Mengenal Terror Bird, Burung Predator Purba yang Sempat Jadi Puncak Rantai Makanan
Terror Bird merupakan predator berbulu berkaki dua dengan sayap kecil yang menguasai hutan dan dataran Amerika Selatan tak lama setelah dinosaurus mati. Pada zaman itu, hewan ini sempat menjadi puncak rantai makanan karena kebuasannya.
Dikutip dari AZ Animals, burung raksasa yang tidak bisa terbang ini, dicirikan memiliki paruh besar seperti senjata. Meskipun ukurannya besar, Terror Bird dapat berlari lebih cepat dari kuda yang ada saat ini.
Terror Bird memiliki nama ilmiah Phorusrhacos, dari genus besar burung yang tidak bisa terbang. Namanya memiliki arti pembawa kain dalam bahasa Latin untuk beberapa alasan yang tidak diketahui.
Namun, nama Terror Bird lebih umum digunakan untuk kelompok burung karnivora mengerikan yang menguasai ekosistem Amerika Selatan antara 60 juta dan 2 juta tahun yang lalu.
Phorusrhacos memiliki tinggi lebih dari 3 meter saat berdiri. Sehingga tidak diragukan lagi, burung ini menjadi salah satu predator puncak di wilayahnya dan mempertahankan tempat itu sampai predator besar lainnya seperti Harimau Saber-Tooth pindah ke Amerika Selatan dari Utara.
Para ilmuwan memperkirakan bahwa Terror Bird mungkin memiliki berat sekitar 130 kilogram. Burung ini memang tak bisa terbang, tapi tidak seperti burung unta yang memiliki kepala dan paruh yang relatif kecil. Kepala Terror Bird cukup besar, dan memiliki paruh menakutkan yang terlihat seperti burung pemangsa modern seperti elang.
Sayap kecil Phorusrhacos membuat burung itu tidak bisa terbang. Namun, sayapnya memiliki cakar tajam tidak biasa yang juga bisa digunakan sebagai senjata. Tapi mungkin senjata paling tangguh yang dimilikinya adalah paruh seperti kapak yang bisa merobek dan membunuh mangsanya seketika.
Phorusrhacos memiliki kaki kurus panjang yang beradaptasi untuk berlari. Kaki mereka memiliki sisik tebal dengan cakar yang tajam untuk menyerang mangsa. Langkah burung yang sangat panjang dan jantung yang besar memungkinkan burung tersebut dapat berlari lebih cepat daripada kuda.
Terror Bird adalah predator puncak yang mematikan pada masanya. Bukti fosil menunjukkan bahwa semua Phorusrhacids adalah karnivora. Lekukan ke bawah di ujung paruhnya yang kuat mirip dengan burung pemangsa modern.
Seperti banyak spesies burung yang masih ada dengan paruh seperti ini, kemungkinan besar mereka menggunakan paruhnya untuk mencungkil daging dari mangsanya. Awalnya, para ilmuwan mengira Phorusrhacos bisa menangkap mangsa dengan mulutnya dan menggoyakannya dari sisi ke sisi.
Namun, penelitian yang cermat terhadap tengkorak dan otot leher burung ini menunjukkan bahwa hewan ini tidak dapat melakukan itu.
Para ilmuwan juga memiliki pandangan berbeda yang terbagi atas teori bahwa burung itu bisa jadi adalah pemakan bangkai. Mereka memiliki pola makan yang bervariasi yang terdiri dari hewan yang lebih kecil dari mereka.
Untuk habitat dari Terror Bird, pada Periode Miosen Awal hingga Pleistosen Tengah merupakan puncak kekuasaannya.
Ini terjadi sekitar 20 juta hingga sekitar 1,8 juta tahun yang lalu. Selama waktu ini, Amerika Selatan adalah benua yang terisolasi, dan Phorusrhacos berkuasa sebagai predator teratas selama jutaan tahun.
Banyak dari fosil Terror Bird ditemukan di Santa Cruz Formation di Provinsi Santa Cruz, Argentina. Padang rumput, gurun, dan stepa menjadi ciri wilayah tersebut pada saat itu, dan Terror Bird diyakini menyukai padang rumput dan hutan sebagai habitatnya.
Jangkauan mereka mungkin telah mencakup wilayah Patagonia di ujung paling selatan Amerika Selatan, yang sekarang mencakup sebagian Argentina dan Chili. Untuk waktu yang lama, Phorusrhacos adalah burung terbesar di benua Amerika Selatan yang terisolasi.
Namun, munculnya Isthmus of Panama (jembatan darat yang menghubungkan Amerika Selatan dan Utara) 2,7 juta tahun yang lalu memungkinkan harimau sabertooth dan predator besar lainnya bermigrasi ke Amerika Selatan, mengubah keseimbangan kekuatan di daerah tersebut.
Ahli paleontologi asal Argentina, Florentino menemukan fosil Phorusrhacos pertama pada tahun 1887. Genus pertama yang diketahui diidentifikasi adalah Phorusrhacos longissimus, dan deskripsinya didasarkan pada fragmen tulang rahang.
Awalnya, burung raksasa itu dianggap sebagai mamalia herbivora karena ukurannya yang masif. Pada 1891, penemuan fosil lain menegaskan bahwa penemuan awal adalah seekor burung raksasa, bukan mamalia.
Fosil lainnya ditemukan di berbagai tempat di Provinsi Santa Cruz, Argentina. Penemuan fosil yang terbaru di Comallo, Argentina, mengungkapkan informasi baru tentang bentuk tengkorak burung.
Penemuan itu menegaskan bahwa hewan ini memiliki rostrum bengkok yang lebih dari setengah panjang tengkorak lainnya. Temuan baru-baru ini juga menunjukkan bahwa burung itu mungkin bisa berlari lebih cepat dari perkiraan awal.
Spesies tersebut diyakini punah bersama dengan predator terkemuka lainnya yang berasal dari Amerika Selatan seperti Sparassodonts dan buaya terestrial Sebecid.
(DRA)







