Kelompok Suporter Lupakan Rivalitas, Satu Suara untuk Usut Tuntas
Kami Arema, salam satu jiwa
Di Indonesia, kan selalu ada
Selalu bersama, untuk kemenangan
Kami Arema
LAGU khas Aremania itu dinyanyikan 300-an suporter berkostum serbahitam yang tergabung dalam Grassroot Bergerak saat corteo dari Wisma BNI 46 ke Bundaran HI pada kegiatan car free day, Jakarta, kemarin (30/10) pagi. Mereka bukan hanya pendukung Arema FC.
Melainkan juga berasal dari kelompok suporter beberapa klub di tanah air. Di antaranya, Persija Jakarta, Persebaya Surabaya, Persib Bandung, PSIS Semarang, dan Persitara Jakarta Utara.
Irlan Alarancia, perwakilan fans Persija, menjelaskan, kegiatan tersebut bertujuan untuk mengawal usut tuntas tragedi Kanjuruhan. Sebelumnya ada solidaritas dalam bentuk aksi 100 lilin, 1.000 lilin, salat Gaib, dan tahlilan. Itu bentuk solidaritas atas kejadian Kanjuruhan. Setelah ini apa, banyak yang bisa dilakukan. Kami tetap kawal usut tuntas Kanjuruhan itu di medsos, lalu aksi nyata seperti ini, terang dia kepada Jawa Pos .
Pihaknya menilai, sebulan setelah tragedi Kanjuruhan, sorotan mulai meredup. Berganti ramai tentang kongres luar biasa (KLB). Menurut dia, KLB itu bukan bagian dari usut tuntas. Melainkan upaya stakeholder tanah air untuk membenahi sepak bola sebelum liga kembali bergulir. Tapi, entar dulu. Kami pengin usut tuntas dulu ini. Ada tersangka, tapi apa sudah dipenjara. Lalu, ada penembakan gas air mata, tersangka baru enam. Itu yang kami pengin, benar nggak nih sudah ada yang ditersangkakan dan penjara, katanya.
Aksi kemarin pagi menjadi salah bukti nyata bahwa suporter peduli terhadap sepak bola Indonesia. Selama ini, kata dia, suporter mendapat stigma negatif. Orang bilang ketika rusuh, gimana mau maju sepak bola, kita suporternya pada rusuh. Sekarang nih teman-teman suporter ngumpul, cair, klub apa saja. Mau Viking, Bonek, The Jak, Aremania, mereka kumpul. Lupakan rivalitas. Lupakan yang selama ini mereka bermusuhan, tegas dia.
Ratusan kilometer dari Jakarta, di depan gate 13 Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Adityo Arsitomo melepas jaketnya kemarin pagi. Kausnya terlihat jelas: jersey hitam dengan lambang Persebaya Surabaya di dada kiri.
Bonek Medokan Ayu itu berdiri tegap. Di sekelilingnya banyak Aremania. Tapi, pria 27 tahun itu tidak keder. Tangannya memegang kantong kresek berisi bunga untuk nyekar.
Tangan kanan Adityo menabur bunga ke arah gate 13. Tiba-tiba, Chendy Laksmana mendekat. Dia memakai hoodie oranye. Di bagian belakang ada tulisan Jakmania. Dia anggota Jak Ngalam. Tidak ada rasa permusuhan. Chendy malah ikut Adityo menabur bunga.
Melihat itu, Ari Rahman mendekat. Dia adalah Aremania asal Wagir, Kabupaten Malang. Mereka bertiga kemudian melakukan tabur bunga bersama. Dilanjutkan berdoa bersama. Mereka terdiam setidaknya selama lima menit.
Citra selama ini, Bonek adalah musuh Aremania dan The Jak. Sebenarnya saya sempat waswas pas buka jaket. Takut karena pakai jersey Persebaya. Tapi, saya nekat saja. Wong tujuan saya ke sini (Kanjuruhan) baik kok. Saya ingin mendoakan para korban, tutur Adityo. Dia merasa tidak ada rivalitas dengan The Jak dan Aremania. Saya malah ingin semua suporter bersatu. Jangan musuhan, tegasnya.
Chendy pun demikian. Pria asli Jakarta itu lama tinggal di Malang. Saya merinding sekali setiap datang ke Kanjuruhan. Kok bisa kejadian kayak gini? beber alumnus Universitas Brawijaya tersebut. Dengan kejadian seperti ini, saya ingin tercipta perdamaian pada seluruh suporter di Indonesia, lanjut dia.
Bagaimana dengan Ari? Pria 47 tahun itu trenyuh begitu melihat Bonek datang ke Kanjuruhan. Apalagi, keponakannya turut menjadi korban tragedi. Saya ingin semuanya hop (stop). Wes gak onok musuhan maneh (Sudah tidak ada permusuhan lagi), tegasnya. Dia ingin tragedi itu menjadi momentum perdamaian. Kapan saya bisa tenang memakai jersey Arema di Surabaya? Saya juga ingin Bonek tenang saat memakai jersey Persebaya di Malang, kata pria yang mengidolakan Kuncoro itu.
Dia tidak mau permusuhan terus dipelihara. Toh, banyak orang Malang yang kerja di Surabaya. Begitu juga sebaliknya. Dua kota ini saudara. Mau sampai kapan musuhan terus? ujar Ari.
Dia menunggu momen perdamaian seluruh suporter di Indonesia. Adityo pun sama. Saya ingin Persebaya ke Malang tidak usah naik rantis. Cukup naik bus. Begitu juga Arema saat ke Surabaya. Semua seduluran, tandasnya.










