Fenomena Brain Rot Ancam Generasi Muda, Begini Kata Pakar Teknik Informatika UMS
SOLO, iNewsSleman.id – Fenomena Brain Rot menarik perhatian banyak pihak, terutama generasi muda yang semakin bergantung pada media sosial. Istilah tersebut baru-baru ini bahkan terpilih sebagai Oxford Word of the Year 2024.
Brain Rot menggambarkan penurunan kemampuan kognitif seseorang akibat konsumsi berlebihan konten-konten ringan dan tidak bermanfaat, seperti video pendek di media sosial (medsos), yang tidak memberikan stimulasi mental yang cukup.
Dosen Pendidikan Teknik Informatika Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Hardika Dwi Hermawan, S.Pd., M.Sc. ITE mengatakan, fenomena Brain Rot menjadi perhatian serius karena semakin banyak orang, terutama generasi muda atau Gen Z yang menghabiskan waktu mereka dengan konsumsi hiburan instan yang tidak mendidik.
"Brain Rot terjadi karena terlalu banyaknya konsumsi konten-konten yang tidak memberikan stimulasi kognitif, seperti video-video receh yang tidak meningkatkan kemampuan berpikir kritis kita," jelas Hardika Kamis, (2/1/2024).
Hardika juga menyoroti peran algoritma media sosial yang sering kali menjebak penggunanya dalam sebuah algorithmic trap.
"Algoritma media sosial seringkali memperkenalkan konten serupa berulang-ulang, yang membuat kita terus terpapar pada hal-hal yang sama tanpa ada perkembangan. Hal ini membuat konsentrasi kita terganggu, dan bisa berujung pada mental fatigue, yang akhirnya mempengaruhi produktivitas dan kreativitas," ungkapnya.
Fenomena ini dapat menyebabkan gangguan dalam kemampuan berpikir kritis, yang sangat penting dalam perkembangan intelektual dan kreativitas seseorang.
"Konten yang tidak mendidik tidak hanya mengurangi daya pikir, tetapi juga bisa menurunkan kualitas hidup secara keseluruhan," tambahnya.
Untuk mengatasi atau menghindari fenomena Brain Rot, Hardika mengusulkan beberapa langkah yang bisa dilakukan, baik oleh individu maupun lembaga pendidikan. Salah satunya adalah dengan mempraktikkan mindful consumption atau konsumsi yang bijak terhadap konten yang dikonsumsi.
"Kita perlu memiliki kesadaran diri untuk memilih konten yang bisa merangsang pemikiran kritis kita dan memberikan manfaat positif," katanya.
Selain itu, Hardika juga menyarankan untuk melakukan digital detox, yakni memberi waktu jeda dari perangkat digital dan menggantinya dengan aktivitas yang lebih bermanfaat, seperti membaca atau berdiskusi.
“Kegiatan seperti ini dapat memberikan ruang bagi otak kita untuk beristirahat dan berpikir lebih mendalam,” ucapnya.
Pentingnya pengelolaan waktu layar juga menjadi bagian dari solusi. Dengan mengurangi waktu yang dihabiskan untuk konsumsi media sosial, seseorang bisa lebih produktif dan terhindar dari dampak negatif Brain Rot.
Di lingkungan pendidikan, Hardika menekankan perlunya integrasi kurikulum yang mengajarkan literasi digital.
"Institusi pendidikan, khususnya universitas, harus mengajarkan mahasiswa untuk mengenali algoritma dan memilih konten yang berkualitas. Pembelajaran berbasis proyek dan diskusi juga sangat penting untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan kolaborasi," ujarnya.
Mahasiswa Prodi Kesehatan Masyarakat di UMS Afnan Zain Muzakki, yang juga merupakan bagian dari Gen Z, mengungkapkan pandangannya mengenai fenomena ini.
Ratu Camilla Ingin Charles Jadi Raja Selamanya, Tolak Pengalihan Kuasa ke Pangeran William
"Sebagai Gen Z, saya memang merasa terhibur dengan berbagai konten di media sosial, terutama di TikTok. Algoritma media sosial menyesuaikan beranda dengan minat kita, sehingga kita semakin betah untuk scroll dan akhirnya terjebak dalam ketergantungan," ungkap Afnan.
Namun, Afnan menyadari bahwa kebiasaan ini dapat berdampak buruk bagi kesehatan mental dan otak.
"Banyak dari kami yang tahu akan bahaya ini, tapi tetap saja merasa kesulitan untuk mengubah kebiasaan," kata Afnan.
Dia menekankan pentingnya bijak dalam memilih konten yang dikonsumsi agar dapat memberi dampak positif bagi kehidupan dan perkembangan otak.
"Pemikiran dan perilaku kita adalah cerminan dari konten yang kita konsumsi, jadi kita perlu lebih bijak dalam mengelola waktu dan media sosial," tuturnya.
Fenomena Brain Rot yang menjadi Oxford Word of the Year 2024. mencerminkan tantangan besar di era digital, terutama bagi generasi muda. Dengan semakin banyaknya konten hiburan instan yang tidak memberikan nilai tambah, sangat penting untuk lebih bijak dalam mengelola konsumsi media sosial.
Mengembangkan literasi digital, menerapkan mindful consumption, dan meluangkan waktu untuk digital detox adalah beberapa langkah yang bisa diambil untuk mencegah dampak negatif dari fenomena ini, agar dapat mencapai kehidupan yang lebih seimbang dan bermakna.