Boeing (BA) dan Airbus (AIR) Hadapi Sejumlah Persoalan Produksi, Industri Penerbangan Terancam Lesu

Boeing (BA) dan Airbus (AIR) Hadapi Sejumlah Persoalan Produksi, Industri Penerbangan Terancam Lesu

Teknologi | BuddyKu | Selasa, 14 Februari 2023 - 16:49
share

IDXChannel - Produsen pesawat terbang asal Amerika Serikat (AS), Boeing (BA) menghadapi sejumlah tantangan di tahun ini. Tak hanya rantai pasok yang tersendat akibat tantangan ekonomi makro sejak tahun lalu, namun juga menyoal pasokan tenaga kerja terampil yang dibutuhkan untuk meningkatkan produksi di seluruh rantai pasokan.

Jika industri ini kekurangan tenaga kerja, ini akan kembali menjadi tahun suram bagi Boeing setelah sebelumnya terpukul akibat pandemi Covid-19 hingga krisis geopolitik.

Sebelumnya, isu mengenai rantai pasokan telah menjadi masalah bagi investor Boeing selama beberapa tahun terakhir. Pandemi telah meningkatkan biaya logistik komponen pesawat dan mengganggu produksi di seluruh dunia.

Pandemi juga mendatangkan malapetaka pada laporan laba rugi perusahaan penerbangan, yang menyebabkan pemotongan biaya dan pemutusan hubungan kerja yang dirancang untuk menghemat uang selama krisis.

Pendapatan Boeing pada kuartal empat tahun lalu tercatat USD19,98 miliar. Adapaun dalam setahun penuh, pendapatan Boeing tercatat USD66,6 miliar, naik sebesar 7% dibandingkan tahun sebelumnya sebesar USD62,28 miliar.

Laba rugi dari operasional tercatat USD3,55 miliar dengan kerugian bersih mencapai USD5 miliar, meningkat dari tahun sebelumnya sebesar USD4,29 miliar.

Sepanjang tahun lalu, saham Boeing tercatat naik 2,67% sementara saham Airbus mengalami kontraksi 0,62%. Sepanjang awal tahun ini, saham Boeing naik sekitar 10.37% secara year to date (ytd), sementara saham Airbus naik 1,56% ytd. (Lihat grafik di bawah ini)

Kekurangan Tenaga Terampil

Dilaporkan Barrons, sebelum pandemi, terdapat sekitar 308.000 pekerja Amerika di bidang manufaktur kedirgantaraan. Namun, level itu turun menjadi sekitar 274.000 pada musim semi 2021. Meski

kondisi ketenagakerjaan negeri Paman Sam telah pulih, namun hal ini tidak terjadi pada Boeing dan bahkan kompetitor monopolinya, Airbus (AIR).

Satu-satunya masalah terbesar di seluruh rantai pasokan di Amerika Utara adalah tenaga kerja terampil dan ini adalah masalah besar. Industri ini membutuhkan setidaknya 20% lebih banyak tenaga kerja, kata analis BofA Securities Ron Epstein mengutip Barrons, Senin (13/2).

Airbus dilaporkan sempat berencana memproduksi sekitar 700 jet pada tahun 2022. Namun pada akhirnya tidak terealisasi, dan hanya melakukan pengiriman jet sebanyak 661 sepanjang 2022 lalu.

Boeing hanya mengirimkan 480 jet pada periode yang sama dan ingin meningkatkan produksi di tahun-tahun mendatang.

Ini berarti penting menjaga jumlah pekerja terampil yang memadai ke dalam rantai pasokan untuk menjaga produksi tetap stabil,kata CEO Boeing, Dave Calhoun pada pada bulan Januari lalu.

Sementara Kevin Michaels, direktur pelaksana AeroDynamic Advisory mengatakan tidak mudah membangun buffer untuk produksi ini.

Rantai pasokan di sektor mesin pesawat menghadapi hambatan besar. Terutama dalam proses produksi akan membutuhkan waktu beberapa tahun untuk menyelesaikannya. Saat ini, produksi komponen pesawat yang bernama throttle adalah yang paling menentukan berapa banyak pesawat yang dapat dibangun. kata Michaels.

Komentar Michael sejalan dengan tanggapan CEO General Electric (GE) Larry Culp pada konferensi pers pada Januari lalu bahwa ketersediaan material terus menjadi tantangan.

Diketahui GE adalah salah satu produsen mesin pesawat, termasuk mesin untuk Boeing 737 MAX dan Airbus A320 dengan mitra usaha patungan Safran (SAF.France.)

Beberapa bahan komponen yang sulit untuk didapatkan di antaranya berasal dari anak perusahaan Berkshire Hathaway, bernama Precision Castparts, yang membuat beberapa komponen penting untuk industri mesin kedirgantaraan.

Dilaporkan, total pekerjaan Precision Castparts sekitar 10.000, atau kira-kira 30% dari total kebutuhan. Total lapangan kerja perlu ditingkatkan untuk memastikan GE dapat membuat semua mesin yang dibutuhkan untuk Boeing dan Airbus.

Boeing diperkirakan mengirimkan sebanyak 575 jet pada tahun ini dan 650 jet pada 2024. Sementara proyeksi pengiriman jet untuk Airbus adalah 750 tahun ini dan 860 pada 2024 mendatang.

Boeing dan Airbus akan terus menghadapi masalah rantai pasokan yang terus-menerus jika menghasilkan margin keuntungan yang lebih rendah dari yang diharapkan investor. (TSA)

Topik Menarik