Menlu BRICS Berkumpul di Brasil, Bahas Ancaman Tarif Trump
Para menteri luar negeri dari negara-negara BRICS dan mitra barunya berkumpul di Rio de Janeiro, Brasil mulai Senin (28/4), dalam pertemuan dua hari membahas sejumlah isu strategis global. Salah satu isu utama adalah respons terhadap kebijakan tarif Presiden Amerika Serikat Donald Trump, yang dinilai berpotensi mengganggu stabilitas perdagangan global.
Pertemuan tingkat menteri ini digelar sebagai bagian dari persiapan menuju Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS yang dijadwalkan berlangsung Juli mendatang. Selain lima anggota inti Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan forum ini juga dihadiri delapan negara mitra baru, termasuk Indonesia, Mesir, Ethiopia, Iran, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab.
Dalam pidato pembukaan, Menteri Luar Negeri Brasil Mauro Vieira menegaskan pentingnya dialog multilateral di tengah krisis global, termasuk konflik bersenjata, ketidakstabilan politik, serta melemahnya kerja sama internasional. "Peran BRICS sebagai kelompok kini lebih penting dari sebelumnya," ujar Vieira, seperti dikutip AFP, Selasa (29/4).
Isu perdagangan mendominasi diskusi hari pertama. Trump, yang kembali menjabat Presiden AS sejak Januari lalu memberlakukan tarif sebesar 10 terhadap puluhan negara. China menjadi sasaran utama, dengan tarif tambahan hingga 145 pada sejumlah produk ekspor. Beijing membalas dengan mengenakan tarif hingga 125 atas berbagai barang dari AS.
Perencana ekonomi senior China, Zhao Chenxin, menyatakan negaranya berada di pihak yang benar dalam menghadapi kebijakan unilateralisme dan "penindasan" oleh Washington.
Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, dalam wawancaranya dengan harian O Globo, menegaskan BRICS sedang mendorong penggunaan mata uang nasional dalam perdagangan antarnegara anggota. Meski demikian, wacana pembentukan mata uang tunggal BRICS masih dianggap terlalu dini. "Kami sedang membangun fondasi untuk mengurangi ketergantungan pada dolar AS," kata Lavrov.
Vieira menambahkan, Brasil saat ini hanya terkena tarif 10 dari AS dan tidak mendukung pembentukan mata uang baru. Fokus Brasil saat ini pada stabilitas kawasan dan kerja sama ekonomi jangka panjang.
Di luar isu perdagangan, konflik global juga menjadi perhatian. Vieira menyerukan penarikan penuh pasukan Israel dari Gaza dan menyebut blokade bantuan kemanusiaan oleh Israel yang telah berlangsung lebih dari 50 hari sebagai tindakan yang tidak dapat diterima.
Sementara, BRICS tetap bersikap hati-hati dalam merespons invasi Rusia ke Ukraina. Secara umum, blok ini menghindari mengutuk Moskow secara langsung, tetapi tetap mendorong penyelesaian damai berdasarkan prinsip-prinsip Piagam PBB.
Pertemuan ini berlangsung di tengah pekan yang krusial dalam upaya diplomasi damai Ukraina yang didorong oleh AS. Trump disebut mulai mengubah sikap terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin, setelah bertemu dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky. Putin sendiri telah mengumumkan rencana gencatan senjata tiga hari yang dimulai 8 Mei, meskipun AS menilai langkah tersebut masih belum memadai.
Perubahan iklim juga menjadi salah satu topik penting dalam forum ini. Sebagai tuan rumah Konferensi Iklim PBB (COP30) yang akan digelar di kota Belem, Amazon, akhir tahun ini, Brasil menekankan pentingnya komitmen global yang lebih kuat dalam menghadapi krisis iklim. Pernyataan bersama yang akan dikeluarkan pada penutupan pertemuan, Selasa (29/4), diperkirakan memuat sikap BRICS terhadap tantangan perubahan iklim, ketegangan geopolitik serta arah baru kerja sama ekonomi global pascapandemi.







