Heboh Kasus Bayi Tertukar Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih, Polisi: Kita Selidiki!
JAKARTA - Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Susatyo Purnomo Condro menyebut pihaknya turut menyelidiki kasus bayi diduga tertukar yang terjadi Rumah Sakit Islam Jakarta (RSIJ). Bayi yang diduga tertukar itu dalam kondisi meninggal dunia.
"Sejak awal kejadian kami sudah melakukan penyelidikan," kata Susatyo saat dihubungi wartawan, Jumat (13/12/2024).
Susatyo menjelaskan, kini pihaknya sedang menunggu hasil tes DNA yang akan dilakukan pihak rumah sakit.
"Mengikuti perkembangan tes DNA yang rencana akan segera dilaksanakan," sambung Susatyo Purnomo.
Adapun, peristiwa ini bermula dari seorang pria berinisial MR (27) yang menduga bayinya tertukar. Dia menceritakan ketika istrinya yang hamil tua mengalami kontraksi pada tanggal 15 September 2024 lalu.
Kemudian, ia pun membawa istrinya ke salah satu klinik di kawasan Cilincing, Jakarta Utara. Namun, saat itu, klinik tersebut merujuk istrinya ke rumah sakit di kawasan Cempaka Putih, Jakarta Pusat.
“Jadi kan dapat rujukan tanggal 15 September 2024 ini, hari minggu. Saya dirujuk dari klinik karena ini ke rumah sakit Cempaka Putih oleh dokter,” kata dia kepada wartawan, Selasa (10/12/2024).
MR mengaku istrinya mendapatkan rujukan ke rumah sakit tersebut lantaran air ketubannya kering sehingga perlu penanganan medis lebih lanjut. Sesampainya di rumah sakit, istrinya pun dioperasi pada tanggal 16 September 2024.
Setelah lahir, kata MR, pihaknya tidak diizinkan untuk melihat bayi tersebut. Dia menuturkan, hanya bertemu bayi tersebut pada saat mengadzankannya.
“Soalnya dari awal habis operasi istri saya, itu bayi nggak diperlihatkan ke ibunya. Jenis kelaminnya pun, seluruh badan anggota tubuhnya pun nggak diperlihatkan sama saya dan istri saya. Ketika itu saya cuma datang dipanggil untuk mengazankan bayi tersebut,” ujar dia.
Pada sore harinya, MR diberitahu oleh pihak RS jika bayinya dalam kondisi kritis. Pihak RS pun meminta MR untuk menandatangani dokumen untuk memasang oksigen tambahan.
“Setelah itu dia minta izin untuk saya menandatangani. Tapi saya nggak sempat saya baca semua. Saya katanya, pak tanda tangan dulu aja pak. Katanya ini surat izin untuk memasang oksigen tambahan. Gitu doang ngomongnya gitu, oksigen tambahan,” ungkapnya.
Keesokan harinya, MR diberi tahu oleh pihak RS bahwa bayinya sudah meninggal dunia. MR mengaku tak sempat melihat kondisi tubuh anaknya bahkan hanya menerima jasad bayinya dari rumah sakit sudah dalam kondisi terbungkus kain kafan.
Setelah itu, pihak RS meminta MR untuk memakamkan jasad bayi tersebut. MR pun memakamkan jasad anaknya di tempat pemakaman umum (TPU) di kawasan Cilincing.
Sehari setelahnya, istri MR meminta agar makam tersebut dibongkar karena ingin melihat jasad anaknya. MR pun meminta izin pada pihak TPU untuk membongkar makam tersebut.
Saat itu, kata dia, Pihak TPU memberikan izin dengan syarat tidak memviralkan terkait pembongkaran makam tersebut. Setelah dibongkar, MR dan pihak keluarga lainnya kaget melihat kondisi jasad bayi tersebut.
Menurut MR, jasad bayi yang ada di dalam kubur itu berbeda dengan apa yang tercatat di rekam medis rumah sakit. Bayi yang MR kuburkan tingginya sekitar 70-80 sentimeter (cm), sementara yang tertulis di catatan medis hanya 47 cm.
“Bayi saya itu panjangnya lebih dari 47 cm. Jadi itu bisa sampai 60-80 cm. Itu bukan bayi satu hari,” kata dia.