Rupiah Babak Belur, Hari Ini Hampir Rp16.000 per Dolar AS
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) terpantau semakin parah, usai pada perdagangan hari ini ditutup melemah 60 poin atau 0,38 ke level Rp15.930 setelah sebelumnya sempat juga terdepresiasi.
Pengamat pasar uang, Ibrahim Assuaibi mengatakan, pelemahan kurs rupiah ini salah satunya berasal dari sentimen eksternal yaitu harapan untuk jalur penurunan suku bunga telah dikurangi, meskipun tidak stabil dalam beberapa minggu terakhir.
"Pasar memperkirakan peluang penurunan suku bunga sebesar 25 basis poin sebesar 52 persen pada pertemuan Fed bulan Desember, turun dari 82,5 persen seminggu yang lalu, menurut FedWatch Tool milik CME," tulis Ibrahim dalam risetnya, Kamis (21/11/2024).
Pelemahan kurs Rupiah juga terlihat dalam data JISDOR BI (Bank Indonesia), dimana untuk hari ini bertengger di posisi Rp15.942/USD. Mata uang rupiah semakin tak berdaya di depan dolar AS, usai kemarin juga menyusut Rp15.858.
Sebuah jajak pendapat Reuters menunjukkan sebagian besar ekonom memperkirakan Fed akan memangkas suku bunga pada pertemuan bulan Desember, dengan penurunan yang lebih dangkal pada tahun 2025 daripada yang diharapkan sebulan yang lalu karena risiko inflasi yang lebih tinggi dari kebijakan Trump.
Komentar terbaru dari pejabat Fed, termasuk Ketua Jerome Powell, telah menunjukkan bahwa bank sentral bersikap lambat dan terukur dalam jalur penurunan suku bunganya.
Pada hari Rabu, gubernur Fed Michelle Bowman dan Lisa Cook memaparkan visi yang bersaing tentang ke mana arah kebijakan moneter AS, dengan yang satu mengutip kekhawatiran yang berkelanjutan tentang inflasi dan yang lain menyatakan keyakinan bahwa tekanan harga akan terus mereda.
Investor sedang menunggu Trump untuk menunjuk seorang menteri keuangan, salah satu jabatan kabinet dengan profil tertinggi yang mengawasi kebijakan keuangan dan ekonomi negara. Beberapa pilihan Trump lainnya telah menimbulkan pertanyaan tentang kualifikasi dan pengalaman mereka.
Dari sentimen internal, Bank Indonesia (BI) mengungkapkan masih akan ada ruang penurunan suku bunga atau BI Rate ke depan, meski akan terbatas. Penurunan suku bunga BI akan mempertimbangkan rendahnya inflasi, serta pertumbuhan ekonomi nasional.
Lebih lanjut, melihat perkembangan dinamika global yang bergerak cepat, saat ini fokus BI diarahkan untuk memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah dari dampak semakin tingginya ketidakpastian geopolitik hingga perekonomian global, dengan perkembangan politik AS pasca kemenangan Donald Trump sebagai presiden.
"Sehingga, arah kebijakan suku bunga BI ke depan akan terus memperhatikan pergerakan nilai tukar rupiah dan prospek inflasi di dalam negeri serta perkembangan data dan dinamika kondisi yang berkembang dalam mencermati ruang penurunan suku bunga lebih lanjut," katanya.
Sebelumnya BI memutuskan untuk menahan suku bunga atau BI Rate sebesar 6, dengan suku bunga Deposit Facility sebesar 5,25, dan suku bunga Lending Facility 6,75 pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) November 2024.
Capaian PBB-P2 di Kecamatan Malingping di Bawah 50 Persen, Bahkan Ada Desa yang Baru 2.36 Persen
Keputusan menahan BI Rate ini konsisten dengan arah kebijakan moneter untuk memastikan terkendalinya inflasi pada 2024 dan 2025 yang terkendali dalam sasaran 2,5±1, serta mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan stabilitas nilai tukar rupiah karena meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global.
Berdasarkan data di atas, mata uang rupiah untuk perdagangan berikutnya diprediksi bergerak fluktuatif, namun kembali ditutup melemah di rentang Rp15.920 - Rp16.000 per dolar AS.