Putusan Hukuman Percobaan Pelaku KDRT, Ini yang Dikatakan Ahli Hukum Pidana
SURABAYA, iNewsSidoarjo.id-Ahli Hukum Pidana Universitas Surabaya (Ubaya) Dr. Elfina Lebrine Sahetapy, S.H., LL.M menilai putusan majelis hakim militer, yang hanya memberi hukuman percobaan pada oknum anggota TNI AL janggal dan tidak mempedulikan perlindungan terhadap hak korban.
Oknum TNI AL yang menjadi terdakwa KDRT itu adalah Lettu Laut (K) dr RBKEP. Korban KDRT adalah istrinya sendiri dr MCB, serta dua anak sambung yaitu CSP dan ASP.
Dari keterangan kuasa hukum korban beberapa waktu lalu, terdakwa diketahui juga melakukan perbuatan yang sama dengan istri pertama dan berakhir perceraian. Namun saat itu majelis hakim militer hanya memvonis hukuman percobaan. Demikian pula saat kasus KDRT kedua, majelis hakim militer yang diketuai Letkol Chk Arif Sudibya, memvonis terdakwa 6 bulan namun tanpa dipenjara. Hakim juga memberi hukuman 8 bulan percobaan, yang artinya terdakwa baru bisa dipenjara enam bulan apabila melakukan perbuatan melanggar hukum atau disiplin militer semenjak putusan hingga delapan bulan ke depan.
Elfina mempertanyakan apa yang menyebabkan majelis hakim memberikan hukuman percobaan. Padahal sudah jelas bahwa istri mengalami KDRT dan ada bukti visum dipukul. Juga anak pertama lebih parah lagi menimbulkan gangguan penyakit lain. "Terdakwa anggota TNI harusnya mengayomi masyarakat, mengayomi unit terkecil saja tidak bisa dalam hal ini keluarga, lalu bagaimana bisa mengayomi masyarakat, terdakwa adalah dokter yang tugasnya menyembuhkan orang sakit dan bukannya menyakiti apalagi keluarga," kata Elfina, Selasa (14/1/2025).
Menurut Elfina, putusan itu tidak mempedulikan perlindungan terhadap hak korban. Apalagi restitusi ditolak oleh hakim, disebut Elfina lebih aneh lagi. Padahal Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) sudah memberi bukti kerugian yang harus dibayar pelaku. Sesuatu yang menjadi hak korban, kerugian atau biaya yang dikeluarkan seharusnya dibayar pelaku atau terdakwa.
"Dengan kredibilitas seorang anggota TNI dan dokter yang menjadi seorang residivis dan masih menjadi tersangka kasus lain masih dalam proses hukum, ini bukan sesuatu yang baik dilihat masyarakat, hakim harus berani mempertanggungjawabkan putusan yang diambil," kata Elfina.