Polinema Malang Kembangkan Pembangkit Listrik Hybrid Bertenaga Angin dan Sinar Matahari Pertama di Indonesia

Polinema Malang Kembangkan Pembangkit Listrik Hybrid Bertenaga Angin dan Sinar Matahari Pertama di Indonesia

Otomotif | BuddyKu | Senin, 19 September 2022 - 18:38
share

MALANG - Pembangkit listrik tenaga angin dikembangkan oleh Politeknik Negeri Malang (Polinema) sebagai sumber energi alternatif.

Menariknya pengembangan pembangkit listrik ini dipadukan dengan solar cell atau pembangkit tenaga surya, dengan sistem hybrid.

Terdapat dua instalasi Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) dan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dipadukan dan terpasang di lingkungan kampus.

Satu pembangkit listrik tenaga angin terpasang di dekat gedung perkuliahan bertipe Savonius 100 watt dan tenaga surya sebesar 200 watt, sedangkan satu lagi terpasang di dekat lapangan kampus bertipe Darrieus dengan 100 Watt dan 200 Watt.

Satu PLTB dan PLTS yang terpasang secara hybrid di dekat gedung perkuliahan memiliki tinggi tiang sekitar 10 meter lebih.

Di atasnya terdapat tiga meter turbin yang menggerakkan generator yang nantinya akan menjadi sumber listrik dan akan tersimpan di baterai.

Pemeliharaan rutin pun kerap dilakukan oleh para mahasiswa dan tim riset.

Biasanya tim riset menaiki PLTB dengan melakukan pengecekan di turbin dan generatornya.

Sementara di bagian baterainya pun perawatan dan pengawasan rutin juga dilakukan oleh tim riset.

Ketua tim riset tenaga listrik Polinema Mohammad Noor Hidayat mengatakan, awalnya timnya membuat riset tenaga listrik alternatif sejak tahun 2017.

Awalnya pengembangan hanya dilakukan di generatornya dan melakukan penyempurnaan beberapa bagian dari tenaga listrik tersebut.

Seiring waktu pengembangan pembangkit tenaga listrik tenaga angin dan surya oleh tim riset gabungan dari dosen dan mahasiswa Polinema.

"Awalnya memang masih prototipe, kita pengembangan dari turbin generator kita memang buatan sendiri, kita mendidik mahasiswa menggulung generator, membikin mahasiswa untuk membuat sendiri. Tentu awal-awal banyak kekurangan sampai akhirnya penyempurnaan sampai tahun kelima ini," ucap Mohammad Noor Hidayat, saat ditemui wartawan pada Senin (19/9/2022) di Polinema.

Menurutnya, pembangkit listrik tenaga angin yang dikembangkan Polinema tidaklah seperti pembangkit listrik tenaga angin dengan metode konvensional, melainkan dengan metode vertikal.

Pengembangan ini dilakukan setelah ia dan timnya melakukan riset pengembangan pembangkit listrik tenaga angin dan surya.

Pemasangan pembangkit listrik hybrid ini dilakukan di dua lokasi di kawasan kampus Polinema.

"Kami kembangkan turbin angin vertikal, kelebihannya dia berputar tidak bergantung arah angin, kalau pakai konvensional harus pakai pengarah, dan mungkin penambahan motor turbin. Kalau turbin yang kami kembangkan, dari manapun arahnya turbin akan tetap berputar," ungkapnya.

Noor Hidayat menambahkan, penggabungan dua tenaga listrik menggunakan sinar matahari dan angin, karena kondisi alam dan geografis wilayah.

Pasalnya angin di wilayah pegunungan khususnya di sekitaran kampus Polinema kurang stabil.

Hal ini disebabkan sedikitnya hembusan angin, dibandingkan dengan angin yang berada di pantai.

Secara perputaran tenaga listrik angin PLTB karya tim riset listrik Polinema menghasilkan putaran turbin 1 sampai 2 meter per detik, yang dinilai kurang maksimal menghasilkan energi listrik.

Maka dengan perpaduan tenaga matahari dalam pembangkit listrik diharapkan mampu menghasilkan sumber listrik yang maksimal.

Sehingga peralatan pembangkit listrik hybrid ini diklaim menjadi yang pertama di Indonesia.

"Bisa digunakan di daerah manapun, terutama di daerah terbuka, seperti di pegunungan atau pantai, keluarnya akan lebih stabil. Kalau dipasang di Polinema hanya 1-2 meter per second (detik), itu pun sudah bisa menghasilkan (listrik), tetapi output yang maksimal kalau speed angin 3-4 meter per sekon, itu bisa," terang dia.

Dari sumber angin tersebut, pembangkit listrik tenaga angin ini mampu menghasilkan tenaga listrik 100-150 watt untuk satu instalasi PLTB.

Tenaga listrik yang dihasilkan sudah mampu menerangi gasebo di bawahnya dan mencukupi kebutuhan listrik seluruh gasebo dan area sekitarnya.

Di sisi lain Irwan Heriyanto, anggota tim riset tenaga listrik mengungkapkan, selain dimanfaatkan oleh kampus, pembangkit listrik tenaga angin dan matahari, atau tenaga listrik hybrid ini juga telah dipasang di beberapa lokasi lain seperti tempat-tempat wisata Coban Talun, Coban Tarzan, Coban Jahe, dan Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat (Ballitas) Kementerian Pertanian di Karangploso, Kabupaten Malang.

Harapannya dengan pemasangan instalasi listrik bertenaga angin bisa meningkatkan perekonomian masyarakat di sekitar tempat-tempat wisata yang sulit dijangkau oleh aliran listrik PLN.

"Jadi maksimumnya hanya 900 watt per harinya, kalau dikalikan 30 hari satu bulan, kita sudah mendapat 24 kWh. Dan itu sangat cukup kalau untuk daerah terpencil, daerah yang remote, yang susah aliran listrik PLN. Di wisata hutan itu jarang teraliri listrik oleh PLN, inovasi kami dari Polinema ini untuk mengembangkan wisata di daerah-daerah, sehingga kalau di situ ada listrik, pengunjung akan tertarik untuk sekedar nge-charge handphone," jelas Irwan.

Menariknya peralatan pembangkit listrik tenaga angin dan surya ini dikembangkan perawatan dengan metode IoT yang bisa dipantau dari jarak jauh.

Pasalnya dikatakan Sapto Wibowo, medan yang sulit menuju lokasi menjadikan pemantauan peralatan cukup dikontrol melalui sistem smartphone android jarak jauh.

"Dengan teknologi IoT proses maintenance, proses pengecekan, bisa dilakukan secara remote atau jarak jauh, kalau memang dari data di Android menunjukkan satu ketidakberesan maka kita mengirimkan tim ke sana. Itu akan sangat menghemat waktu, daripada periodik kita ke sana, tapi nggak ada apa-apa," tutur Sapto.

Topik Menarik