Disebut Prof Romli Bisa Disangkakan Pasal Fitnah dan ITE, Mahfud: Tak Apa, Perbedaan Pendapat

Disebut Prof Romli Bisa Disangkakan Pasal Fitnah dan ITE, Mahfud: Tak Apa, Perbedaan Pendapat

Nasional | okezone | Rabu, 1 Januari 2025 - 09:35
share

JAKARTA - Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menanggapi perihal pernyataan Guru Besar hukum Pidana Universitas Padjadjaran (Unpad) Prof Romli Atmasasmita soal memaafkan koruptor.

Romli menganggap Mahfud bisa dipidana pasal fitnah dan UU ITE karena menyebut tidak boleh ada pemberian maaf secara diam-diam kepada koruptor.

"Prof Romli menganggap saya salah karena tak bertanya dulu kepada ahlinya terkait pemberitaan maaf oleh Presiden kepada koruptor. Saya juga menganggap Prof. Romli salah karena tidak bertanya dulu kepada saya tentang apa yang saya katakan atau tidak mendengar sendiri apa yang saya katakan di Podcast Terus Terang Episode 34 tanggal 24 Desember 2024," kata Mahfud dalam keterangan yang di unggah di Instagram pribadinya, Rabu (1/1/2025).

Mahfud menjelaskan bahwa permasalahan  diawali oleh Presiden Prabowo yang mengatakan akan memberi kesempatan kepada koruptor untuk dimaafkan secara diam-diam, yang telah melakukan korupsi dan bersedia mengembalikan hasil korupsinya. 

Hal itu disampaikan Prabowo saat berpidato di hadapan mahasiswa di Al Azhar Conference Center, Universitas Al Azhar, Kairo, Rabu, 18 Desember 2024 lalu.

"Saya bilang, pemberian maaf kepada koruptor tak bisa dilakukan. Kalau itu dilakukan, maka bertentangan dengan hukum. Tak boleh ada pemberian maaf secara diam-diam kepada koruptor," kata Mahfud.

 

Beberapa menteri, kata Mahfud, memberikan penjelasan mengenai pemberian maaf kepada koruptor. Menurut Menko Kumham Impas, Yusril Ihza Mahendra, menyebut Presiden bisa memberi amnesti. Lalu, Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, yang menyebut soal mekanisme denda damai di UU Kejaksaan. 

"Tak apa, itu semua perbedaan pendapat. Saya tetap bilang, tetap tak boleh memaafkan koruptor secara diam-diam. Saya tahu betul bahwa Presiden bisa memberi amnesti, tapi tak bisa dilakukan secara diam-diam. Pemberian amnesti harus dibicarakan dengan DPR. Semua amnesti dilakukan terbuka, tak ada yang diberikan diam-diam. Amnesti Pajak juga disepakati DPR melalui perdebatan yang terbuka dan panas hingga dibuat dulu UU Tax Amnesty. Jadi, soalnya terletak pada memberi maaf dan mengembalikan uang korupsi secara diam-diam," ungkapnya.

Pemerintah sendiri, kata Mahfud, sudah memberikan klarifikasi bahwa denda damai yang dimaksud hanya bisa dilakukan dalam tindak-tindak pidana ekonomi, bukan tindak pidana korupsi. Antara lain sudah disampaikan Menteri Hukum maupun Kapuspenkum Kejaksaan Agung.

Menurutnya, jika pemerintah mengampuni koruptor secara diam-diam atau tanpa UU Pemaafan, bisa diartikan ikut melakukan korupsi. Sebab, lanjutnya, hal itu dapat diartikan membuka jalan bebas yang memperkaya orang lain atau korporasi, secara melanggar hukum dan merugikan keuangan negara.

"Itu tafsir 'jika' hal itu dilakukan, di mana unsur fitnah dan pencemaran nama baik atas pendapat tersebut? Saya bilang 'jika' itu dilakukan oleh Presiden, nyatanya tidak dilakukan. Jadi, tidak ada berita bohong dan fitnah di sini. Pernyataan Presiden tersebut nyata adanya dan rekamannya beredar luas berulang-ulang. Hanya saja, sekarang sudah dikoreksi oleh Pemerintah, termasuk oleh Presiden sendiri," kata Mahfud.

"Presiden Prabowo sendiri juga sudah melakukan koreksi pada Sabtu 28 Desember 2024. saat berpidato di Puncak Perayaan Natal Nasional 2024 di Indonesia Arena, Kawasan GBK, Jakarta," tandasnya.
 

Topik Menarik