Sekum MUI Sulsel: Terorisme dan Perbedaan SARA Makin Menurun
Sekretaris Umum (Sekum) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulawesi Selatan, Prof Muammar Bakry meminta masyarakat wajib bersyukur atas menurunnya tindak kejahatan terorisme.
Selama dua tahun terakhir, tidak ada aksi terorisme atau zero terrorist attack di Indonesia.
Meski demikian, pencegahan radikal terorisme tidak boleh kendur dan lengah. Akan tapi sinergi dan koordinasi harus terus ditingkatkan agar Tahun 2025 kembali zero terrorist attack.
“Memasuki tahun 2025 juga menjadi suatu capaian bahwa telah dua tahun berselang Indonesia mengalami nol serangan teroris, atau yang juga biasa disebut sebagai zero terrorist attack. Hal ini dapat dianggap sebagai prestasi tersendiri bahwa sentimen negatif terhadap perbedaan SARA semakin menurun,” kata Prof Bakry di Makassar, Kamis (9/1/2025).
Menurutnya, semakin terbukanya pemahaman agama yang inklusif dan toleran menjadi faktor pendukung menurunnya angka kejadian tindakan kejahatan atas nama agama.
Alasan Aipda Robig Pembunuh Gamma Dipecat: Terbukti Menembak Anak-Anak Sedang Bersepeda Motor
Zero terrorist attack juga mampu menjadi indikator yang baik atas capaian kerja Pemerintah melalui berbagai instansinya dalam menjembatani bahkan mempertemukan berbagai kelompok dan golongan yang berbeda.
“Saya kira upaya pemerintah untuk menghilangkan sekat-sekat perbedaan yang masih tersisa pada bangsa Indonesia adalah hal yang sangat baik dan konstruktif bagi penguatan kemajemukan dan heterogenitas bangsa kita,” ujar Guru Besar UIN Alauddin Makassar ini.
Dia menambahkan, momen tahun baru bisa menjadi refleksi apa yang harus dilakukan untuk penguatan kebhinekaan.
"Bangsa Indonesia harus menjadi bangsa yang bermartabat di mata dunia karena kita mampu menjadikan perbedaan itu sebagai kekuatan dan kekayaan," tegasnya.
Dia berharap agar jangan ada lagi perbedaan-perbedaan dengan latar belakang yang macam-macam, termasuk agama, kemudian menjadi alasan dan pembenaran untuk melakukan tindakan-tindakan kekerasan serta teror.
Terkait interaksi masyarakat secara luas pada perayaan-perayaan besar seperti tahun baru, Muammar Bakry mengatakan bahwa perayaan tersebut haruslah dilihat secara tepat. Hanya karena suatu perayaan tidak sesuai dengan keinginan sebagian pihak, tidak lantas menjadikan perayaan tersebut dilarang atau bahkan dikatakan sebagai pendangkalan akidah.
“Menurut saya, kita harus melihat dulu secara proporsional kegiatan perayaan tahun baru itu. Kalau perayaan tahun baru itu ada kegiatan yang bertentangan dengan nilai-nilai ajaran agama, kalau kita bicara Islam, berarti nilai-nilai ajaran Islam, bisa dikatakan kegiatan itu mengarah kepada kegiatan yang dimakruhkan atau diharamkan. Dengan kata lain, melakukannya menjadi hal yang dilarang,” terang Prof. Bakry.
“Tapi kalau kegiatan itu justru sebenarnya menghadirkan suasana hati kita menjadi merasa lebih dekat dengan Sang Pencipta, dengan menjadikan momen pergantian tahun itu sebagai momentum untuk muhasabah, zikir, mengenang, mengingat, dan introspeksi apa yang pernah kita lakukan, lalu kemudian kita proyeksikan untuk tahun berikutnya agar menjadi pribadi yang lebih baik, maka tentu itu (perayaan tahun baru) nafasnya sesuai dengan ajaran Islam,” urainya.
Menurutnya, Alquran menjelaskan bahwa Allah yang menciptakan siang dan malam yang silih berganti dan terus berlanjut seperti itu, agar para manusia bisa menjadikannya sebagai peringatan dan momen kesyukuran.
Artinya, dalam memahami agama secara proporsional, Tuhan telah memerintahkan manusia supaya momentum pergantian waktu, dalam hal ini tahun baru, agar tidak lewatkan begitu saja.
Tuhan menginginkan para hambanya untuk menjadikan tahun yang baru sebagai waktu memanjatkan ungkapan kesyukuran dan melakukan introspeksi atas perbuatan di masa lalu dan bertekad untuk memperbaiki diri di masa yang akan datang.
Muammar Bakry pun berharap agar Indonesia bisa selalu konsisten menjaga kerukunan antar golongan, sehingga kembali mampu mempertahankan nihilnya serangan teroris yang didasarkan atas nama agama. Dia menyerukan agar rakyat Indonesia kembali memahami agamanya dengan benar agar keutuhan Indonesia sebagai sebuah bangsa terus terjaga.
“Saya kira kita harus kembali kepada ajaran agama yang benar. Ajaran agama kita itu mengajarkan kita untuk menjaga ukhuwah wathaniyah (persaudaraan kebangsaan), menjaga ukhuwah basyariyah (persaudaraan kemanusiaan), dan menjaga ukhuwah islamiyah. Kalau kita lebih kembangkan lagi menjadi ukhuwah imaniyah, yang dimaknai bahwa semua anak bangsa yang beriman itu tetap saudara kita,” tandasnya.