Kisah Pertempuran Sengit 4 Hari Minahasa Berujung Pembantaian oleh Pasukan Belanda

Kisah Pertempuran Sengit 4 Hari Minahasa Berujung Pembantaian oleh Pasukan Belanda

Infografis | sindonews | Minggu, 5 Januari 2025 - 06:53
share

Belanda menyerang balik Minahasa yang sempat mengalahkan dua kali pada pertempuran. Serangan masif dilakukan oleh Martinus Balfour, komando pasukan yang menggantikan Letnan Herder, yang mengalami kekalahan telak atas rakyat Minahasa.

Pasukan Belanda memutuskan melakukan persiapan matang untuk menyerang Tondano. Akhirnya setelah perhitungan sekian lama, serangan dilakukan pada dini hari 5 Agustus 1809.

Sasaran utamanya berupa tempat berada kanon - kanon, yang telah diketahui. Kemudian pasukan Belanda bergerak maju ke Minawanua, memasuki, dan membakar perkampungannya.

Dengan kekuatan yang tersisa, benteng Moraya melakukan perlawanan terakhirnya. Tembakan meriam sebagai pelindung pendaratan dan gerak maju pasukan, menandai mulainya pertempuran.

Pasukan Minawanua bersiap bertempur menghadapi Belanda. Dalam pertempuran empat hari itu, serangan pasukan Belanda datang bergelombang seolah-olah tiada putusnya.

Dikisahkan pada buku "Sejarah Nasional Indonesia IV : Kemunculan Penjajahan di Indonesia", Benteng Moraya dan Papal, yang menjadi basis pasukan Minahasa mengalami kehancuran. Korban pun berjatuhan.

Pertahanan Minawanua ditembus, Kapten Weintree memasuki perkampungan pertempuran habis-habisan berlangsung dengan cara berhadap-hadapan. Kontak senjata tak terelakkan antara pasukan Belanda dan Minawanua, Minahasa.

Pertaruhan hidup dan mati bagi pasukan Minawanua terjadi sekitar satu jam. Pasukan Belanda membantai semua yang dijumpainya, tidak peduli apakah orang sakit, cedera, jompo, kanak-kanak, atau perempuan.

Pertahanan Minawanua selanjutnya dibumihanguskan. Penjarahan dari apa yang tersisa pun terjadi.

Perlawanan kemudian beralih di luar benteng pertahanan di Tondano. Dalam kelompok - kelompok terbatas, sisa-sisa pasukan Minahasa masih bertahan di hutan- hutan lebat yang tidak mudah untuk dijangkau.

Pengejaran pasukan Belanda ke sisa-sisa pasukan perlawanan itu banyak mengalami kendala dalam menerobos keadaan alam. Pemerintah Hindia Belanda kemudian memberikan amnesti atau pengampunan kepada pihak pemberontak asalkan mereka mau berjanji mengakui kekuasaan Belanda.

Namun, para pemimpin perlawanan seperti Lumingkewas, Matulandi, Mamait, dan Lonto, tidak termasuk dalam mereka yang diberikan ampunan.

Topik Menarik