Komnas Perempuan Soroti Isu Poligami dan Seksis pada Pilkada 2024
JAKARTA - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyoroti isu poligami dan narasi seksis yang muncul dalam kampanye calon kepala daerah di Pilkada 2024.
Menurut Wakil Ketua Komnas Perempuan, Olivia Chadidjah Salampessy, poligami merupakan bentuk kekerasan terhadap perempuan, yang mengancam hak-hak perempuan dan merendahkan posisi mereka dalam proses politik.
"Kami dari Komnas Perempuan menyayangkan bentuk-bentuk kekerasan yang ditampilkan oleh calon kepala daerah, seperti praktik poligami serta narasi diskriminatif yang merendahkan perempuan dalam kampanye dan debat publik," ujar Olivia melalui keterangan resminya dikutip Minggu (17/11/2024).
Olivia menilai, dalam proses demokrasi seperti Pilkada, perempuan tidak boleh hanya dilihat sebagai objek yang dibicarakan atau dimanfaatkan, tetapi harus dihargai sebagai subjek dengan hak dan suara yang sama pentingnya.
Atas dasar itu, kata Olivia, peran pengawasan dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sangat penting untuk memastikan bahwa calon kepala daerah menggunakan narasi kampanye yang menghormati kesetaraan gender.
"Ini bukan sekadar urusan kampanye, tetapi menyangkut kepentingan publik. Penyelenggara harus mengawasi dan memastikan kampanye bebas dari narasi yang merendahkan perempuan, apalagi sudah ada PKPU yang mengatur soal kampanye" tambahnya.
Dalam upaya mendukung Pilkada 2024 yang berkualitas, Komnas Perempuan memandang penting untuk terus melanjutkan kampanye JITU (Jeli, Inisiatif, Toleran, Ukur). Program JITU, yang sudah dimulai dari 2009, bertujuan mendidik masyarakat agar dapat memilih calon pemimpin yang memiliki komitmen pada pemenuhan hak asasi manusia dan hak konstitusional perempuan, berperspektif kebangsaan dan kebhinekaan.
Menurut Olivia, program JITU melibatkan jaringan masyarakat sipil di seluruh Indonesia untuk membantu pemilih mengidentifikasi calon yang benar-benar berkeadilan gender dan tidak melakukan kekerasan simbolik terhadap perempuan.
Data Komnas Perempuan menunjukkan bahwa kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia masih tinggi, dengan lebih dari 339.782 kasus dilaporkan pada 2023. Selain itu, kebijakan diskriminatif juga tercatat masih marak dengan 305 peraturan daerah yang dianggap merugikan hak-hak perempuan.
Dengan adanya kampanye JITU ini, Komnas Perempuan berharap pemilih di Pilkada 2024 lebih jeli dalam menilai calon kepala daerah, terutama terkait komitmen mereka terhadap isu kesetaraan gender dan hak perempuan.
"Kita perlu calon kepala daerah yang menghargai perempuan bukan hanya sebagai elemen masyarakat, tetapi sebagai subjek yang setara dalam demokrasi," pungkasnya.