Saut Situmorang Soroti UU Kejaksaan: Jaksa-Jaksa yang Keren Dilindungi <i>Civil Society</i>

Saut Situmorang Soroti UU Kejaksaan: Jaksa-Jaksa yang Keren Dilindungi Civil Society

Nasional | okezone | Kamis, 23 Januari 2025 - 14:34
share

JAKARTA – Mantan Komisioner KPK, Saut Situmorang, menyoroti ketidakpastian dalam penegakan hukum yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan. Khususnya terkait ketentuan dalam Pasal 8 Ayat 5 yang menyebutkan bahwa proses hukum terhadap jaksa harus melalui izin Jaksa Agung. 

Hal tersebut dibahas dalam diskusi publik bertajuk “UU Kejaksaan antara Kewenangan dan Keadilan Masyarakat” yang digelar Forum Kajian Demokrasi Kita (FOKAD) di kawasan Jakarta Selatan, Kamis (23/1/2025).

“Prinsipnya, kita berada di tempat ketidakpastian yang cukup tinggi, adanya konflik kepentingan dan fairness. Bagaimana kita bisa menjabarkan hal ini terkait penegakan hukum dan antikorupsi,” ujar Saut.

Menurut Saut, jika pasal tersebut bertujuan melindungi jaksa yang menangani kasus besar, diperlukan kejelasan lebih rinci. 

“Kami paham jika pasal itu digunakan untuk melindungi jaksa-jaksa keren yang akan mengungkap korupsi besar. Namun, tanpa Jaksa Agung pun, mereka tetap bisa dilindungi, misalnya oleh civil society,” tuturnya.

Rawan Disalahgunakan

Senada dengan Saut, mantan Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu menilai bahwa Pasal 8 Ayat 5 perlu diatur lebih detail untuk mencegah penyalahgunaan. 

“Seharusnya, frasa melaksanakan tugas dan kewenangan dijelaskan secara definitif. Selain itu, jika dalam 1x24 jam Jaksa Agung tidak memberi izin, maka izin itu harus dianggap otomatis diberikan,” ujarnya.

Selain itu, ia juga menyoroti kemunduran dalam kualitas hukum akibat pasal ini. Karena izin seperti ini pernah ada sebelumnya yakni di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan sudah dihapus, tetapi kini muncul kembali di Kejaksaan. 

“Ini menunjukkan upaya menebalkan imunitas jaksa, bahkan sudah dilegalisasi melalui undang-undang,” kata dia.

 

Sementara itu, Ahli hukum pidana Abdul Fickar Hadjar memandang bahwa perizinan seperti yang diatur dalam Pasal 8 Ayat 5 sebenarnya tidak diperlukan. “Ketika jaksa menangani perkara, itu sudah menjadi kewenangan penuh, sehingga tidak perlu lagi perizinan dari atasan,” katanya.

Fickar juga mengkritik potensi intervensi yang justru terpusat di tangan Jaksa Agung. Karena semangat awal UU ini bertujuan untuk menghindari intervensi dari pihak luar, 

“Tetapi ini justru semakin memusatkan intervensinya di Jaksa Agung,” tambahnya.

Pasal ini juga turut mengundang Akademisi Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (UGM), Zainal Arifin Mochtar, untuk berkomentar, dimana dia menilai UU Kejaksaan 2021 dibuat dalam kondisi yang tidak ideal. “Kita tahu ada kewenangan yang terlalu banyak ingin ditarik. Hal ini menciptakan ketidakseimbangan dalam penegakan hukum,” tandasnya.
 

Topik Menarik