ICMI Jatim: Kenaikan PPN Selektif Perlu Transparansi dan Pengawasan Ketat

ICMI Jatim: Kenaikan PPN Selektif Perlu Transparansi dan Pengawasan Ketat

Ekonomi | surabaya.inews.id | Rabu, 1 Januari 2025 - 15:10
share

SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Pemerintah Indonesia mengumumkan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12, namun hanya berlaku untuk barang dan jasa mewah. 

Keputusan ini, yang diumumkan menjelang pergantian tahun oleh Presiden Prabowo Subianto dan Menteri Keuangan Sri Mulyani, telah memicu beragam reaksi, termasuk analisis kritis dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Organisasi Wilayah Jawa Timur (Orwil Jatim).

Kebijakan ini muncul di tengah tantangan defisit anggaran 2,3 dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2024. PPN, yang menyumbang hampir setengah penerimaan pajak nasional, menjadi target utama untuk menutup defisit tersebut. 

Namun, pemerintah menyadari potensi dampak negatif terhadap konsumsi domestik, yang merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia. Oleh karena itu, dipilihlah pendekatan selektif, hanya menaikkan PPN untuk barang dan jasa mewah.

"Langkah ini merupakan sebuah kompromi," ujar Ulul Albab, Ketua ICMI Orwil Jatim, dalam siaran pers yang diterima redaksi. 

"Pemerintah mencoba menyeimbangkan kebutuhan fiskal dengan dampaknya terhadap daya beli masyarakat," sambungnya.

Namun, ICMI Jatim juga menyoroti beberapa poin penting yang perlu diperhatikan. Definisi "barang mewah" masih perlu diperjelas dan ditransparankan agar tidak merugikan kelas menengah. 

"Pemerintah harus melibatkan akademisi dan pakar untuk menetapkan kriteria yang tepat," tegas Ulul Albab.

Selain itu, pengawasan perpajakan perlu diperkuat untuk meminimalisir penghindaran pajak, serta sosialisasi kebijakan yang efektif dibutuhkan agar masyarakat memahami manfaat kebijakan ini. 

 

ICMI Jatim juga merekomendasikan eksplorasi inovasi pendapatan negara selain kenaikan pajak, seperti pengelolaan aset negara yang lebih efisien dan optimalisasi belanja publik. 

"Evaluasi berkala juga sangat penting untuk memastikan kebijakan ini tetap relevan dan efektif," tambahnya.

Dari sisi ekonomi, kenaikan PPN selektif ini berpotensi memberikan dampak terbatas pada penerimaan negara, mengingat konsumsi barang mewah hanya menyumbang kurang dari 7 total belanja rumah tangga. 

Namun, sektor-sektor seperti properti, otomotif, dan pariwisata premium berpotensi terdampak, yang pada akhirnya bisa memengaruhi penciptaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi.

Analisis politik juga tak bisa diabaikan. Di awal pemerintahan, Presiden Prabowo menghadapi tekanan untuk menunjukkan keberpihakan kepada rakyat. 

Dengan membatasi kenaikan PPN pada barang mewah, pemerintah berupaya meredam kekhawatiran masyarakat akan kenaikan harga barang dan jasa secara umum. 

Survei Indikator Politik Indonesia pada Desember 2024 menunjukkan 68 responden khawatir akan kenaikan harga akibat PPN.

"Langkah menaikkan PPN untuk barang mewah adalah keputusan yang penuh pertimbangan," kata Ulul Albab. 

"Meskipun tidak sempurna, ini merupakan langkah awal yang layak diapresiasi, asalkan diimplementasikan dengan cermat dan transparan," tutupnya.

ICMI Orwil Jatim berharap kebijakan ini dapat menjadi contoh keberpihakan pemerintah kepada rakyat yang nyata, bukan hanya retorika.

Topik Menarik