Mengenal Pangulu Istana, Jabatan Tertinggi Keagamaan di Era Mataram Islam
Pangulu istana atau jabatan tokoh agama, konon mendapat jabatan tertinggi di bidang keagamaan semasa Kerajaan Mataram Islam. Konon jabatan ini diemban oleh seseorang yang mempunyai pengaruh kuat, dan ilmu keagamaan tinggi.
Tak hanya sekedar jabatan saja, di dalam istana , pengulu diberi tugas memimpin upacara-upacara keagamaan, berdoa untuk keselamatan negara, dan keluarga raja, menguatkan dalam upacara pelantikan raja baru, memberikan pengajaran agama kepada kerabat raja, dan sebagainya.
Meskipun dalam menjalankan tugas sering kali berada di dalam keraton, tempat kediaman pengulu ini biasanya di dekat Masjid Besar Negara yang berada di dekat alun-alun. Di dalam keraton terdapat masjid khusus untuk para punggawa dan keluarga raja, dikutip dari buku "Sejarah Nasional Indonesia IV : Kemunculan Penjajahan di Indonesia".
Jabatan keagamaan ini juga terdapat di unit administrasi tingkat bawahannya, seperti kewedanaan-bupati, kabupaten, dan di kelurahan atau patinggen. Dibandingkan dengan pengulu yang ada di daerah-daerah, pengulu istana dipandang sebagai Pengulu Ageng atau Pengulu Besar.
Pada pandangan orang Jawa, ulama-ulama keraton ini kecuali mempunyai pengetahuan yang mendalam mengenai soal-soal agama, juga dianggap orang yang mempunyai kekuatan magis, orang yang keramat.
Ulama-ulama istana juga dianggap mahir dalam ilmu nujum, ilmu mantera, ilmu gaib, dan sebagainya. Di dalam Perang Cina di Kartasura, peran Haji Mahbub dan Haji Mataram sebagai penafsir mimpi disebut-sebut, yaitu waktu pasukan Kartasura akan menyerang benteng Kompeni di Semarang.
Pengaruh para ulama istana adakalanya begitu kuat sehingga dapat mempengaruhi politik pemerintahan raja. "Babad Pakepung" menyebutkan betapa kuatnya pengaruh empat orang ulama keraton yang bernama Bahman, Nursaleh, Wirodigjo, dan Panengah, pada diri Sunan Pakubuwono IV.
Pengaruh kuat para ulama juga tampak pada bidang kemiliteran Nasihat para ulama sangat diperlukan untuk menentukan hari atau saat penyerangan terhadap musuh karena ulama-ulama istana juga dianggap mahir dalam ilmu menghitung.