Komandan Puspom TNI Bantah Ada Intimidasi ke Pimpinan KPK, Begini Kata-katanya
Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI, Marsekal Muda TNI Agung Handoko membantah isu adanya intimidasi terhadap pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait penanganan kasus suap pengadaan alat-alat di Basarnas yang melibatkan dua prajurit aktif TNI.
"Ah, enggak itu," kata Agung kepada wartawan, di Mabes TNI, Jakarta, Senin, (31/7/2023).
Ia juga memastikan kasus suap yang melibatkan dua prajurit TNI aktif, yaitu Kepala Badan Pencarian dan Pertolongan Nasional (Kabasarnas) Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi (HA) dan Koorsmin Kabasarnas Letkol Adm. Afri Budi Cahyanto (ABC) bakal ditangani sampai tuntas.
"Bisa diikuti, bisa diikuti nanti," jelas dia.
Danpuspom TNI dalam jumpa pers bersama Ketua KPK RI Firli Bahuri di Mabes TNI, Jakarta, itu mengumumkan status dua perwira aktif TNI, HA dan ABC, sebagai tersangka kasus suap pengadaan alat-alat di Basarnas.
Puspom TNI menetapkan keduanya sebagai tersangka setelah KPK pada Rabu minggu lalu (26/7/2023) mengumumkan keterlibatan HA dan ABC dalam kasus suap di Basarnas. Dalam kasus yang sama, KPK juga telah menetapkan tiga pemberi suap, yang merupakan warga sipil, sebagai tersangka.
Beberapa hari setelah KPK mengumumkan keterlibatan dua prajurit aktif TNI itu, beberapa pimpinan KPK, di antaranya Alexander Marwata dan Nurul Ghufron, menerima karangan bunga bertuliskan ucapan selamat kepada mereka karena telah \'memasuki pekarangan tetangga\'.
Pengirim karangan bunga itu, sampai saat ini masih belum diketahui orangnya berikut maksud dari isi ucapannya.
Ketua KPK RI Firli Bahuri saat ditanya mengenai karangan bunga itu menyampaikan dia menyerahkan itu kepada Polri.
"Hal ini sudah kami sampaikan kepada Kapolri. Begitu kami mendapat berita ada kiriman bunga, kami sampaikan kepada Kapolri, karena itu adalah tanggung jawab kepada Kapolri untuk mengungkap siapa yang menyuruh mengirim bunga, dari mana bunga itu dikirim, kapan dibuat, siapa pemesannya. Itu tugas Kapolri," tutur Firli di Mabes TNI.
Dalam kesempatan yang sama, Firli saat ditanya pendapatnya terkait karangan bunga itu, dia memilih tidak menafsirkan isi ucapan.
"Saya tidak bisa mengatakan itu (intimidasi). Silakan anda baca sendiri, maknai oleh anda," kata Firli.
Dia menjelaskan pegawai KPK, karena tugas-tugasnya memeriksa dan menindak korupsi, tentu rentan diintimidasi oleh pihak tertentu. Namun, Firli memastikan KPK telah mengantisipasi itu.
"Di internal kami menyampaikan, kita punya sistem bagaimana mengaplikasikan tombol darurat atau kita kenal denganpanic button. Pada prinsipnya, di mana pun pegawai KPK berada dia dilengkapi dengan sistem keamanan," jelas Firli.










