereka rancang terdiri dari sebuah chip yang terhubung ke sekitar 60 elektroda.
Chip tersebut dilapisi dengan satu lapisan keratinosit manusia yang tumbuh di laboratorium. Sel-sel ini adalah sel epitel utama yang membentuk epidermis, atau lapisan kulit luar.
Dengan menggunakan laser, para peneliti "menyengat" lapisan kulit dan menggunakan rangkaian elektroda untuk memantau perubahan listrik yang terjadi setelahnya.
Para peneliti melacak bagaimana sel-sel tersebut mengoordinasikan respons mereka, dengan Yu menggambarkannya sebagai "percakapan yang bersemangat dan bergerak lambat".
Sinyal epitel berlangsung lebih lama daripada sinyal saraf, dengan beberapa “percakapan” ini berlangsung hingga lima jam.
Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami cara kerja proses ini, namun penelitian seperti ini dapat mengarah pada pengembangan perangkat biomedis seperti sensor yang dikenakan atau perban elektronik yang membantu mempercepat penyembuhan luka.