Kisah Fortuna Alvariza, Anak Dokmil TNI AU yang Jadi Konsultan HAKI

Kisah Fortuna Alvariza, Anak Dokmil TNI AU yang Jadi Konsultan HAKI

Nasional | reqnews.com | Senin, 14 Februari 2022 - 21:15
share

JAKARTA, REQnews -Fortuna Alvariza merupakan seorang advokat sekaligus juga konsultan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) terdaftar. Perempuan yang lebih akrab di sapa Ija itu adalah lulusan S1 Universitas Pancasila.

Dirinya juga pernah tinggal di Prancis dan mengambil beberapa pendidikan serta seminar terkait dengan hukum. Sehingga kemampuan dan pengalaman dirinya dalam bidang hukumnya sudah tak diragukan lagi.

"Sekaligus juga mempelajari tentang bisnis dalam bahasa Perancis dan mengunjungi beberapa pengadilan internasional di Belanda dan juga pengadilan Uni Eropa di Luxembourg," kata Ija kepada REQnews.com dikutip pada Senin 14 Februari 2022.

Ia mengatakan memiliki dua alasan mengapa dirinya tertarik terjun ke dunia hukum dan saat ini menjadi seorang advokat. "Kalau satu mungkin alasan klasik karena emang dibesarkan dalam keluarga yang latar belakangnya Ibu saya juga ahli hukum tapi dia memang bidangnya pertanahan, kemudian ayah saya itu tentara dia dokter TNI Angkatan Udara Republik Indonesia (TNI AU RI)," kata dia.

Sehingga menurutnya sehari-hari sudah terbiasa dengan perbincangan masalah hukum, politik, serta situasi perkembangan negara dan kebijakan-kebijakan dalam penegakan hukumnya. "Jadi otomatis memang dari kecil saya sudah terbiasa berdiskusi dan mendengarkan pendapat-pendapat tentang hukum dan penerapannya di Indonesia dan juga di negara lain," tambahnya.

Ia pun mengatakan bahwa alasannya lebihmengkhususkan diri di hak kekayaan intelektual, salah satunya saat dirinya berada di Prancis, terjadi krisis moneter di Asia. Kemudian beberapa investor di Eropa seharusnya lebih banyak tertarik investasi di Afrika karena banyak bekas negara jajahannya, namun saat itu mereka lebih tertarik berinvestasi di Asia.

"Pertanyaannya selalu, salah satunya adalah bagaimana dengan hukum hak kekayaan intelektualnya di Indonesia. Jadi pada saat itu saya harus riset dan mencari tahu untuk memberitahu ke mereka sebelum mereka investasi di Indonesia," ujarnya.

Menurutnya hal itulah yangmenimbulkan pertanyaan, mengapa begitu penting hukum kekayaan intelektual. "Ternyata korelasinya sampai sekarang saya itu melihat sangat memahami ternyata sangat penting. Terutama karena negara Indonesia adalah negara yang berkembang dan juga salah satu devisa yang diharapkan sekarang ini adalah dari ekonomi kreatif dan industri kreatif," kata dia.

Ija mengatakan bahwahak kekayaan intelektual itu penting, itulah yang menjadi salah satu alasannya untuk mengambil hukum dan spesialisasikan diri di hukum hak kekayaan intelektual.

Lebih lanjut, menurutnya setiap kasus itu memiliki seni dan tingkat kesulitannya masing-masing. Salah satu kasus yang pernah ditanganinya adalah terkait dengan pelaku yang menjual produk seprei dengan mengambil motif dari kekayaan intelektual milik orang lain.

Namun setelah diselidiki, ternyata seorang remaja perempuan dan ibunya hanya membeli bahan kain gelondongan di pasar dan membuka usaha di rumahnya yang kemudian dijahit dibuat sprei serta bantal, guling untuk dijual. Tetapi dirinya tidak mengetahui jika motif tersebut dilindungi.

"Hanya memang gini, hukum manapun termasuk di Indonesia itu kan tahu atau tidak tahu tapi kan dianggap tahu gitu, dan siapapun yang menjual atau mendistribusikan produk atau membuat gitu ya produk yang melanggar intelektual itu kan sebenarnya ya tetap aja ada bisa dikenakan pidana," lanjutnya.

Dirinya pun kemudianberdiskusi dengan klien dan mencoba memberikan masukan-masukan tersebut, bahwa jika pihaknya melanjutkan proses pidana yakin chance of success-nya itu besar untuk klien, karena mempunyai hak-hak yang sudah terlindungi.

"Akan tetapi kalau kita melihat kembali, apakah benar anak dan ibu ini punya itikad tidak baik gitu. Kita kembali lagi kepada prinsip hukum dasar apakah ada mens rea. Jadi dia tidak ada niat untuk mendompleng atau menggunakan kata intelektual orang lain, sekedar hanya untuk mencari nafkah," ujar Ija.

Sementara itu, menurutnyasetiap profesi itu harus ada unsur pengabdian dan memiliki idealisme. "Saya ingatkan terutama untuk advokat muda atau yang ingin jadi advokat, mungkin gini tujuan utama, betul Kita cari rezeki, betul Kita cari apa untuk hidup, gitu ya tapi tujuan utama itu sebenarnya harus diimbangi dengan nilai-nilai seperti pengabdian seperti ada unsur ingin membantu orang lain gitu ya, jadi hidup ini balance gitu nggak cuman melulu untuk mencari uang," tambahnya.

Sehingga menurutnya ada beberapa tipe pengacara, ada yang menggunakan jasanya untuk mencari kekayaan dan hidup mewah, hingga yang mengabdikan hidupnya untuk membantu orang lain.

"Ada pengacara yang sebenarnya kasusnya cukup banyak tapi memang dalam menerapkan honor atau melaksanakan tugasnya itu jadi ada semacam apa semacam subsidi silang gitu antara klien yang membayar tinggi dan memang klien yang tingkatnya UKM atau memang yang nggak bisa membayar sama sekali gitu," kata dia.

Kemudian Ija pun memberikan pandangannya terkait dengan multibar dalam organiasasi advokat, yang menurutnya saat ini harusnya menjadi single bar. Hal itu sangat penting, karena berkaca dari negara-negara lain advokat menjadi kompak, kemudian dalam penerapan kode etik menjadi lebih terarah.

"Bagaimana kita menerapkan kode etik kalau misalnya multibar gitu, jadi betapa mudahnya buat advokat yang nakal gitu, advokat kan juga nggak semuanya lurus.Kemudian diberikan sanksi karena kenakalannya misalnya atau ketidakpatuhannya terhadap kode etik, dengan mudahnya tinggal lari ke bar asosiation yang lain atau organisasi lain," katanya.

Saat ini saya tetap dengan Persatuan Advokat Indonesia (Peradi) yang kantornya itu ada di Grand Slipi Tower, yang diketuai oleh Otto Hasibuan," lanjutnya.

Topik Menarik