Fenomena Jaksel, Sisi Positif dan Negatifnya
JAKARTA - Banyak kalangan anak muda mengikuti fenomena pergaulan di Jakarta Selatan (Jaksel), seperti menggunakan bahasa campuran Indonesia dan Inggris, nongkrong di kafe, atau bepergian ke tempat hiburan. Fenomena Jaksel ini dianggap sebagai fenomena sosial.
Fenomena di Jaksel ini dinilai terjadi akibat adanya akulturasi budaya. Selain itu, secara geografis Jaksel dianggap memiliki keeksklusivitasan dibandingkan daerah lain.
Hal ini sebagaimana pernyataan Dosen Fakultas Komunikasi dan Diplomasi Universitas Pertamina, Iqbal Ramadhan, M IP.
Fenomena Jaksel merupakan fenomena sosial yang terjadi karena faktor budaya akibat adanya akulturasi budaya dikarenakan secara historis dan geografis Jakarta Selatan memiliki ke eksklusivitasan dibandingkan daerah lain, ujarnya.
Selain itu, Iqbal menyoroti budaya Jaksel yang terkenal konsumtif. Ia menilai hal ini bisa dilihat dari 2 sisi.
"Pertama adalah kekonsumtivitasan tersebut faktanya dapat mendorong roda perekonomian lokal sehingga dapat mengembangkan bisnis di daerah tersebut," ucapnya.
Di sisi lain, menurutnya konsumtivitas tersebut bukanlah hal baik.
"Namun, jika dikaji dari sisi lainnya konsumtivitas tersebut bukanlah budaya yang baik jika terus-terusan dibiasakan. Apalagi untuk seorang mahasiswa yang harus belajar managing uang," ujar Iqbal yang juga pengamat akan fenomena Jaksel.
Meski begitu, menurutnya, sah-sah saja sekali-kali menjadi konsumtif asalkan bisa menata keuangan dengan baik.
Sementara itu, fenomena Jaksel ini tak hanya dirasakan kalangan yang bekerja di SCBD dan sekitarnya. Mahasiswa yang kuliah di Jaksel pun demikian.
Sebagian dari mereka cenderung mengikuti fenomena Jaksel yang sebenarnya punya dampak positif dan negatif.
Pada dasarnya memang tidak dapat dipungkiri untuk mahasiswa yang di Jaksel berbaur terhadap fenomena Jaksel ini. Menjadi personality yang adapatif memang perlu agar tidak kehilangan identitas kita di samping akulturasi dalam fenomena ini," tutur Iqbal.
Jika mengambil positifnya, anak-anak muda di Jaksel sangat terbuka (open minded) dengan perkembangan, dari segi budaya, bahasa, dan seni. Keterbukaan ini membuat mereka sangat up to date dengan tren kekinian.
Namun jika berbicara mengenai negatifnya, anak Jaksel terkenal dengan perilaku konsumtifnya.
Untuk menyikapi konsumtivitas ini kita perlu memahami yang mana kebutuhan hidup dan yang mana gaya hidup, ujar Iqbal yang juga pengamat akan fenomena Jaksel.
Bagaimana mahasiswa menyikapi hal tersebut, bergantung pemahaman mereka terhadap definisi Jaksel itu.
Tak sedikit mahasiswa dari luar DKI Jakarta kuliah di Jaksel. Tak jarang mereka merasakan culture shock sehingga terbawa arus. Hal ini dapat mengakibatkan fokus mereka kuliah terganggu lantaran lebih tertarik nongkrong untuk pergaulan.
Terkait hal itu, Iqbal menyarankan mahasiswa di Jaksel dapat menyikapi fenomena ini dengan baik.
Keekslusifan Jakarta Selatan sehingga menimbulkan budaya kerja kerasnya Jaksel, semangat dalam menggapai achievement dalam bidang pendidikan, dan bagaimana kita dapat terinternasionalisasi dikarenakan banyak perusahaan multinational yang ada di Jakarta Selatan, budaya-budaya tersebut merupakan budaya baik yang dapat kita serap," tutur Iqbal.
"Di samping itu kita juga harus meninggalkan budaya konsumtif yang berlebih sebagaimana adalah ciri-ciri dari anak Jaksel, ucapnya.
Sementara itu, fashion style influencer, Dhea Safadillah menyebut banyak anak muda berbakat dalam fenomena Jaksel tersebut. Tak sedikit di antara mereka mendalami fashion maupun seni. Selain itu, menurutnya, anak-anak Jaksel kreatif dan up to date.
Sebenarnya orang-orang yang terlibat dalam fenomena Jaksel itu banyak yang talented, beberapa dari mereka mengerti dan mendalami dalam bidang fashion dan bahkan bidang seni, tentu hal itu didukung juga dengan banyaknya spot aesthetic, keren dan asik di Jakarta Selatan yang membuat pemuda Jaksel lebih kreatif dan up to date," ujar Dhea yang sering bekerja di Jaksel.
Alif Naufal Saputra adalah mahasiswa di Univeristas Pertamina, yang juga aktif dalam kegiatan Persma Perisai










