Asal Usul Kota Manado, Ada Peran Bangsa Eropa dalam Penamaannya

Asal Usul Kota Manado, Ada Peran Bangsa Eropa dalam Penamaannya

Nasional | BuddyKu | Sabtu, 24 Juni 2023 - 09:14
share

Memiliki pemandangan alam eksotis, Manado menjadi magnet bagi para wisatawan dari berbagai wilayah di Indonesia, dan mancanegara untuk datang dan menikmatinya. Keindahan bawah laut Bunaken, serta Pulau Manado Tua, dan Siladen, sudah tak perlu lagi diperdebatkan lagi.

Di Pulau Sulawesi, Manado menjadi salah satu kota besar setelah Makassar, yang keberadaannya sangat penting dan strategis dalam berbagai bidang kegiatan masyarakat. Pesona alam yang dimiliki, berbanding lurus dengan keramahan masyarakatnya, sehingga membuat siapapun betah berada di kota pesisir ini.

Kemolekan Manado, ternyata juga menyimpan sejarah panjang. Bahkan, nama Manado terlahir dari interaksi panjang masyarakat Minahasa yang diduga menjadi asal mula penduduk Manado, serta masyarakat dari berbagai belahan Benua Eropa.

Ya, Manado di masa lampau banyak disinggahi orang-orang dari berbagai negara di Eropa. Di antaranya Portugis, Spanyol, dan Belanda. Orang-orang Eropa tersebut, datang ke Manado pada awalnya untuk berdagang dan mencari rempah, namun ujungnya melakukan penjajahan karena tergiur dengan kekayaan alam di Manado.

Dari tangan orang-orang Eropa ini juga, catatan sejarah tentang munculnya nama Manado dapat terungkap, meskipun hingga kini bukti fisik asal usul penamaan Manado masih banyak menjadi perdebatan. Banyak versi dari para akademisi dan tokoh masyarakat adat, tentang interpertasi asal nama Manado.

Dilansir dari laman resmi Pemkot Manado, manadokota.go.id, hingga tahun 1947 Manado masih menjadi bagian dari wilayah Minahasa. Pada awalnya wilayah tersebut bernama Wenang, sebelum akhirnya lahir nama Manado.

"Menurut Profesor Geraldine Manoppo-Watupongoh, pergantian nama Wenang menjadi Manado, dilakukan oleh Spanyol pada tahun 1682. Manado diambil dari nama pulau di sebelah Bunaken, yaitu pulau Manado (kini Manado Tua)," tulis laman manadokota.go.id.

Namun, ada sumber lain yang mengungkap bahwa penamaan Manado sebagai pengganti Wenang, justru dilakukan oleh Belanda. Hal ini didasarkan pada catatan sejarah, bahwa pada tahun 1682 wilayah Sulawesi Utara, sudah dikuasai oleh VOC Belanda, bukan lagi oleh bangsa Spanyol.

Keberadaan Belanda di tanah Manado tersebut, juga termuat dalam catatan Gubernur Jenderal Hindia Belanda di Ternate, Dr. Ribertus Padtbrugge yang datang ke wilayah tersebut pada tahun 1677 hingga 31 Agustus 1682.

Dalam manadokota.go.id disebutkan, saat berada di wilayah Manado, Robertus Padtbrugge mencatat sisa-sisa penduduk Kerajaan Bowontehu yang kini lebih dikenal dengan sebutan Manado Tua, hingga di wilayah Sindulang.

Catatan bangsa-bangasa Eropa, banyak mengungkap penamaan Manado. Bahkan, nama Manado selalu digunakan dalam catatan dokumen dan surat-surat penting bangsa Portugis, Spanyol dan Belanda, ketimbang nama Wenang. "Tahun 1623, nama Manado mulai dikenal dan digunakan di dalam surat-surat resmi," tulis manadokota.go.id.

Diduga, lebih banyaknya penggunaan nama Manado dalam surat-surat resmi bangsa-bangsa Eropa yang pernah menjajah wilayah tersebut, menjadi alasan kuat adanya pergantian naman dari Wenang menjadi Manado.

Versi lain asal usul penamaan Manado, disebutkan dalam manadokota.go.id, sebelumnya merupakan wilayah yang bernama Pogidon. Namun, dari sejumlah catatan sejarah dan cerita rakyat yang berkembang di masyarakat, antara Pogidon dan Wenang, adalah dua negeri yang berbeda.

