Apa Itu Flexing yang Kerap Membuat Netizen Kesal

Apa Itu Flexing yang Kerap Membuat Netizen Kesal

Terkini | okezone | Kamis, 26 September 2024 - 20:04
share

FLEXING menjadi populer seiring dengan banyaknya konten di media sosial. Konten-konten flexing pun banyak beredar di medsos, bahkan tidak jarang mereka rela meminjam demi bisa flexing.

Founder Yayasan Rumah Perubahan Prof Rhenald Kasali mengatakan, di era sosial media banyak orang muncul untuk memposting sesuatu. Banyak orang secara bebas bisa menayangkan sesuatu tanpa perantara editor, sehingga konten yang ada pun menjadi tidak terkendali. 

“Kita menyaksikan semua banyak YouTuber yang menggunakan kekayaan atau seakan-akan kaya. Kalau mereka menyebutkan kaya barang kali mereka justru belum kaya. Ya, kurang lebih demikian,” kata Prof Rhenald seperti dikutip dari laman resmi akun YouTube-nya.

Menurutnya, semakin kaya seseorang, maka kemungkinan besar dia akan diam atau tidak memamerkan kekayaan. Namun, saat ini banyak orang yang pamer kekayaan.

“Salah satu pepatah yang saya ingat adalah poverty screams, but wealth whispers. Jadi benar sekali bahwa orang-orang yang kaya itu tidak berisik, agak malu membicarakan tentang kekayaan,” kata Prof Rhenald seperti dikutip dari akun Youtube pribadinya.

Prof Rhenald yang juga pakar bisnis menjelaskan, fenomena ini dikenal dengan istilah flexing. Dalam konteks consumer behaviour, dikenal teori Conspicuous Consumption. Yakni, pembelian barang atau jasa yang dilakukan untuk menunjukkan kekayaan seseorang.

Menurutnya, jika orang yang benar-benar kaya tidak akan melakukan hal tersebut. Adapun dia akan semakin menjaga privasinya.

“Jadi agak malu membicarakan tentang kekayaan. Kalau orang-orang masih melihat label harga atau mempersoalkan uang, biasanya mereka belum kaya. Jadi orang kaya itu biasanya diam-diam saja lah,” ujarnya.

 

Senada, Psikolog dan Dosen dari Universitas Gajah Mada (UGM), Novi Poespita Candra mengatakan bahwa kebiasaan orang yang memamerkan kehidupan mewah cenderung memiliki perasaan jiwa yang sedang tidak baik dalam kesehariannya.

"Orang yang senang hidup bermewah-mewahan menganut hedonism yaitu hidup mengejar pleasure atau kesenangan. Hedonism ini muncul karena biasanya ingin mengurangi rasa sakit (pain) dalam jiwanya misal rasa kelelahan jiwa, kehilangan makna hidup, rasa bersalah dan lain-lain yang muncul," kata Novi.

Menurut dia, kebiasaan hidup bermewah-mewahan yang biasa dipamerkan ke hadapan banyak orang melalui berbagai platform media sosial pribadi, akan semakin melekat ketika menemukan lingkungan yang sesuai.

"Jadi selain gaya hidup karena cara berpikir, maka lingkungan dia yang 'sama' membuat perilaku hedonism ini semakin menguat. Dalam teori behavioristik, adanya reinforcement positif dari lingkungan akan memperkuat sebuah perilaku," ucap dia.

Topik Menarik