Fedi Nuril Antusias Main Film tentang Poligami Lagi, Ternyata Kena Prank
JAKARTA - Nama Fedi Nuril selalu identik dengan peran Fahri dalam Ayat-Ayat Cinta dan Pras di Surga Yang Tak Dirindukan. Kedua karakter ini dikenal sebagai pria yang menjalani kehidupan poligami karena tuntutan keadaan, sehingga melekat erat dalam citra sang aktor.
Ketika Fedi Nuril mendapat tawaran membintangi film berjudul Satu Imam Dua Makmum, ia langsung antusias karena menduga film ini kembali mengangkat tema poligami. Namun, siapa sangka ia justru kena prank!
Saat pertama kali melihat judul film Satu Imam Dua Makmum, Fedi tanpa pikir panjang menerima tawaran tersebut. Ia yakin ini adalah film tentang seorang suami dengan dua istri, sesuai dengan peran-peran ikonisnya sebelumnya.
“Begitu masuk ruangan, duduk, dikasih lihat judulnya, saya langsung semangat. ‘Berangkat langsung!’ pikir saya,” ungkap Fedi dalam konferensi pers di kawasan Senayan, Jakarta Pusat, baru-baru ini.
Namun, setelah membaca naskahnya, Fedi sadar bahwa dugaannya salah besar. Film ini ternyata tidak membahas poligami, melainkan perjalanan emosional seorang pria yang belum bisa move on dari mendiang istrinya sambil mencoba mencintai istri barunya.
“Begitu dikasih script, saya baru sadar, ‘Oh bukan poligami ternyata.’ Judulnya menjebak! Awalnya saya harus mikir dulu karena ada image yang harus dijaga dan konsistensi peran yang saya pilih,” jelas Fedi.
Fedi mengakui, meskipun bukan tentang poligami, film ini justru menyuguhkan cerita yang jauh lebih emosional. Ia berperan sebagai Arman, seorang pria yang setia pada memori mendiang istrinya, namun dihadapkan pada tantangan untuk menerima istri baru.
“Menurut saya, ini lebih kompleks dan bahkan lebih ‘horor’ daripada sekadar cerita poligami. Untuk mendalami peran ini, saya sampai berkonsultasi dengan psikolog,” ujar Fedi.
Ia juga menyoroti konflik yang dialami oleh Anika (diperankan Amanda Manopo), istri baru Arman. Perjuangan Anika untuk bersaing dengan memori masa lalu suaminya menjadi salah satu tantangan emosional terbesar dalam cerita.
“Bersaing dengan memori itu berat. Kita tidak pernah tahu kapan seseorang bisa benar-benar mengikhlaskan masa lalunya,” ungkap Fedi.
Karakter Arman menurut Fedi adalah ujian kesetiaan yang unik. Bukan kepada dua wanita sekaligus, tetapi kepada memori mendiang istrinya sambil menerima kenyataan harus menjalani hidup baru dengan pasangan lain.
“Arman ingin tetap setia pada mendiang istrinya, tapi di sisi lain ada tekanan untuk mencari pasangan baru demi melanjutkan hidup,” jelasnya.
Fedi berharap film ini tidak hanya menyentuh sisi emosional penonton, tetapi juga memberikan pemahaman lebih dalam tentang proses berduka dan berdamai dengan kehilangan.
“Saya ingin penonton bisa memahami bagaimana rasanya berduka, dan bagaimana caranya hidup bersama seseorang yang masih dalam proses berdamai dengan rasa duka itu,” tutup Fedi.