Istri Meninggal dan Dua Karyawan Divonis, Owner PT SKB Haji Halim Sesalkan Narasi Negatif PT GPU

Istri Meninggal dan Dua Karyawan Divonis, Owner PT SKB Haji Halim Sesalkan Narasi Negatif PT GPU

Terkini | palembang.inews.id | Sabtu, 14 Desember 2024 - 22:40
share

PALEMBANG, iNewspalembang.id - Pemilik Sentosa Group, Kemas Haji Abdul Halim Ali mengutarakan, kesedihannya terkait konflik salah satu perusahaannya PT Sentosa Kurnia Bahagia (SKB) dengan PT Gorby Putra Utama (PT GPU).  

Pengusaha terkemuka Palembang yang akrab disapa Haji Halim yang sudah berusia 87 tahun ini juga menyesalkan keputusan Pengadilan Negeri (PN) Lubuklinggau yang memvonis bersalah dua karyawannya, Bagio Wilujeng dan Djoko Purnomo di hari yang sama saat istrinya, Nyimas Hj Aminah, 83 tahun, wafat pada Rabu (11/12/2024) lalu.

“Pengadilan itu tempatnya mencari keadilan. Saya malu, saya minta maaf kepada mereka (Bagio dan Djoko). Salahnya apa?” ujar Haji Halim yang masih ditunjang selang oksigen itu, terbata-bata, saat ditemui usai acara tahlil di kediamannya di Palembang, Jumat (13/12/2024) malam.

Haji Halim mempertanyakan soal apa dasar hukumnya? Karena kedua karyawan tersebut hanya menjalankan prosedur dan mereka beritikad baik. Kemudian, sambung dia, pihaknya menyesalkan cara-cara yang digunakan PT GPU dengan menebar narasi negatif terkait dirinya dan karyawannya tersebut. Terlebih hal itu dilakukan PT GPU disaat kondisi sedang berduka.

“Pak, jangan begini caranya. Kita ada aturannya. Tolong tunjukkan satu saja lahan yang saya palsukan (dokumennya). Ada kok (saksinya) camat, kades, bupati. Sampai sekarang di pengadilan (putusan kasasi MA) menang, kok,” kata dia.

Sementara terpisah, Tim Kuasa Hukum PT SKB dari Firma Hukum Ihza & Ihza, Adnial Roemza menilai, sangat menyesalkan putusan majelis hakim PN Lubuk Linggau, yang memvonis bersalah kedua kliennya tersebut.

“Majelis hakim telah mengabaikan prinsip-prinsip hukum dan fakta-fakta persidangan,” ungkap Adnial saat dikonfirmasi, Jumat (13/12/24) malam.

Sebelumnya, PN Lubuklinggau memvonis Bagio dan Djoko masing-masing dua tahun penjara, karena dinyatakan terbukti melakukan pemalsuan dokumen dalam proses permohonan Hak Guna Usaha (HGU) di wilayah Kabupaten Musi Banyuasin (Muba), pada sidang Rabu (11/12/2024) lalu.

Terhadap putusan PN Lubuklinggau itu, Adnial menjelaskan, PN Lubuklinggau mengabaikan fakta hukum bahwa PT GPU tidak memiliki dasar hukum atas kepemilikan tanah di lokasi yang dipermasalahkan itu.

Apalagi kepemilikan HGU atas nama PT SKB itu telah diakui dan berkekuatan hukum tetap sesuai Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 554 K/TUN/2024 tertanggal 2 Desember 2024.

“Kalau memang hakim mau mencari kebenaran materiil, seharusnya tidak boleh mengabaikan fakta-fakta yang ada. Meski fakta tersebut datangnya belakangan,” jelas dia.

Tim Kuasa Hukum PT SKB dari Firma Hukum Ihza & Ihza lainnya, Satria Narayya menerangkan, bahwa Bagio dan Djoko hanya menjalankan pembebasan lahan serta pengajuan HGU berdasarkan konsultasi dan arahan.

Kemudian, ada legitimasi para pejabat dari instansi yang berwenang, yakni Kepala Desa Sako Suban dan Camat Batanghari Leko. Maka, unsur niat jahat (mens rea) yang menjadi inti dalam perkara pidana ini tidak terpenuhi.

“Ketidakpastian hukum yang timbul akibat sengketa batas wilayah seharusnya tidak dibebankan kepada mereka melainkan merupakan tanggung jawab penyelenggara negara,” terang dia.

Satria menyebut, ada indikasi pelanggaran terhadap prinsip negara hukum sebagaimana termaktub dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Kendati begitu, Tim Kuasa Hukum PT SKB menyatakan menghormati keputusan itu.

Kembali diuraikan Adnial, soal tudingan merekayasa dokumen tanah dan dokumen-dokumen lainnya sebagai syarat terbitnya HGU seperti dituduhkan PT GPU kepada PT SKB berbekal Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No 76/2014, justru bertentangan dengan undang-undang dan fakta di lapangan.

Sebab, pada saat gelaran Pilkada Muba 2024 pada November lalu, SD Negeri (SDN) Sako Suban digunakan sebagai Tempat Pemungutan Suara (TPS). Padahal, berdasarkan Permendagri No. 76/2014, TPS itu berada di wilayah Kabupaten Musirawas Utara (Muratara).

“Ini menunjukkan adanya tumpang tindih administratif yang berdampak pada aspek legal, sosial, dan politik di kawasan tersebut,” tandas dia.

 

Topik Menarik