Indonesia - Norwegia Kerjasama Pengurangan Emisi GRK Sektor Kehutanan

Indonesia - Norwegia Kerjasama Pengurangan Emisi GRK Sektor Kehutanan

Otomotif | BuddyKu | Selasa, 13 September 2022 - 13:17
share

KAKI BUKIT , Jakarta Indonesia dan Norwegia kembali menjalin kemitraan baru yang ditandai dengan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) atau Nota Kesepahaman tentang Partnership in Support of Indonesias Efforts to Reduce Greenhouse Gas Emissions from Forestry and Other Land Use oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya dan Menteri Iklim dan Lingkungan Norwegia Espen Barth Eide di Jakarta.

Sebelum penandatanganan MoU, pada Ahad, 11 September 2022, kedua menteri tersebut telah melakukan kunjungan dan penanaman mangrove ke lokasi prioritas rehabilitasi mangrove yang terletak di Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur (Kaltim) dan melakukan penanaman mangrove di Desa Sotek, Kecamatan Penajam, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kaltim.

Sementara itu penandatanganan MoU berlangsung di Kantor Kementerian LHK, Jakarta dengan disaksikan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi. Menurut Siti Nurbaya MoU ini akan memperkuat upaya Indonesia dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan.

Dalam keterangan resmi Kementeria LHK menyebutkan bahwa ruang lingkup kerja sama mencakup tujuh poin. Menurut Siti Nurbaya, Pertama, pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan dengan melindungi dan mengelola hutan dengan partisipasi masyarakat, termasuk masyarakat adat. Kedua, peningkatan kapasitas untuk memperkuat penyerapan karbon hutan alam melalui pengelolaan hutan lestari, rehabilitasi hutan dan perhutanan sosial, termasuk mangrove.

Ketiga, konservasi keanekaragaman hayati. Keempat, pengurangan emisi gas rumah kaca dari kebakaran dan kerusakan lahan gambut. Kelima, penguatan penegakan hukum. Keenam, komunikasi, konsultasi dan pertukaran pengetahuan pada lingkup internasional tentang kebijakan dan agenda iklim, kehutanan dan tata guna lahan; dan Ketujuh, pertukaran informasi dan pengetahuan pada tingkat teknis.

MoU ini tidak hanya mencerminkan kemitraan dan kesepakatan berbasis hasil kedua negara. Namun mencakup keterlibatan yang lebih luas terkait isu-isu iklim dan pengelolaan hutan di Indonesia, kata Menteri LHK Siti Nurbaya.

Selain itu MoU tersebut menekankan pentingnya manfaat yang dapat diberikan secara nyata dan langsung pada masyarakat, serta bagi kemajuan Indonesia sesuai dengan tata kelola dengan mengedapankan prinsip transparansi, akuntabel, inklusif, serta partisipatif. Seperti yang tercermin dalam upaya Indonesia untuk terus memperkuat partisipasi masyarakat adat dalam pengelolaan hutan lestari, antara lain melalui penetapan UU Cipta Kerja sebagai dasar hukum.

Sementara itu Menteri Barth Eide mengaku terkesan dengan perjuangan Indonesia dalam mengendalikan perubahan iklim khususnya melalui pengurangan emisi gas rumah kaca dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya atau Forestry and Other Land Use (FoLU red.). Indonesia adalah pemimpin global dalam mengurangi deforestasi, yang memberikan mitigasi iklim yang signifikan secara global serta perlindungan keanekaragaman hayati, katanya.

Menteri Barth Eide juga mengatakan, Keberhasilan ini adalah hasil dari peraturan Pemerintah yang kuat. Hari ini kami bangga memulai kemitraan baru untuk mendukung hasil mengesankan dan rencana ambisius pemerintah Indonesia, ujarnya.

Menteri Iklim dan Lingkungan Norwegia juga menegaskan bahwa kerjasama baru ini untuk memperkuat perjuangan melawan perubahan iklim dan untuk mengurangi emisi dari sektor hutan dan penggunaan lahan lainnya. Kerja sama internasional sangat penting untuk melestarikan ekosistem alami yang tak tergantikan dan mencapai ambisi iklim global di bawah Perjanjian Paris.


