Ratusan Hektare Laut di Subang Disertifikat Hak Milik, Nama Nelayan Dicatut
SUBANG, iNewsSubang.id – Laut seluas 462 hektare yang membentang dari Teluk Cirewang, Desa Pangarengan, Kecamatan Legonkulon, hingga perairan Desa Patimban, Kecamatan Pusakanagara, Subang, disertifikatkan menjadi 307 bidang. Sertifikat Hak Milik (SHM) laut tersebut diterbitkan oleh ATR/BPN Subang melalui Program Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) pada tahun 2021.
Dalam program TORA tersebut, ATR/BPN mengeluarkan 500 sertifikat dari total 900 hektare lahan yang terdiri dari tanah timbul dan laut. Namun, ironisnya, 90 persen dari penerima program tersebut adalah nelayan yang namanya dicatut tanpa sepengetahuan mereka.
Kasus ini diungkap oleh salah satu aktivis lingkungan Subang, Asep Sumarna Toha. Menurutnya, pencatutan nama nelayan terungkap ketika ia mendapat informasi tentang tiga bidang laut yang telah disertifikatkan. Setelah melakukan penelusuran, terungkap bahwa total terdapat 500 bidang laut dan tanah timbul yang disertifikatkan melalui program TORA.
"Awalnya ini kita dapat informasi dari masyarakat bahwa ada beberapa bidang (laut) yang bersertifikat. Maka kita turun dan kita mendapatkan data dari BPN berupa nominatif 500 bidang, dan kita juga mendapatkan surat ukur satu bundel," ujarnya kepada iNewsSubang.id, Senin (27/1/2025).
Ia menjelaskan, proses sertifikasi ini bermula dari Surat Keterangan Desa (SKD) yang diajukan ke BPN. "Lucunya itu ada akta jual beli. Ini kan tanah negara yang diajukan oleh desa dasarnya tanah tersebut dikuasai atau digarap oleh penerima manfaat selama puluhan tahun. Tapi faktanya nama-nama penerima manfaat itu 99 persen tidak mengetahui bahwa mereka tercatat sebagai penerima manfaat," katanya.
Asep juga mengungkapkan bahwa BPN telah menerbitkan 500 bidang tersebut. "Itu diakui oleh BPN. Akhirnya, kami melaporkan ke Kejaksaan Agung, dan Kejaksaan Agung melalui surat rekomendasinya menyatakan bahwa SHM TORA itu harus dibatalkan karena cacat prosedural, cacat hukum, dan cacat administrasi," ungkapnya.
Nelayan yang namanya tercatut mengaku tidak mengetahui bahwa mereka menerima program TORA. Mereka sama sekali tidak pernah mengajukan atau memiliki lahan maupun laut tersebut.
"Gak pernah diminta KTP atau KK, gak tau juga tiba-tiba ada kabar dapat sertifikat. Tapi sampai sekarang gak pernah pegang sertifikatnya. Bibi saya juga sama gitu," ujar Taryana, salah satu nelayan.
Hal serupa disampaikan oleh Yati, istri nelayan. "Gak tahu dapat lahan dari Presiden, sekarang udah tahu dari Pak Asep. Gak pernah didata sama sekali. Seneng banget kalau dapat, katanya satu hektare lebih," ungkapnya.
Pada tahun 2023, ATR/BPN Jawa Barat akhirnya membatalkan seluruh sertifikat dari program TORA tersebut. Namun hingga kini, sertifikat-sertifikat Hak Milik tersebut belum juga ditarik, meninggalkan ketidakjelasan bagi masyarakat yang terdampak.