Wenang disebutkan sebagai negeri yang besar, lalu diubah namanya menjadi Manado. Sedang Pogidon hanyalah perkampungan kecil yang ada di dalam wilayah Wenang. Ada pula yang menyebut, Pogidon adalah akronim dari Opo Gidon, yakni nama leluhur Bantik yang membangun negeri Pogidon.

Dalam perjalanannya, Opo Gidon berubah menjadi Po Gidon, dan dalam penulisannya menjadi Pogidon. Perkampungan kecil tersebut, sebelumnya merupakan wilayah yang banyak ditumbuhi pohon Wenang atau bernama latin Macaranga Hispida. Di mana dalam bahasa Bantik disebut Benang, sehingga negeri Pogidon oleh sub etnis Bantik disebut juga dengan nama Benang.

Dalam laman manadokota.go.id disebutkan, pada awal kemunculan kata Manado dipengaruhi bahasa dialektika orang-orang Eropa. Di mana orang Portugis menyebutnya Moradores. Sedangkan orang Spanyol menyebutnya Manados.

Sementara pendeta asal Belanda yang kala itu bertugas di Sulawesi Utara, Nicolaas Graafland menuliskan buku berjudul Manadorezen. Sedangkan pejabat kompeni Belanda yang bertugas di wilayah tersebut, menyebut wilayahnya dengan nama Manado\'s Gebied, yakni kawasan Manado.

Sebutan lain juga disematkan oleh pelaut Portugis, Simao d\'Abreu, dan Gubernur Jenderal Portugis di Maluku, Antonio Galvao. Keduanya menyebut kawasan tersebut dengan nama Manada, di mana artinya adalah kawanan, dan bisa diartikan sebagai kawanan pulau atau kepulauan.

Meski demikian, diyakini Manado berasal dari bahasa lokal, dan hingga kini juga masih banyak menyebut Manado dengan Menado. Dalam manadokota.go.id disebutkan, dari dokumen-dokumen bangsa Eropa, disebutkan Manado ditemukan oleh Simao d\'Abreu pada tahun 1523, dan merupakan pulau yang sudah berpenghuni sejak tahun 1339.

Saat pertama kali menemukan kawasan Manado, Simao d\'Abreu memilih tidak mempublikasikannya. Publikasi tentang Manado, justru dilakukan Antonio Galvao pada tahun 1555. Antonio Galvao, menyebutkan temuan kawasan Manado itu, dalam bukunya yang berjudul Tratado.

Dalam bukunya tersebut, Antonio Galvao menuliskan kalimat pendek berbunyi "Ou eram vista das ilhas de Manada...". Kalimat tersebut memiliki arti harafiah "Mereka melihat Manada...".

Manada dalam bahasa Portugis memiliki makna kawanan pulau, diduga kawanan pulau yang ditemukan adalah Pulau Manado Tua, Bunaken, Siladen, Mantehage, serta Nain. Keberadaan Pulau Mantehage, dan Nian, saat ini berada di wilayah Kabupaten Minahasa Utara.

Penyebutan nama Manado, juga disematkan oleh orang Prancis, bernama Nicolaas Desliens. Pada tahun 1541, Nicolaas Desliens menyematkan nama Manado dalam peta dunia. Diduga, dia bisa menyematkan nama Manado karena mendapatkan bocoran informasi rahasia dari Simao d\'Abreu. Mengingat, kala itu Portugis melakukan politik tutup mulut tentang berbagai temuannya, agar tidak diketahui oleh bangsa Eropa lainnya.

Dalam catatan manadokota.go.id, disebutkan, etnis dan sub etnis yang hidup di Sulawesi Utara, memiliki sebutan untuk Manado. Dalam bahasa tua Tombulu, Manado disebut Manaror. Sub etnis Tontemboan, menyebut Manado dengan Manarow. Sedangkan etnis Sangihe, menyebut dengan nama Manaro.

Dalam bahasa daerah Minahasa, kawasan tersebut dikenal dengan nama Manarow atau Manadou, yang memiliki arti dijauh. Sebutan tersebut, mirip dengan bahasa Sangihe, yang menyebutnya dengan Manaro, di mana artinya juga dijauh atau negeri yang jauh.

Manado yang kini menjadi ibu kota Provinsi Sulawesi Utara, memiliki luas wilayah daratan 15.726 hektare. Kota pesisir yang daratannya didominasi wilayah perbukitan tersebut, memiliki panjang garis pantai 18,7 km. Kota ini terus berkembang pesat menjadi kota wisata, kota perdagangan, dan kota yang menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi di tengah keberagaman masyarakatnya.

(eyt)

Topik Menarik