Menteri Luar Negeri Retno Marsudi yang menghadiri penandatanganan MoU mengharapkan agar komitmen kerjasama antara Indonesia dan Norwegia kali ini akan menjadi awal baru setelah kerjasama REDD+ pada tahun 2010 yang tidak dapat dilanjutkan.

MoU kali ini saya harap dapat mencerminkan pandangan bersama tentang pentingnya fondasi yang kuat berdasarkan kepercayaan, rasa hormat, dan kesetaraan. Menteri Siti Nurbaya telah berbagi komitmen Indonesia dalam mencapai target NDC dalam Perjanjian Paris. Presiden Jokowi juga memiliki keterikatan pribadi pada isu iklim. Jadi dari pihak kami saya percaya komitmen itu ada, dan hari ini kami telah menunjukkan bahwa kami serius tentang hal ini, katanya.

Menteri LHK Siti Nurbaya dan Menteri Iklim dan Lingkungan Norwegia Espen Barth Eide menanam mangrove di di Desa Sotek, Kecamatan Penajam, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kaltim.

Tanam Mangrove

Pada kunjungan ke Kaltim, Menteri Siti Nurbaya dan Menteri Espen Barth didampingi Wakil Menteri LHK, Alue Dohong, Kepala Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM), Hartono, Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) KLHK, Agus Justianto, Direktur Jenderal Pengendalian DAS dan Rehabilitasi Hutan (PDASRH) KLHK, Dyah Murtiningsih, serta para pejabat pimpinan tinggi dari KLHK, BRGM dan Kementerian Kelautan Perikanan.

Menteri Espen Barth Eide usai melakukan penanaman mangrove menyampaikan rasa senang dapat hadir di Desa Sotek, sebagai simbol untuk kerja sama kuat dan solid Indonesia dengan Norwegia. Kami bangga dan sangat menyukai kerja nyata Pemerintah Indonesia, Presiden Joko Widodo dan Menteri Siti yang fokus dalam agenda penyelamatan lingkungan, katanya.

Menurut Espen Barth Eide, ekosistem mangrove, serta kawasan hutan pada umumnya memiliki peran yang sangat penting bagi seluruh dunia, sebagai pengendali dampak perubahan iklim dengan menyerap emisi.

Desa Sotek sendiri termasuk salah satu wilayah kerja BRGM (Badan Restorasi Gambut dan Mangrove) dalam melakukan percepatan rehabilitasi mangrove. Desa ini berlokasi di Kecamatan Penajam, Kabupaten PPU. Tahun lalu, luas wilayah yang direhabilitasi mencapai 65 Hektar (ha). Ekosistem hutan mangrove di Desa Sotek merupakan Areal Penggunaan Lain (APL) sehingga rentan mengalami perubahan pemanfaatan.

Indonesia sendiri adalah salah satu negara yang memiliki kawasan mangrove terluas di dunia. Berdasarkan peta Mangrove Nasional pada tahun 2021, kawasan mangrove di Indonesia mencapai luasan sebesar 3.364.080 juta Ha.

Luasan tersebut kemudian terbagi menjadi beberapa kategori, yaitu mangrove lebat seluas 3.121.240 Ha atau 92,78% dari total luasan, kemudian mangrove sedang seluas 188.366 (5,60%), dan mangrove jarang seluas 54.474 Ha (1,62%).

Ekosistem mangrove memiliki fungsi yang sangat penting bagi lingkungan hidup dan ekonomi masyarakat di sekitarnya. Mangrove memberikan pengetahuan dan kesempatan untuk melihat satwa liar. Mangrove juga dapat tumbuh dekat dengan tempat wisata seperti terumbu karang dan pantai berpasir (IUCN, 2017).

Ekosistem mangrove juga berperan sebagai benteng untuk melindungi pantai dari abrasi, gelombang kuat, badai, dan naiknya permukaan laut (Beck et al., 2019). Mangrove merupakan habitat penting dan tempat berkembang biak ikan dan satwa lainnya.

Mangrove merupakan salah satu ekosistem yang paling efektif untuk menangkap, menyerap, dan menyimpan karbon dioksida (CO2) dari atmosfer (blue carbon). Mangrove menyerap CO2 dari atmosfer dan menyimpannya dalam biomassa dan tanah organik yang membuatnya tetap stabil. (maspril aries)

Topik Menarik