Intimidasi dan Sabotase, Taktik Licik Belanda demi Taklukkan Perlawanan Minahasa

Intimidasi dan Sabotase, Taktik Licik Belanda demi Taklukkan Perlawanan Minahasa

Infografis | sindonews | Rabu, 1 Januari 2025 - 07:06
share

Belanda mengubah taktik saat melawan pasukan gabunganMinahasa. Belanda memilih mengintimidasi walak - walak atau pemimpin kelompok di Minahasa, yang bermukim di luar wilayah Tondano, guna memberikan hasil yang diinginkan.

Jalur-jalur penyaluran kebutuhan untuk walak-walak yang berjuang di Minawanua mulai terganggu. Hubungan perdagangan Minahasa dengan Inggris melalui Kema diketahui oleh Belanda. Kapten Don Escarilla, nakhoda kapal berbendera Inggris yang dikenal sebagai pemasok kebutuhan persenjataan perlawanan disergap beserta kapalnya di perairan Teluk Manado.

Selain itu, penyediaan kebutuhan pangan yang bersumber dari kawasan sebelah timur Danau Tondano dan wilayah selatan Minahasa juga berada di bawah penguasaan Belanda, sehingga penyalurannya tersendat-sendat. Salah satu dampaknya adalah banyak penduduk di wilayah perlawanan yang dianjurkan untuk mengungsi ke daerah yang cukup pangan.

Dikutip dari "Sejarah Nasional Indonesia IV : Kemunculan Penjajahan di Indonesia"Balfour mempersiapkan pasukan Belanda untuk merebut jantung pertahanan lawan. Pejabat Belanda itu mengangkat Kapten Weintree yang berpengalaman tempur di Halmahera sebagai pucuk pimpinan pasukan Belanda.

Dia tidak mengadakan serangan langsung ke Minawanua seperti halnya Prediger. Akan tetapi, sebelumnya ia mengadakan teror dan operasi militer di sekitar Danau Tondano. Sementara itu, Kapten Weintree tetap melancarkan tekanan dan teror terhadap walak-walak yang masih membangkang.

Letnan Herder meningkatkan patroli di danau untuk memutuskan hubungan pertahanan musuh dengan Minahasa Selatan. Strategi itu membuat pasukan Minahasa mengalami kesulitan mengatasi perlawanan Belanda. Tapi mereka tetap melancarkan taktik menggambarkan bahwa semangat tempur pasukan perlawanan sangat tinggi, dan mereka memiliki persenjataan yang tidak kalah baiknya.

Pasukan Minahasa tidak mengejar musuh hingga ke pusat pertahanan mereka di Tataaran. Tampaknya mereka menyadari bahwa medan perang yang berbeda akan memberikan hasil yang berbeda pula. Oleh karena itu, Prediger dapat segera dilarikan ke Manado.

Namun, kesehatannya kian memburuk sehingga komando diserahkannya kepada Letnan Herder. Belanda pun tidak melakukan kegiatan militer apa-apa terhadap pertahanan Minawanua. Untuk beberapa lama, tidak terjadi pertempuran.

Pada tanggal 24 April 1809 komando pasukan beralih ke Letnan Herder, karena kondisi Prediger semakin memburuk sehingga harus dibawa ke benteng Fort Amsterdam. la digantikan oleh Martinus Balfour yang dibantu oleh Kapten Weintre. Mereka tiba di Manado pada 8 Juni 1809 dan segera mengambil alih kekuasaan dan tugas Prediger.

Topik Menarik