4 Masjid Tertua di Sulawesi Utara, Saksi Penyebaran Agama Islam
MANADO, iNews.id - Masjid tertua di Sulawesi Utara menjadi saksi bagaimana penyebaran agama Islam begitu cepat berkembang hingga ke daerah. Masjid di Sulawesi Utara jumlahnya juga cukup banyak.
Seperti diketahui bersama keberadaan masjid tidak hanya menjadi tempat ibadah, masjid juga berfungsi sebagai aktivitas sosial, wisata religi, dan lain-lain. Masjid menjadi salah satu bentuk perkembangan Islam di Indonesia yang dikenal sebagai negara dengan mayoritas menganut agama Islam terbanyak.
Terkenal sebagai negara dengan penduduk muslim terbanyak di dunia, perjalanan penyebaran agama Islam di Nusantara memiliki sejarah yang cukup panjang, tak heran jika banyak juga masjid-masjid bersejarah yang didirikan.
Perkembangan Islam memicu banyaknya masjid-masjid yang ada di Indonesia. Beberapa diantaranya berusia ratusan tahun dan memiliki nilai sejarah tersendiri.
Lantas masjid tertua mana saja yang memiliki nilai sejarah yang menjadi saksi bisu dalam pekembangan agama Islam di Sulawesi Utara?
Berikut 4 masjid tertua di Sulawesi Utara yang berhasil dirangkum
1. Masjid Al-Muttaqin
Masjid ini tidak terlepas dari sejarah masuknya agama Islam di Kota Manado lewat jalur pesisir laut yang dibawa oleh rombongan kesultanan Ternate yang mayoritas berprofesi sebagai nelayan. Mereka datang dua rombongan, sekira tahun 1750, satu kapal ke Manado sedang satu kapal lagi ke Sangihe.
Para nelayan itu masuk lewat pesisir laut dan tiba di Pondol yang pada waktu itu merupakan kampung yang letaknya paling ujung, disebelah utara masih merupakan gunung dan hutan rimba. Pondol berasal dari bahasa Bantik yang artinya ujung.
Selain menangkap ikan mereka juga mulai berdakwah tentang ajaran Islam kepada masyarakat pesisir. Lama kelamaan mereka mulai menetap dan semakin berkembang, sehingga dibangunlah Masjid Al Muttaqin pada tahun 1775
Masjid Al Muttaqin yang terletak di Kampung Pondol, Kelurahan Wenang Selatan, Kecamatan Wenang, Kota Manado ini juga tidak lepas dari sejarah Kesultanan Yogyakarta.
Di kawasan Masjid Al Muttaqin dahulu disebut Pondol Raden Mas yang merupakan tempat tinggal dari Pangeran Arya Suryeng Ngalaga, Putra Sultan Hamengku Buwono V dari istrinya Kanjeng Ratu Sekar Kedaton.
Kanjeng Ratu Sekar Kedaton di buang ke Manado sekitar tahun 1855. Di Manado, Kanjeng Ratu Sekar Kedaton dan Putranya bersama para pengikutnya menetap di Kampung Pondol. Pada waktu itu Pondol terbagi dua, Pondol Keraton dan Pondol Raden Mas.
Sayangnya peninggalan-peninggalan benda sejarah dari Masjid ini sudah tidak ada lagi karena Masjid pernah hancur terkena bom pada masa perang dunia ke II.
2. Masjid Agung Awwal Fathul Mubien
Sesuai dengan namanya yang berarti awal atau pembuka yang nyata. Masjid ini berdiri sejak tahun 1802. Masjid yang terletak di Kelurahan Kampung Islam, Kecamatan Tuminting, Kota Manado, Sulawesi Utara ini merupakan saksi bisu sejarah perjalanan ajaran Islam di Indonesia bagian Timur.
Dahulu, masjid ini tak semegah sekarang. Masih berbentuk sederhana berdinding bambu dengan pondasi batu karang dan berlantai papan dengan luas 4 x 4 meter persegi.
Bangunan masjid sudah mengalami lima kali renovasi. Sayangnya, bukti sejarah bangunan awal masjid itu sudah tidak ada lagi, karena pada 2016 masjid tersebut dirombak secara total dan dibangun kembali menjadi seperti bentuknya yang sekarang.
Yang tersisa hanyalah sebuah mimbar. Konon, mimbar yang dihiasi dengan berbagai ukiran dan ornamen melayu ini dibuat oleh salah satu keturunan Raja Palembang. Sehingga, tak heran mimbar ini memiliki bentuk dan sama persis dengan mimbar di Masjid Agung Palembang.
3. Masjid Agung Al-Falah Kyai Modjo
Masjid Agung Al-Falah Kyai Modjo merupakan masjid peninggalan Kyai Modjo dan para pengikutnya yang dibuang oleh Belanda ke Tondano pada akhir tahun 1829, menjelang berakhirnya Perang Jawa.
Masjid yang letaknya sekitar 1 km sebelum lokasi Makam Kyai Modjo dibangun sekitar tahun 1856, di Kampung Jawa Tondano, Kecamatan Tondano Utara, Kabupaten Minahasa, Provinsi Sulawesi Utara.
Bangunan Masjid Agung Al-Falah Kyai Modjo yang dulunya masih berbentuk mushola sederhana dengan dinding terbuat dari bambu dan beratap rumbia kini telah berganti menjadi dinding beton serta telah mengalami beberapa kali pemugaran.
Masjid Agung Al-Falah Kyai Modjo bergaya Joglo dengan atap limasan tumpang, menyerupai bentuk bangunan Masjid Agung Demak di Jawa Tengah.
Meski telah mengalami beberapa kali pemugaran, namun ada beberapa bagian dalam masjid yang masih asli, seperti empat sokoguru atau tiang penyangga setinggi 18 meter yang masih asli, dinding sebelah barat, mimbar, bedug dan kentongan serta masih ada juga barang-barang peninggalan lainnya yang tersimpan di gudang.
Bagian dalam atap Masjid Agung Al-Falah Kyai Modjo sepenuhnya terbuat dari kayu yang ditata dengan rapi dan sangat artistik. Ukiran halus bercitarasa tinggi ditoreh di kayu bersilang lengkung yang berada di bagian pusat yang juga masih asli peninggalan dari bangunan lama.
4. Masjid Alhuda
Masjid Al-Huda terletak di Desa Kopandakan Satu, Kecamatan Kotamobagu Selatan, Kota Kotamobagu, Sulawesi Utara. Masjid tertua di Kotamobagu ini dibangun di jaman Kolonial Belanda pada Februari 1926.
Walau pun sudah dilakukan renovasi namun beberapa ornamen bagian dalam Masjid masih menunjukan keasliannya, diantaranya, mimbar berbahan kayu Adow.
Hingga sekarang mimbar berukuran panjang 1 meter, lebar 1,2 meter dan tinggi 2 meter dengan empat tiang penyangga itu posisinya masih ada hingga sekarang.
Bangunan masjid Al-Huda selesai dibangun pada Maret 1928, konon, arsitek yang membangun berasal dari Cina. Kondisi masjid Al-Huda sebelum direnovasi keseluruhan berbahan kayu dengan ukuran awal 14X14 meter, bisa menampung 300 jemaah untuk Sholat.
Setelah dilakukan pemugaran, bangunan telah berubah ukuran menjadi 17 x 17 meter dan bisa menampung 500 jemaah.
Konon dahulu untuk mengumandangkan Azan. Muazin harus naik ke atas masjid dengan menggunakan anak tangga lalu mengumandangkan azan tanpa pengeras suara.