Profil Jacques Audiard, Sutradara yang Menghina Tuhan di Golden Globe 2025 sebelum Kebakaran Los Angeles

Profil Jacques Audiard, Sutradara yang Menghina Tuhan di Golden Globe 2025 sebelum Kebakaran Los Angeles

Gaya Hidup | sindonews | Senin, 13 Januari 2025 - 17:00
share

Nama Jacques Audiard, sutradara film asal Prancis menjadi sorotan setelah menghina Tuhan di Golden Globe 2025 beberapa waktu lalu. Hal ini terjadi tepat sebelum kebakaran hebat melanda Los Angeles.

Jacques Audiard dikenal sebagai salah satu sineas berbakat yang karyanya sering menantang norma dan mengangkat tema-tema provokatif. Ia telah menerima banyak penghargaan bergengsi, termasuk Palme d'Or di Festival Film Cannes dan nominasi di berbagai ajang internasional.

Salah satu karyanya yang baru saja dirilis, Emilia Perez, menjadi topik pembicaraan hangat. Film ini mengisahkan kehidupan seorang transpuan dan mengeksplorasi isu identitas gender dengan sudut pandang yang segar.

Audiard secara khusus memilih aktris transpuan untuk memerankan karakter utama, keputusan yang disebutnya sebagai langkah logis dan konsisten dengan visi artistiknya. Saat menerima penghargaan, Audiard menggunakan momen tersebut untuk membahas pandangan filosofisnya terkait seni dan kehidupan.

Foto/Patch

Ia menyebutkan bahwa seni adalah cara manusia menantang dogma, termasuk kepercayaan terhadap Tuhan. Pernyataannya ini mendapat sorotan tajam, dengan sebagian pihak menganggapnya sebagai penghinaan terhadap keyakinan agama.

"Memilih transpuan untuk memerankan tokoh transpuan adalah keputusan yang masuk akal," kata Audiard.

Profil Jacques Audiard

Jacques Audiard, sutradara ternama asal Prancis, lahir di Paris pada 30 April 1952. Terlahir dalam keluarga yang erat kaitannya dengan dunia perfilman, ayahnya, Michel Audiard, adalah seorang penulis skenario dan sutradara populer, sementara pamannya merupakan seorang produser film.

Dilansir dari IMDb, Senin (13/1/2025), meski begitu, Jacques muda awalnya menolak untuk mengikuti jejak keluarganya. Ia bercita-cita menjadi seorang guru dan sempat menempuh studi sastra dan filsafat di Universitas Sorbonne, meskipun akhirnya tidak menyelesaikan gelarnya.

Pilihan kariernya berubah setelah saran dari pacarnya yang mendorongnya untuk bekerja sebagai editor magang selama liburan kuliahnya. Pengalaman ini membawanya menjadi asisten editor pada beberapa film, salah satunya adalah Le locataire (1976) karya Roman Polanski.

Ia juga bergabung dengan dunia teater. Di mana ia banyak terlibat dalam berbagai pekerjaan, termasuk mengadaptasi karya untuk panggung, yang ternyata menjadi salah satu minatnya.

Awal Karier di Dunia Skenario

Pada 1980-an, Audiard mulai menulis skenario untuk sejumlah film sukses, seperti Mortelle Randonnee (1983), Reveillon Chez Bob (1984), Saxo (1987), Frequence meurtre (1988), dan Grosse Fatigue (1994). Sebagian besar karyanya bergenre thriller dan disutradarai oleh nama-nama besar seperti Claude Miller dan Michel Blanc.

Selain menulis skenario, Audiard juga menyutradarai beberapa film pendek yang mendapat apresiasi dari para kritikus.

Debut Sutradara

Kesuksesan dalam dunia penulisan skenario memberinya kepercayaan diri untuk membuat film panjang pertamanya, Regarde les hommes tomber (1994). Film ini dibintangi oleh aktor-aktor ternama seperti Mathieu Kassovitz dan Jean-Louis Trintignant.

Karya ini berhasil memenangkan tiga penghargaan Cesar, termasuk Sutradara Baru Terbaik untuk Audiard dan Aktor Baru Terbaik untuk Kassovitz. Kesuksesan ini diikuti oleh film keduanya, Un héros tres discret (1996), yang diputar di Festival Film Cannes dan memenangkan penghargaan Skenario Terbaik.

Film ini mengisahkan seorang penipu muda yang menciptakan kisah heroik palsu tentang dirinya setelah Perang Dunia II, dengan tema yang menantang mitos perlawanan Prancis terhadap Nazi. Film ini juga mendapatkan penghargaan di Festival Stockholm dan Valladolid, memperkuat reputasi internasionalnya.

Film-film Ikonik

Pada 2001, Audiard merilis Sur mes leveres, sebuah kisah cinta yang tidak biasa antara seorang pekerja kantor yang tuli dan seorang mantan penjahat. Film ini sukses besar dan memenangkan tiga penghargaan Cesar, termasuk untuk Aktris Terbaik, Suara Terbaik, dan Skenario Terbaik.

Film lainnya, De battre mon cœur s'est arrete (2005), sebuah remake dari Fingers karya James Toback, dirilis di Festival Film Berlin dan mendapatkan sambutan hangat.

Gaya Sinematik

Jacques Audiard kini dianggap sebagai salah satu master baru film thriller Prancis, atau yang dikenal sebagai polar. Ia kerap dibandingkan dengan sutradara legendaris seperti Jean-Pierre Melville dan Henri-Georges Clouzot.

Dengan gaya sinematik yang unik, Audiard dikenal mampu menggali emosi mendalam dari karakter-karakternya, menggabungkan tema cinta, penipuan, dan moralitas dengan sentuhan visual yang memikat.

Dari awal kariernya yang sederhana sebagai editor hingga menjadi sutradara yang diakui secara internasional, Jacques Audiard telah mencatatkan namanya dalam sejarah perfilman dunia dengan karya-karya yang terus menginspirasi.

Topik Menarik