Komdigi: Judi <i>Online</i> Bukan Hanya Mempertaruhkan Uang, tapi Masa Depan dan Keluarga

Komdigi: Judi Online Bukan Hanya Mempertaruhkan Uang, tapi Masa Depan dan Keluarga

Nasional | okezone | Jum'at, 13 Desember 2024 - 12:29
share

JAKARTA — Maraknya praktik judi online (judol) di berbagai kalangan menjadi perhatian serius. Berdasarkan data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), jumlah pemain judi online di Indonesia tercatat telah mencapai empat juta orang.

Hal ini disampaikan oleh Direktur Tata Kelola dan Kemitraan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Digital, Hasyim Gautama, dalam pembukaan acara Peningkatan Kapasitas Penyuluh Informasi Publik Tahun 2024 bertajuk “Judol Gak Bikin Untung, Malah Buntung” di Bandung.

“Kementerian Komunikasi dan Digital berkomitmen memberantas judi online melalui pemblokiran konten ilegal dan peningkatan literasi digital. Ini menjadi salah satu prioritas utama kami,” ujar Hasyim.

Ia menambahkan bahwa selain memberantas judi online, pihaknya juga fokus pada pinjaman online ilegal yang banyak merugikan masyarakat. Untuk itu, diperlukan pendekatan simultan antara penegakan hukum dan edukasi publik.

“Penyuluh Informasi Publik (PIP) sebagai mitra pemerintah memegang peran penting dalam melakukan kampanye stop judi online kepada masyarakat melalui kegiatan rutin penyuluhan tatap muka,” jelasnya.

Hasyim berharap diseminasi informasi yang dilakukan oleh PIP mampu membangun kesadaran kolektif untuk melawan aktivitas judi online sekaligus meningkatkan kepekaan untuk melaporkan konten atau aktivitas mencurigakan yang terkait perjudian.

Dalam kesempatan yang sama, Staf Ahli Menkomdigi Bidang Sosial, Ekonomi, dan Budaya, Wijaya Kusumawardhana, menegaskan bahwa segala pertaruhan yang melibatkan uang dapat dikategorikan sebagai judi. Sedangkan judi online menurutnya melibatkan taruhan uang dan berlangsung melalui jaringan internet.

“Pelaku judi online ini mulai dari usia di bawah 10 tahun hingga di atas 60 tahun, jumlahnya sangat marak dan korbannya makin lama makin banyak, inilah yang perlu kita cegah dan hindari,” katanya.

Menurut Wijaya faktor ekonomi, waktu senggang, dan budaya konsumtif menjadi pemicu utama maraknya judi online. “Banyak yang tergiur easy money atau uang yang didapat dengan mudah. Namun mereka lupa justru di awal mereka untung, belakangnya buntung,” tegasnya.

Kerugian dari judi online tidak hanya berupa kerusakan ekonomi, tetapi juga sosial dan kesehatan mental. Oleh karena itu, Wijaya mengimbau masyarakat untuk memanfaatkan waktu luang dengan kegiatan produktif dan bermanfaat. 

 

“Judi itu bukan hanya mempertaruhkan uang. Tapi mempertaruhkan masa depan diri sendiri, keluarga, dan masa depan anak-anak kita. Pelaku dan bandar judi online bukanlah korban, karena mereka dengan sengaja melakukan judi. Korban sebenarnya adalah keluarga yang kehidupannya bergantung pada pelaku,” tandasnya.

Sementara itu, Immanuel P.L. Tobing selaku Kanit 3 Subdit 1 Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri yang juga hadir sebagai narasumber, menjelaskan bahwa pihaknya sudah sering kali melakukan penindakan terhadap para pelaku perjudian online untuk menekan penggunaannya seminim mungkin.

“Kami telah melakukan pemblokiran website dan pemblokiran keuangan atau perbankan terkait penggunaan pelaku perjudian. Serta telah melakukan penangkapan terhadap para pelaku mulai dari level marketing hingga pengelola,” ujarnya.

Immanuel mengaku bahwa salah satu kesulitan dalam memberantas judi online ini karena lokasi operasional bandar judi berada di negara-negara yang melegalkan perjudian, seperti Malaysia, Thailand, India, Kamboja, Filipina, dan China. 

“Para Bandar ini ketika melihat pasar Indonesia, mereka sangat tergiur. Terlebih Indonesia itu masyarakatnya sangat suka dengan perjudian, itu lah yang membuat pasar perjudian di Indonesia sangat aktif,” tambahnya.

Ia menegaskan bahwa judi online tidak akan pernah memberikan keuntungan besar bagi para pelakunya karena sudah diatur bahwa perjudian hanya akan menguntungkan para bandar. Oleh karena itu, masyarakat harus menjauhi aktivitas merugikan tersebut.

Kegiatan ini menjadi bagian dari upaya Kementerian Komunikasi dan Digital untuk meningkatkan kapasitas PIP sebagai mitra pemerintah dalam menyampaikan informasi publik khususnya bagi masyarakat di daerah terdepan, terluar, tertinggal (3T) serta daerah lain yang membutuhkan penyuluhan secara langsung (tatap muka).
 

Topik Menarik