Habiburokhman Banyak Terima Pertanyaan Apakah Kasus Tom Lembong Kategori Mengkriminalkan Kebijakan
Ketua Komisi III DPR Habiburokhman melihat konstruksi hukum kasus dugaan korupsi dalam kegiatan importasi gula di Kementerian Perdagangan Tahun 2015-2016 yang menjerat Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong) masih sumir. Ia pun mengaku banyak menerima pertanyaan kasus tersebut sebagai bentuk kriminalisasi kebijakan.
"Terus terang konstruksi hukum kasus tersebut masih cukup sumir atau abstrak di mata publik. Banyak yang bertanya kepada saya apakah kasus tersebut dapat dikategorikan sebagai mengkriminalkan kebijakan," kata Habiburokhman dalam keterangan tertulis yang diterima dan dikutip, Senin (4/11/2024).
Politikus Partai Gerindra ini pun meminta Kejaksaan Agung (Kejagung) membuka terang konstruksi hukum kasus Tom Lembong. "Kejaksaan Agung hendaknya jelaskan ke publik kasus dugaan Tipikor Tom Lembong," ujar legislator dari Daerah Pemilihan (Dapil) DKI Jakarta I ini.
Menurutnya, penanganan kasus itu bisa menimbulkan tuduhan bahwa Presiden Prabowo Subianto memakai instrumen hukum ke dalam urusan politik, bila tak ada penjelasan yang jelas terkait penanganan kasus tersebut.
"Tanpa adanya penjelasan yang jelas dan detail, pengusutan kasus tipikor Tom Lembong bisa menimbulkan tuduhan bahwa pemerintaan Pak Prabowo menggunakan instrumen hukum untuk urusan politik," katanya.
"Secara umum pelaksanaan tigas penegakan hukum harus selaras dengan cita politik hukum pemerintah. Kita memerlukan persatuan nasional yang kuat, dengan tetap menjunjung tinggi tegaknya hukum," pungkasnya.
Sebelumnya, Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai Kejaksaan Agung (Kejagung) gegabah menetapkan Mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong) sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dalam kegiatan importasi gula di Kementerian Perdagangan Tahun 2015-2016. Dia pun mengingatkan omongan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) yang pernah meminta kebijakan jangan dikriminalisasi.
“Kejaksaan sudah gegabah dan bermain politik, penetapan Tom Lembong sebagai tersangka karena kebijakannya ini tidak tepat dan tidak berdasar,” kata Abdul Fickar Hadjar kepada SINDOnews, Sabtu (2/11/2024).
Dia menilai langkah penetapan tersangka terhadap Tom Lembong itu berbahaya karena akan mengakibatkan orang tidak berani menjadi pejabat publik untuk mengurus negara. “Kebijakan itu tidak bisa dipidanakan karena dibuat oleh seorang pejabat publik yang memiliki wewenang untuk itu, kecuali kalau bisa dibuktikan pejabat publik itu mendapatkan sesuatu materi yang bernilai ekonomis, ini namanya penyalahgunaan jabatan, gratifikasi dan sebagainya,” ungkapnya.
Namun, dia menjelaskan bahwa sebagai kebijakan publik yang bisa berlaku pada siapa saja termasuk memberikan izin impor tidak bisa dipidanakan. Dia menambahkan, soal koordinasi atau tidak dengan pejabat publik lain itu bukan urusan Kejaksaan Agung dan bukan urusan hukum pidana.
“Ini jelas-jelas kriminalisasi, jangan-jangan karena Tom pernah menjadi tim sukses dari salah satu calon dalam kontestasi pemilihan presiden. Jika ingin dipersoalkan, mengapa baru sekarang? Mengapa tidak 8 tahun yang lalu?” ungkapnya.
Diketahui, Kejagung langsung menahan Tom Lembong. Kejagung mengklaim tidak ada politisasi dalam penetapan Tom Lembong sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dalam kegiatan importasi gula di Kementerian Perdagangan Tahun 2015-2016.
Selain Tom, Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) CS juga ditetapkan sebagai tersangka kasus tersebut. Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar menekankan bahwa tim penyidik bekerja berdasarkan alat bukti dan tidak terkecuali siapa pun pelakunya.
"Bahwa penyidik bekerja berdasarkan alat bukti, itu yang perlu digaris bawahi. Tidak terkecuali siapa pun pelakunya ketika ditemukan bukti yang cukup, maka penyidik pasti akan menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka," kata Abdul Qohar kepada awak media di Kejagung, Jakarta, Selasa (29/10/2024).