Sejarah Childfree, Budaya Barat yang Kini Jadi Fenomena di Kalangan Perempuan Indonesia
Persentase perempuan childfree di Indonesia cenderung meningkat dalam empat tahun terakhir. Tercatat, setidaknya ada 8 persen atau sekira 71 ribu perempuan di Indonesia memilih childfree. Data tersebut berdasarkan Kajian Badan Pusat Statistik dari hasil Susenas.
Kajian ini dihitung dari perempuan berusia 15-49 tahun yang pernah menikah namun belum pernah memiliki anak. Namun dengan tren kenaikan yang ada, fenomena childfree memang berkontribusi signifikan terhadap penurunan total fertility rate (TFR) di Indonesia.
Lantas, bagaimana sebenarnya sejarah dari childfree sendiri? berikut ulasannya, melansir dari berbagai sumber.
Childfree merupakan sebuah pilihan bagi pasangan yang sudah menikah untuk berkomitmen tidak mempunyai anak. Fenomena childfree juga dapat diartikan sebagai seorang pasangan yang beranggapan hanya cukup menikah dan hidup bersama sampai tua tanpa mengurus seorang anak.
Calon Wali Kota Supian Suri Respon Positif Usulan Warga Agar SD Pondok Cina 1 Jadi Sekolah Menengah
Di Indonesia sendiri istilah childfree sudah banyak diketahui oleh beberapa lapisan masyarakat. Banyak juga masyarakat yang sudah menerapkan prinsip ini ketika mereka membangun sebuah rumah tangga. Berbeda dengan istilah childless, childfree lebih ditekankan kepada pilihan hidup masing-masing pasangan tanpa dorongan ataupun hambatan dari luar.
Dapat dikatakan bahwa childfree adalah pilihan hidup seseorang dari dalam dirinya sendiri bersama pasangannya tanpa adanya pemaksaan.
Istilah Childfree sebenarnya sudah ada sejak dulu, tepatnya pada akhir abad ke 20 yang dikemukakan oleh St. Augustine sebagai pengikut kepercayaan Maniisme. Ia percaya, bahwa membuat anak adalah suatu sikap tidak bermoral, dan dengan demikian (sesuai sistem kepercayaannya) menjebak jiwa-jiwa dalam tubuh yang tidak kekal.
Kemudian istilah childfree mulai berkembang dan mendapat banyak perhatian dari para orang tua. Khususnya, perempuan yang pada seiring zaman dengan kesibukannya dan pemikirannya mulai menggunakan istilah childfree ini sebagai sebuah pilihan untuk hidup hanya bersama pasangannya tanpa seorang anak.
Childfree yang dimaksudkan adalah bukan sekedar pilihan untuk tidak memiliki anak secara biologis, namun juga tidak ingin memiliki anak baik itu adopsi.
Budaya orang Barat
Sejarah childfree dimulai di Eropa, sehingga sebenarnya pilihan akan kebebasan untuk tidak memiliki anak ini adalah budaya orang barat yang kemudian diadaptasi atau ditiru oleh masyarakat Indonesia. Pada mulanya childfree merupakan hal yang lazim terjadi di pedesaan Eropa sekitar awal tahun 1500-an yang pada saat itu tidak ingin memiliki anak.
Pasalnya, mereka memilih fokus berkarier dibandingkan harus menikah muda sehingga sudah menjadi kebiasaan perempuan pada zaman itu di pedesaan Eropa. Hal tersebut cenderung bertahan lama hingga pada tahun 1800-an di Eropa dan Amerika Serikat memasuki era industri, di mana pada saat itu industrialisasi dan pertumbuhan ekonomi berkembang sangat pesat.
Saat itu, kebanyakan perempuan juga ikut andil masuk ke dalam industri yang akhirnya para wanita merasa lebih nyaman hidup sendiri. Sekalipun para wanita industri sudah menikah mereka tetap tidak goyah dalam mengambil pilihan childfree.
Seiring bergantinya zaman childfree sudah menjadi budaya yang lazim bagi orang barat sehingga tidak menimbulkan sebuah kontroversi akan pilihan tersebut. Sepanjang sejarah tren childfree ini naik turun sesuai dengan angka kelahiran di tiap negara, jika sedang meningkat maka tren childfree menurun.
Namun, zaman yang begitu canggih lagi angka kelahiran yang memuncak bisa diatasi dengan alat kontrasepsi sehingga tren childfree mulai meningkat kembali hingga sekarang di barat.
Fenomena childfree di Indonesia
Jika di barat childfree sudah populer sejak jaman dulu pada kurun waktu 1800 an, berbeda dengan di Indonesia. Pada zaman dahulu jarang ada yang memilih untuk childfree atau bahkan tidak ada sama sekali karena masa industrialisasi dan pandangan masyarakat yang berbeda tentang memiliki seorang anak.
Jika di barat pada zaman dahulu para wanita sibuk berkarier hingga tidak ingin mempunyai anak, di Indonesia justru kebalikannya, masyarakat Indonesia menganggap bahwa banyak anak banyak rejeki. Pemikiran banyak anak banyak rejeki dimulai pada tahun 1830-1870 an, masa d imana Indonesia dijajah oleh bangsa barat yaitu tanam paksa.
Adanya sistem tanam paksa tersebut menghadirkan pikiran masyarakat pribumi untuk menambah banyak keturunan agar dapat membantu orangtuanya bekerja.
Adanya sistem tersebut membuat pandangan mengenai keuntungan memiliki anak banyak terus mengakar di pikiran masyarakat Indonesia sampai kemerdekaan Indonesia terjadi pada tahun 1945.
Kemudian semakin bertambah majunya sistem di Indonesia, pemikiran masyarakat juga mulai berubah dan konsep childfree juga mulai menyebar luas di segala lapisan masyarakat. Tak hanya itu, masyarakat juga mulai banyak yang menerapkan konsep ini dalam kehidupan pernikahan mereka.
Baru-baru ini, sekitar 2 tahun terakhir konsep childfree sedang marak diperbincangkan di Indonesia khususnya di media sosial karena pilihan hidup ini menuai pro dan kontra dalam masyarakat.