Sekjen NATO Serukan Pengeluaran Pertahanan Lebih Tinggi untuk Melawan Rusia
Sekretaris Jenderal (Sekjen) NATO Mark Rutte memperingatkan aliansi transatlantik pimpinan Amerika Serikat (AS) bahwa mereka belum siap menghadapi ancaman yang akan dihadapinya dari Rusia di tahun-tahun mendatang.
Untuk itu, dia menyerukan perubahan ke pola pikir masa perang—dengan pengeluaran pertahanan yang jauh lebih tinggi.
Rutte mengatakan pengeluaran di masa mendatang harus jauh lebih tinggi dari target aliansi saat ini sebesar 2 persen dari kekayaan nasional yang diukur dengan produk domestik bruto (PDB).
"Rusia tengah mempersiapkan diri untuk konfrontasi jangka panjang, dengan Ukraina dan dengan kami," kata Rutte dalam pidatonya di Brussels, yang dilansir Reuters, Jumat (13/12/2024).
"Kita belum siap menghadapi apa yang akan terjadi dalam empat hingga lima tahun ke depan," lanjut bos NATO tersebut, seraya menambahkan: "Sudah saatnya beralih ke pola pikir masa perang, dan meningkatkan produksi pertahanan serta pengeluaran pertahanan kita.”
Aliansi tersebut memperkirakan 23 dari 32 anggotanya akan memenuhi target 2 persen tahun ini.
"Selama Perang Dingin, orang Eropa menghabiskan lebih dari 3 persen PDB mereka untuk pertahanan," kata Rutte.
"Kita akan membutuhkan lebih dari 2 persen,"imbuh dia.
Anggota NATO sedang bergulat dengan tekanan baru dari Presiden terpilih AS Donald Trump, yang telah meminta sekutu Amerika untuk membelanjakan 3 persen PDB untuk pertahanan.
Rutte, mantan perdana menteri Belanda, mengatakan bahwa aliansi tersebut harus meningkatkan produksi pertahanan, menyerukan kepada pemerintah untuk berhenti menciptakan hambatan antara satu sama lain dan antara industri, bank, dan dana pensiun.
Dia mengirim pesan kepada industri pertahanan: “Ada uang di atas meja, dan jumlahnya akan terus bertambah. Jadi, beranilah berinovasi dan ambil risiko.”
Kepala NATO juga memperingatkan tentang kampanye terkoordinasi untuk mengacaukan masyarakat aliansi, termasuk serangan siber dan upaya pembunuhan.
Rutte lebih lanjut memperingatkan tentang ambisi China, dengan mengatakan bahwa Beijing secara substansial membangun kekuatannya “tanpa transparansi dan tanpa batasan”.