Menengok Situs Watu Ombo Tugu Batas Ibu Kota Kerajaan Majapahit

Menengok Situs Watu Ombo Tugu Batas Ibu Kota Kerajaan Majapahit

Nasional | okezone | Jum'at, 16 Agustus 2024 - 06:00
share

JAKARTA - Yoni Bhre Kahuripan disebut juga Situs Watu Ombo atau Yoni klinterjo atau Petilasan Patih Udara (Maudoro). Situs ini terletak di Desa Klinterjo, Kecamatan Sooko, Mojokerto, Jatim.

Dinamakan kahuripan, karena di lokasi yang terdapat empat Petilasan ini, terdapat Yoni tanpa lingga (sumber mata air abadi). Yoni Bhre Kahuripan diduga merupakan tugu batas ibukota Kerajaan Majapahit sebelah utara-timur

Ada prasasti yang tertera tahun 1294 saka atau 1372 masehi. Menurut Kitab Pararaton, tahun tersebut adalah tahun wafatnya ibunda Hayam Wuruk, Tribuana Tunggadewi atau Bhre Kahuripan. 

Tribhuwana Wijayatunggadewi adalah penguasa ketiga Majapahit yang memerintah tahun 1328-1351. Dari prasasti Singasari (1351), diketahui gelar abhisekanya ialah Sri Tribhuwanotunggadewi Maharajasa Jayawisnuwardhani.

Nama asli Tribhuwana Wijayatunggadewi atau disingkat Tribhuwana adalah Dyah Gitarja. Ia merupakan putri dari Raden Wijaua dan Gayatri. Memiliki adik kandung bernama Dyah Wiyat dan kakak tiri bernama Jayanagara. Pada masa pemerintahan Jayanagara (1309-1328), ia diangkat sebagai penguasa bawahan di Jiwana bergelar Bhre Kahuripan.

"Situs Yoni Bhre Kahuripan diduga pula sebagai tugu batas kota raja Majapahit. Hal ini berdasarkan ditemukanlah Yoni Klinterejo yang berdenah segi-empat dengan hiasan naga-raja di bawah ceratnya, terletak di wilayah Klinterejo, kompleks peninggalan Rani Kahuripan, di Kabupaten Mojokerto,"jelas Supri, penggiat sejarah Majapahit

Dari kitab negarakertagama disebutkan titik pangkal penentuan batas kota raja Majapahit pada waktu itu, yaitu , “Batas kota raja Majapahit adalah berupa Yoni dengan pahatan naga-raja di bagian bawah ceratnya”.

Selama ini telah diketemukan tiga buah yoni termaksud. Yoni-yoni tersebut diketemukan di wilayah Lebak Jabung, Klinterejo, Sedah atau Japanan dan Badas atau Sebani.

"Dapatlah disimpulkan luas kota raja Majapahit berukuran 9 km x 11 km. Tiga buah yoni naga-raja ini telah berhasil diidentifikasikan, yaitu Yoni Lebak Jabung, Yoni Klinterejo dan Yoni Sedah atau Japanan," paparnya.

 

Penemuan yoni-yoni naga-raja dipandang sebagai temuan inti “jêro” tempat-tempat suci jaman Majapahit, karena bila ditinjau dari bentuknya yang berupa Yoni-Lingga atau Lingga-Yoni, pada dasarnya adalah merupakan lambang Dewa Siwa, dewa tertinggi dalam agama Siwa.

Adanya pahatan naga-raja serta angka tahun diidentifikasikan sebagai peringatan meninggalnya atau lambang raja yang didharmakan di tempat tersebut.

Di sekitar lokasi situs Yoni Bhre Kahuripan banyak pula ditemukan benda sejarah lainnya. Sejumlah temuan warga di Desa Klinterejo Kecamatan Sooko kini terkumpul di petilasan Tribuana Tungga Dewi.

"Di sekitar petilasan Tribuana Tungga Dewi, ditemukan puluhan sumur dan tembok-tembok kuno. Sedikitnya ada 15 buah umpak raksasa dan sekira 2.500 buah batu bata kuno,"ungkapnta

Beberapa waktu lalu, warga menemukan sebuah gentong kuno berdiameter sekitar 1 meter dengan tinggi sekira 80 sentimeter.

Gentong yang terbuat dari tanah liat dengan ketebalan sekira 15 sentimeter itu ditemukan warga setempat beberapa waktu lalu hasil ketidaksengajaan saat menggali tanah untuk kepentingan pembuatan batu bata.

Temuan tersebut adalah peninggalan zaman Majapahit karena dekat dengan situs Bhre kahuripan. ”Kemungkinan ini adalah pendapa mengingat ada temuan umpak dan bekas genteng yang hancur,” katanya.

 

Diceritakannya, warga sekitar masih menemukan bangunan kuno berupa tiga sumur yang masih bisa diselamatkan secara utuh. Meski ada sedikit lapisan bibir sumur yang hilang, namun sumur kuno yang diberi nama warga sumur windu itu masih utuh dan nyata.

“Warga menyebut tempat penemuan benda bersejarah itu sebagai bekas perumahan penduduk era majapahit. Bahkan ada yang menyebut bekas kompleks perumahan salah satu pejabat tinggi Kerajaan Majapahit abad ke-13,”paparnya.

Di samping beberapa situs yang ditemukan sebelumnya, warga juga menemukan sebuah bangunan kuno di area lahan yang sama.

Tepatnya berada di selatan tiga sumur windu. Walaupun menyisakan tumpukan batu-bata kuno yang tidak jelas bentuknya, akan tetapi warga menduga bangunan yang sudah rusak itu menyerupai puthuk (gapura masuk). '

'Dulunya tidak rusak parah, ada dua bangunan menyerupai gapura Satu berada di sebelah timur dan satunya berada di barat,”terangnya.

Namun di area lahan puthuk seluas 6x5 meter yang ditemukan pada tahun 1995 lalu, hanya menyisakan gundukan tanah. Di atasnya ada beberapa lapisan batu-bata kuno. Banyak batu-bata-nya diambili orang sehingga struktur bangunan gapuranya tidak terlihat lagi

Dinas Purbakala menduga bangunan kuno itu dulunya difungsikan sebagai tempat pembakaran jenazah. Karena zaman Majapahit dulu tidak ada makam. Justru yang ada adalah tempat pembakaran jenazah.

"Dari bukti-bukti yang ada diduga kalau di Klinterejo ada bekas perumahan penduduk. Dan itu ada hubungannya dengan Majapahit. Apalagi dekat dengan lokasi petilasan Tribuana Tungga Dewi," tandasnya.

Topik Menarik