Sidang Korupsi Timah, Saksi Ahli: Tidak Ada Kerugian Negara Selama Izin Tambang Aktif
JAKARTA – Terdakwa kasus dugaan korupsi PT Timah, yakni Direktur Utama PT Timah, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, dan Helena Lim kembali menjalani persidangan. Abrar Saleng dihadirkan sebagai saksi ahli di bidang hukum pertambangan.
Dalam kesaksiannya, Abrar Saleng menyebutkan, tidak ada kerugian negara selama Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dimiliki perusahaan masih aktif. Berawal saat penasihat hukum terdakwa bertanya mengenai kewajiban negara dalam pemulihan lingkungan yang terdampak aktivitas pertambangan.
"Kapan sebenarnya kewajiban negara itu muncul untuk menggantikan peran dari si eks pemegang IUP ini untuk melakukan pemulihan kegiatan lingkungan. Itu menurut pendapat ahli kapan itu?" tanya penasehat hukum dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu 20 November 2024.
Abrar menjelaskan bahwa Pasal 161 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara mengatur langkah antisipasi untuk mencegah kerugian negara.
"Oleh karena itu, setelah pasal ini dilaksanakan, saya yakin tidak ada lagi kewajiban negara untuk melakukan itu. Tapi kalaupun itu tidak terjadi tidak bisa dilaksanakan, itu baru muncul kewajiban negara. Setelah menggunakan dana jaminan reklamasi dan pidana tambahan tadi berupa kewajiban untuk melakukan itu," kata Abrar.
Abrar menambahkan, bahwa selama dana jaminan yang disediakan oleh pemegang IUP masih mencukupi, tanggung jawab pemulihan lingkungan tetap berada di tangan perusahaan.
"Jadi, selama pemegang izin usaha pertambangan itu dananya masih cukup, tidak ada kewajiban negara untuk reklamasi. Tetapi tetap menjadi kewajiban pemegang izin usaha pertambangan, termasuk yang bekas pemegang izin usaha pertambangan," ujarnya.
Abrar juga menyoroti bahwa Pasal 161 hanya berlaku ketika IUP perusahaan telah dicabut atau berakhir. "Selama izin berlaku, tidak berlaku (Pasal) 161, karena dikunci, dicabut dan berakhir," ujarnya.
Ia menjelaskan, selama masa aktif IUP, perusahaan diwajibkan menyiapkan dana jaminan pascatambang yang menjadi jaminan bagi pemulihan lingkungan. Oleh karena itu, negara tidak mengalami kerugian.
Raihan Lawatan Diplomatik Perdana
"Jadi saya mau mengatakan secara filosofis, tidak ada kerugian negara di bidang lingkungan selama izin itu masih aktif. Karena masih ada jaminan reklamasi yang belum disentuh, masih ada jaminan pasca tambangan, dan negara berhak mencari pihak ketiga," katanya.
Namun, kerugian negara bisa muncul jika perusahaan tidak melaksanakan kewajiban reklamasi setelah masa izin habis.
"Pasal 161 itu menjaga-jaga itu semua. Kalaupun nanti itu (reklamasi) tidak terjadi, ya itu mungkin baru ada kerugian negara. Kalau tidak ditegakkan itu 161. Itu pandangan saya," tuturnya.