Aksi Solidaritas Guru di Sorong Galang Donasi Rp100 Juta untuk Rekan yang Didenda Adat

Aksi Solidaritas Guru di Sorong Galang Donasi Rp100 Juta untuk Rekan yang Didenda Adat

Terkini | sorongraya.inews.id | Kamis, 7 November 2024 - 10:40
share


SORONG, iNewsSorong.id - Sebuah gerakan solidaritas melibatkan sekitar 3.500 guru di Kota Sorong muncul untuk membantu seorang rekan guru, SA, yang dijatuhi denda adat senilai Rp100 juta. Denda ini dikenakan sebagai akibat dari tindakan SA yang mengunggah video seorang siswi, ES, ke media sosial tanpa izin, menyebabkan viralnya video tersebut dan menciptakan stigma yang dinilai negatif terhadap siswi tersebut.

Gerakan ini dimotori oleh Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kota Sorong, yang berupaya meringankan beban SA yang dikenai sanksi adat oleh keluarga ES, seorang siswi SMP Negeri 3 Sorong. Ketua PGRI Kota Sorong, Arif Abdullah Husain, menyatakan bahwa tindakan SA dianggap keliru karena memposting video siswi tersebut tanpa izin, namun ia juga menyoroti bahwa denda adat seharusnya tidak langsung diterapkan pada guru tanpa adanya mediasi awal.

“Kami merasa prihatin dengan situasi ini. Idealnya, setiap permasalahan yang menyangkut guru dan murid dibicarakan terlebih dahulu secara kekeluargaan, tanpa langsung membawa permasalahan ini ke ranah hukum adat,” ujar Arif dalam keterangan pers, Rabu (6/11/2024).

Menurut Arif, kejadian ini bermula saat SA mendapati ES menggambar alisnya dengan alat tulis saat proses belajar mengajar berlangsung. SA kemudian merekam dan mengunggah video tersebut ke akun media sosial pribadi, yang akhirnya menjadi viral dan memunculkan berbagai reaksi netizen. Beberapa komentar dinilai keluarga ES sebagai bentuk stigma negatif terhadap anak mereka, sehingga keluarga ES menuntut ganti rugi kepada SA.

Kepala SMP Negeri 3 Kota Sorong, Herlin S Maniagasi, mengonfirmasi bahwa pihaknya telah berusaha menengahi persoalan ini. Bahkan, telah dilakukan beberapa pertemuan untuk mediasi antara pihak keluarga ES dan SA, yang awalnya meminta denda sebesar Rp500 juta. Setelah negosiasi, jumlah tersebut diturunkan menjadi Rp100 juta dengan tenggat pembayaran pada 9 November 2024.

“Kami sudah berupaya mengajak keluarga ES untuk menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan. Namun, hingga akhirnya disepakati untuk membayar denda Rp100 juta setelah negosiasi panjang,” jelas Herlin.

Sebagai bentuk solidaritas, PGRI Sorong memutuskan untuk menggalang donasi. Setiap guru di Kota Sorong akan berpartisipasi dengan menyumbang Rp30 ribu. Langkah ini juga diikuti oleh pihak sekolah yang menyisihkan Rp10 juta, dan SA yang siap memberikan Rp20 juta. Arif menegaskan bahwa gerakan ini tidak hanya bertujuan untuk membantu SA secara finansial, tetapi juga untuk mengingatkan bahwa masalah yang melibatkan guru sebaiknya diselesaikan melalui pendekatan musyawarah terlebih dahulu.

Dalam pernyataan resmi, Arif juga mengingatkan pentingnya mempertimbangkan posisi guru di sekolah sebagai pendidik yang juga diatur oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Arif berharap kejadian ini menjadi contoh agar setiap masalah antara guru dan murid bisa diselesaikan dengan cara yang lebih bijaksana tanpa memojokkan salah satu pihak.

“Guru tidak bisa dipidana atas tindakan non-kekerasan di kelas. Kami berharap peristiwa ini jadi pelajaran bagi kita semua, sehingga di masa depan sanksi adat tidak serta-merta diterapkan kepada guru,” tegasnya.

Herlin berharap peristiwa ini memberikan pembelajaran bagi guru untuk lebih berhati-hati dalam bertindak dan memanfaatkan media sosial. Ia juga mengimbau agar pihak orang tua dan siswa selalu mengedepankan komunikasi dan penyelesaian yang lebih damai. Di sisi lain, ia mengharapkan pihak keluarga siswa juga tidak "main hakim sendiri" dalam situasi yang serupa di masa mendatang.

Melalui aksi solidaritas yang melibatkan ribuan guru ini, diharapkan denda adat senilai Rp100 juta bisa terkumpul, dan kasus ini segera terselesaikan agar proses belajar mengajar di SMP Negeri 3 Kota Sorong dapat berjalan normal kembali.

Topik Menarik