Dadan Hindayana Ditertawakan Warga Gunungkidul, Harga 15 Ekor Belalang Rp35.000

Dadan Hindayana Ditertawakan Warga Gunungkidul, Harga 15 Ekor Belalang Rp35.000

Nasional | sindonews | Senin, 27 Januari 2025 - 13:49
share

Wacana Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana untuk menjadikan serangga seperti belalang dan ulat sagu sebagai menu dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) menuai tanggapan beragam dari masyarakat Gunungkidul. Banyak yang menganggap wacana tersebut tidak realistis.

Pasalnya, harga kedua serangga itu tergolong mahal. Bahkan ada warga Gunungkidul yang menertawai rencana tersebut

Hendra Ary, warga Kapanewon Wonosari, menyebut rencana tersebut tidak masuk akal. Harga belalang dan ulat di wilayah Gunungkidul bahkan lebih mahal daripada daging ayam atau sapi.

“Ngawur itu. Kalau mau ngomong, lihat dulu kondisi di lapangan. Harga belalang di sini kayak emas, masa mau dimasukkan ke MBG dengan anggaran cuma Rp10 ribu?” ujar Hendra, Senin (27/1/2025).

Ia menambahkan, satu toples belalang goreng yang berisi sekitar 15 ekor bisa mencapai harga Rp35 ribu. Sementara itu, ulat seperti ulat jati juga memiliki harga yang tinggi dan cenderung musiman.

Hal serupa diungkapkan Hendro Ary, warga Paliyan. Menurutnya, selain mahal, tidak semua belalang dan ulat bisa dikonsumsi. Bahkan, belalang yang biasa dikonsumsi di Gunungkidul kini semakin sulit ditemukan.

“Kalau ulat itu musiman, sedangkan belalang sering didatangkan dari luar daerah. Jadi, kalau dipakai untuk menu MBG, ya tidak mungkin,” ungkapnya.

Produsen Belalang Goreng: Anggaran Tak Sesuai Realita

Sri Hawa, seorang produsen belalang goreng asal Ngawen, Gunungkidul, menilai wacana tersebut tidak realistis. Wanita yang sudah belasan tahun berkecimpung di bisnis kuliner ekstrem ini menyebut bahwa harga belalang dan ulat sangat tinggi, jauh di atas anggaran program MBG.

“Belalang hidup saja harganya sudah Rp190 ribu per kilogram. Kalau sudah dibersihkan dan dimasak, harganya bisa sampai Rp400 ribu per kilogram. Kalau ulat, per kilogramnya Rp180 ribu. Jadi, dengan anggaran Rp10 ribu, jelas tidak mungkin,” tegas Sri.

Ia menjelaskan bahwa konsumsi belalang di Gunungkidul biasanya dilakukan dengan cara berburu langsung, bukan membeli. Permintaan belalang pun cenderung meningkat saat musim liburan, meskipun saat ini sedang menurun akibat daya beli masyarakat yang melemah.

“Banyak yang pesan belalang itu justru dari perantau Gunungkidul. Tapi sekarang sepi karena banyak yang kena PHK,” tambahnya.

Pernyataan Kepala BGN

Sebelumnya, pada Sabtu (25/1/2025), Kepala BGN Dadan Hindayana mengungkapkan bahwa belalang dan ulat bisa menjadi menu MBG di daerah tertentu. Ia mencontohkan warga Gunungkidul yang biasa mengonsumsi belalang, serta masyarakat Papua yang mengonsumsi ulat sagu.

“Beberapa jenis serangga layak untuk dikonsumsi, seperti belalang di Gunungkidul dan ulat sagu di Papua. Ini membuka peluang menjadikan serangga sebagai menu MBG,” ujar Dadan dalam sebuah acara di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan.

Namun, wacana tersebut dianggap kurang mempertimbangkan kondisi di lapangan, terutama dari segi harga dan ketersediaan. Masyarakat berharap program MBG lebih memprioritaskan bahan pangan lokal yang terjangkau dan mudah didapatkan.

Topik Menarik