Pertama Kali, Putra Mahkota Arab Saudi Sebut Israel Lakukan Genosida di Gaza
RIYADH - Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman telah mengutuk tindakan Israel di Gaza sebagai "genosida" dalam sebuah kritik publik paling keras terhadap rezim zionis itu oleh pejabat Saudi sejak perang dimulai pada 7 Oktober tahun lalu.
Berbicara di sebuah pertemuan puncak para pemimpin Muslim dan Arab, MbS, sapaan sang Putra Mahkota, juga mengkritik serangan Israel terhadap Lebanon dan Iran. Peringatan MbS terkait Iran, menjadi pertanda membaiknya hubungan antara RIyadh dengan Teheran.
Pemimpin de facto Saudi tersebut bergabung dengan para pemimpin lain yang hadir dalam menyerukan penarikan total Israel dari Tepi Barat dan Gaza.
Sementara itu, menteri luar negeri Arab Saudi mengatakan bahwa perang di Gaza tidak dihentikan karena "kegagalan masyarakat internasional", dan menuduh Israel menyebabkan kelaparan di wilayah tersebut.
"Kegagalan utama masyarakat internasional adalah mengakhiri konflik langsung dan mengakhiri agresi Israel," kata Pangeran Faisal Bin Farhan Al-Saud, sebagaimana dilansir BBC.
Perang di Gaza dipicu oleh serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, yang menyebabkan ratusan orang bersenjata memasuki Israel selatan. Sekira 1.200 orang tewas dan 251 lainnya disandera.
Israel membalas dengan meluncurkan kampanye militer untuk menghancurkan Hamas, yang telah menewaskan lebih dari 43.400 orang di Gaza, menurut kementerian kesehatan yang dikelola Hamas.
Sebuah laporan oleh Kantor Hak Asasi Manusia PBB menemukan bahwa hampir 70 korban yang diverifikasi selama periode enam bulan di Gaza adalah wanita dan anak-anak.
Para pemimpin di KTT tersebut juga mengutuk apa yang mereka gambarkan sebagai "serangan berkelanjutan" Israel terhadap staf dan fasilitas PBB di Gaza.
Bulan lalu, Knesset meloloskan RUU untuk melarang UNRWA, badan pengungsi Palestina PBB, beroperasi di Israel dan menduduki Yerusalem Timur, menuduh organisasi tersebut berkolusi dengan Hamas.
Beberapa negara, termasuk Amerika Serikat (AS) dan Inggris, telah menyatakan keprihatinan serius tentang langkah yang membatasi kemampuan badan tersebut untuk mentransfer bantuan ke Gaza.
Di balik pertemuan puncak yang dihadiri banyak orang itu, adalah kembalinya Donald Trump ke Gedung Putih.
Para pemimpin Teluk menyadari kedekatan Trump dengan Israel, tetapi mereka juga memiliki hubungan baik dengannya, dan ingin dia menggunakan pengaruhnya dan kegemarannya membuat kesepakatan untuk mengakhiri konflik di wilayah ini. Di Arab Saudi, Trump dipandang jauh lebih baik daripada Joe Biden, tetapi rekam jejaknya di Timur Tengah beragam.
Trump membuat marah dunia Muslim dengan mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel serta aneksasi Dataran Tinggi Golan yang diduduki. Trump juga mengamankan Perjanjian Abraham pada tahun 2020 yang membuat UEA, Bahrain, dan Maroko menjalin hubungan diplomatik penuh dengan Israel dan Sudan setuju untuk melakukannya.