Mengenang Romo Mangun dan Setumpuk Warisannya untuk Indonesia

Mengenang Romo Mangun dan Setumpuk Warisannya untuk Indonesia

Nasional | reqnews.com | Jum'at, 11 Februari 2022 - 01:05
share

JAKARTA, REQnews - 10 Februari 1999 silam, Indonesia kehilangan sosok besar yang orang-orang biasa memanggilnya dengan nama Romo Mangun, sang pembela \'wong cilik\'.

Bernama asli RD Yusuf Bilyarta Mangunwijaya kelahiran Ambarawa, Jawa Tengah 6 Mei 1929, Romo Mangun adalah seorang budayawan besar, arsitek, penulis dan aktivis sosial, yang juga merupakan imam Gereja Katolik Roma.

Romo Mangun tutup usia pada Rabu 10 Februari 1999 silam di RS St. Carolus Jakarta Pusat, setelah mengalami serangan jantung saat berbicara di salah satu hotel di ibu kota. Ia kemudian dimakamkan di Kentungan, Yogyakarta.

Jasanya dalam berbagai bidang dapat dikatakan begitu besar. Dalam dunia sastra, novel Burung-Burung Manyar telah membawa nama Romo Mangun dikenal luas sampai di luar negeri. Tahun 1996, novel tersebut mendapat penghargaan sastra Ramon Magsaysay se-Asia Tenggara.

Ia juga menulis berbagai novel lainnya seperti Roro Mendut, Ido hingga Ikan-ikan Hiu, serta berbagai esai. Salah satu bukunya yang berjudul Sastra dan Religiositas menjadi karya nonfiksi terbaik 1982.

Namanya juga begitu mahsyur sebagai seorang arsitek. Bahkan, Romo Mangun hingga kini dikenal sebagai \'Bapak Arsitektur Modern Indonesia.

Ia mendapat penghargaan Aga Khan, sebuah pencapaian tertinggi karya arsitektural di dunia berkembang, untuk rancangan pemukiman masyarakat miskin di tepi Kali Code, Yogyakarta. Dedikasinya kepada rakyat kecil, ia persembahkan dengan bukti penghargaan The Ruth and Ralph Erskine Fellowship tahun 1995.

Kemudian, ia juga tercatat sebagai arsitek untuk beberapa bangunan terkenal, seperti Gedung Keuskupan Agung Semarang, Gedung Bentara Budaya Jakarta, Gereja Maria Assumpta hingga Wisma Salam Magelang.

Sepanjang hidupnya, Romo Mangun telah menempuh berbagai macam pendidikan dan jenjangnya. Ia mengeyam pendidikan Filsafat Teologi Sancti Pauli, di Kotabaru, Yogyakarta pada (1953-1959).

Kemudian masuk ITB untuk jurusan Teknik Arsitektur tahun 1959, hingga mendapatkan pendidikan di luar negeri seperti Jerman dan Amerika Serikat.

Pada masa-masa awal kemerdekaan, Romo Mangun jugaikutmembela Tanah Air dengan bergabung bersama Tentara Pelajar hingga masuk dalam TP Brigade XVII sebagai Komandan TP Kompi Kedu.

Karena perjuangan dan pengabdiannya membela hak-hak rakyat kecil, ia disebut sebagai salah satu tokoh oposisi pada masa pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan tangan besi Presiden Suharto.

Sebagai tanda balas jasa, warga di tepi Kali Code, Yogyakarta membangun sebuah museum yang diberi nama Romo Mangun.

Bentuk museum ini adalah bangunan dua lantai berbilik bambu. Warga sekitar menganggapnya sebagai pahlawan karena telah membebaskan mereka dari penggusuran.

Topik Menarik