Kremlin Sebut AS Mencuri Uang Rusia Rp4.815 Triliun, Siap Tempuh Jalur Hukum
Rusia menuduh Barat telah mencuri asetnya, setelah AS (Amerika Serikat) mentransfer USD1 miliar atau setara Rp16 triliun (kurs Rp16.052 per USD) ke Ukraina dari dana bank sentral Moskow yang dibekukan. Terkait hal ini, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan, Moskow dapat merespons langkah AS dengan mengambil tindakan hukum.
Hari sebelumnya Perdana Menteri Ukraina, Denis Shmigal mengumumkan, bahwa AS telah mentransfer angsuran pertama dari pinjaman sebesar USD20 miliar setara Rp321 triliun yang didukung oleh bunga yang diperoleh dari aset Rusia yang tidak bergerak.
Seperti diketahui menyusul eskalasi konflik Ukraina pada Februari 2022, AS dan sekutunya membekukan dana senilai sekitar USD300 miliar yang jika dirupiahkan mencapai Rp4.815 triliun milik bank sentral Rusia.
Dalam sebuah postingan di X (dulunya Twitter), Shmigal menyatakan, bahwa Kiev mengharapkan bahwa "semua aset Rusia yang berdaulat akan disita dan digunakan untuk membangun kembali Ukraina."
Menanggapi berita transfer AS ke Ukraina, Peskov menyatakan bahwa "berbicara dalam bahasa Rusia sederhana, uang ini dicuri dari kami,".
Ia juga menambahkan, bahwa aset Moskow yang diblokir merupakan tindakan yang "benar-benar ilegal," bertentangan dengan semua norma dan aturan.
Juru bicara itu menerangkan, bahwa transfer Washington sebesar USD1 miliar ke Kiev dapat menjadi dasar untuk proses hukum. Ditekankan juga olehnya bahwa Rusia bermaksud untuk menggunakan "semua kemungkinan langkah (hukum)" untuk melindungi properti dan hak-haknya.
Dari aset Rusia senilai USD300 miliar yang tidak bergerak, sekitar USD213 miliar saat ini disimpan di lembaga kliring Euroclear yang berbasis di Brussels.
Pekan lalu, Presiden Polandia Andrzej Duda mengusulkan pada pertemuan para pemimpin Uni Eropa untuk menggunakan semua aset ini untuk mendanai Ukraina, terutama jika Presiden terpilih AS Donald Trump memilih untuk memangkas kontribusi Washington ke mesin perang Kiev.
Namun proposal tersebut kabarnya ditolak oleh Kanselir Jerman Olaf Scholz, yang disebut "jengkel" hingga menjadi "marah" pada Duda, dengan alasan bahwa langkah seperti itu akan merusak stabilitas pasar keuangan Uni Eropa, seperti dilansir Financial Times.
Penggunaan aset Rusia untuk mendanai Kiev sebelumnya juga telah dikritik oleh negara-negara Uni Eropa lainnya, termasuk Prancis dan Italia. Pasalnya kebijakan itu menimbulkan kekhawatiran akan merusak stabilitas euro.
Sementara itu Moskow telah berulang kali menuduh Barat telah "mencuri" uangnya dan memperingatkan bahwa menyadap dana ini merupakan tindakan ilegal, dan akan menjadi preseden berbahaya.
Bulan lalu, Menteri Keuangan Rusia Anton Siluanov juga memperingatkan bahwa Moskow akan menanggapi dengan cara yang sama. "Kami juga telah membekukan sumber daya investor Barat, pelaku pasar keuangan Barat dan perusahaan. Pendapatan dari aset ini juga akan digunakan," kata pejabat itu.