Peternak Ayam Petelur Menjerit, Disperindag Kabupaten Malang: Harga Telur Masih Normal
JATIMTIMES - Sejumlah peternak ayam petelur di Kabupaten Malang mengalami kerugian beberapa waktu terakhir. Hal itu disebabkan karena ketidakstabilan harga yang dirasakan para peternak, dan juga harga jual telur tak bisa diprediksi.
Salah satu peternak di Desa Mendalanwangi, Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang, Syahroni mengaku harga telur dalam beberapa hari terakhir di bawah harga pokok produksi (HPP), dan tidak stabil sejak pergantian tahun. Oleh karena itu, ia dan peternak lain mengeluh lantaran ketidakpastian harga pasar dan membuatnya harus menelan kerugian.
Memang naik turunnya harga telur di pasaran ini menjadi pukulan berat buat peternak. Di sini peternak sudah angkat tangan. Modal pakan dengan jual telur harga rendah malah rugi, ungkap Syahroni, Rabu (23/2/2022).
Syahroni mengaku tak sendirian, ada sekitar 44 peternak ayam petelur di Wagir yang merasakan hal yang sama. Menurutnya, gara- gara pakan dan harga jual telur tidak sebanding bahkan bisa lebih tinggi pakan. Sebagian besar peternak mulai memikirkan untuk beralih ke peternakan lain atau pertanian yang lebih menghasilkan dan minim risiko.
Ia menyebut, peternak di Kabupaten Malang khususnya Kecamatan Wagir tidak akan bisa bertahan jika harga telur terus tidak stabil dan lebih sering di bawah harga pokok penjualan. Selain harga telur yang murah, harga pakan mahal sehingga membuat para peternak mengalami kerugian.
Selain ketidakstabilan harga telur, Syahroni mengira bahwa ada pengaruh dari pengusaha besar yang memiliki skala produksi tinggi di pabrik-pabrik. Dimana seingat Syahroni, dulu industri hanya memproses telur yang didapat dari peternakan warga, sekarang merambah hingga industri pakan.
Mungkin peternak akan ganti ke pertanian yang lain atau peternakan lain. Sekarang ada industri besar yang memproses produksi lebih tinggi dari peternak. Beda dengan dulu, sekarang industri menguasai dari hulu hingga ke hilir. Termasuk pakan, kata Syahroni.
Dari pengalamannya, Syahroni mengaku harga telur di pasaran sempat menyentuh angka rendah mencapai Rp 12 ribu. Sementara rata-rata harga pakan berkisar Rp 17 hingga Rp 19 ribu.
Dari pada hutang semakin banyak, mending dijual ayamnya. Kami peternak kecil yang hanya sekitar 2.000 - 3.000 ekor tidak bisa melawan perusahaan besar, keluh Syahroni.
Dari situ, Syahroni berharap pemerintah harus turun tangan langsung. Menurutnya hal ini sudah menyangkut hajat hidup orang banyak. Padahal, sebelumnya pada kondisi normal, ia bisa menghasilkan sekitar 2 ton telur per hari.
Sekarang ya tidak bisa. Menghasilkan telur satu kilogram itu butuh operasional Rp 19 ribu. Sedangkan harga telur sekilo Rp 14 ribu, lah kita nombok darimana? Kan gitu, contoh kecilnya kayak gitu, sesal Syahroni.
Terpisah, Plt Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Malang, Agung Purwanto menanggapi bahwa harga telur di pasaran masih normal. Ia menampik para peternak ayam petelur merugi.
Harga telur broiler rata-rata Rp 19.167 dan telur ayam kampung Rp 45.648, masih normal. Jika rugi karena harga pakan yang mungkin naik, kata Agung.
Menurut Agung, peternak di Kabupaten Malang saat ini tidak mengalami kesulitan. Hanya saja ada hukum pasar yang mengakibatkan naik turunnya harga komoditi.Tidak ada kesulitan, di dalam hukum pasar jika harga stabil berarti antara supply and demand masih seimbang, tambah Agung.