DPR Desak Praktik <i>Bullying</i> Mahasiswa Program Dokter Spesialis Dihentikan

DPR Desak Praktik Bullying Mahasiswa Program Dokter Spesialis Dihentikan

Nasional | okezone | Selasa, 20 Agustus 2024 - 21:07
share

JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR Arzeti Bilbina mendesak Pemerintah untuk segera mengambil langkah komprehensif untuk menghentikan praktik bullying pada Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS). Desakan dilayangkan setelah ada kasus kematian dokter peserta PPDS dari jurusan spesialis Anestesi di Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (FK Undip), Semarang.

"Tindakan bullying adalah peristiwa yang sangat tragis dan menyedihkan. Jangan sampai ada pembiaran bullying di lingkungan pendidikan. Harus segera dihentikan dengan putus mata rantainya," kata Arzeti dalam keterangan tertulis, Selasa (20/8/2024).

Arzeti pun mengatakan, perlu ada penyelidikan menyeluruh di semua PPDS yang ada di Indonesia untuk mengetahui tentang budaya perundungan di lingkungan pendidikan kedokteran spesialis.

Ini untuk mengetahui, mana-mana saja PPDS yang kental dengan budaya perundungan. Mungkin tidak di semua program, tapi penyelidikan menyeluruh dapat memetakan masalah budaya bullying yang sudah sangat mengkhawatirkan ini, tuturnya.

Penyelidikan harus dilakukan secara menyeluruh ke semua jurusan PPDS agar upaya memutus rantai bullying bisa dilakukan dengan maksimal dan optimal. Pengawasan di setiap program juga harus dilakukan dengan maksimal, sambung Arzeti.

Lebih lanjut, Legislator dari Dapil Jawa Timur I ini menekankan budaya bullying di lingkungan pendidikan harus dihapuskan apapun bentuknya. Baik verbal maupun non-verbal, Arzeti menyebut tindakan perundungan tidak dapat dibenarkan.

"Tradisi bullying harus disetop, tidak ada pembenaran dari aksi perundungan apapun alasannya. Ini tindakan tidak bermoral dan tidak manusiawi, tegasnya.

Arzeti mengatakan tindakan bullying verbal biasanya memiliki penafsiran yang berbeda dari yang melakukan dan menerimanya. Bisa saja bullying verbal hanya dianggap candaan atau tidak serius oleh pelaku, padahal hal tersebut bisa dianggap sangat menekan bagi korban hingga membuatnya depresi sampai trauma.

"Makna pembicaraan seseorang itu berbeda-beda penerimaannya, kalau korban bullying jelas sekali tidak akan berani melawan. Mereka yang mengalami pembully-an ada yang sampai depresi atau stress," kata Arzeti.

Seperti diketahui, dr. Aulia Risma Lestari mahasiswi Kedokteran Undip ditemukan tewas di kamar kosnya di Lempongsari, Kota Semarang. Awalnya, dr. Aulia diduga mengakhiri hidupnya dengan cara menyuntikkan obat penenang karena tidak kuat terhadap bullying dari dokter seniornya.

Belakangan, pihak keluarga membantah dr. Aulia bunuh diri. Korban disebut memiliki riwayat sakit syaraf kejepit sehingga diduga dr. Aulia menyuntikkan sendiri obat anestesi dengan dosis berlebih saat merasa sakit.

Walau begitu, curhatan dr. Aulia melalui buku harian yang ditemukan di kamar kosnya membuka tabir pembullyan dari seniornya. Akibat kasus tersebut, Kemenkes dengan tegas memberikan perintah untuk memberhentikan sementara program anestesi FK Undip untuk melakukan investigasi terkait kasus bunuh diri peserta didik PPDS ini.

Topik Menarik