Legenda Tangisan Hantu Noni Belanda Penghuni Istana Negara
KURUSETRA -- Salam Sedulur... Istana Negara yang berdiri sejak 1804 menyimpan banyak cerita dari era pemerintahan Hindia Belanda, kemerdekaan, sampai era milenial sekarang. Dari sederet cerita bersejarah dan rekam jejak yang tak terungkap di balik kokohnya tembok Istana, ada kisah horor yang diungkap mantan seorang pegawai Istana Negara. Kisah tentang sosok makhluk astral berwujud noni Belanda sedang menangis itu diceritakan via Twitter.
Kesaksian itu pun menjadi buah bibir, khususnya warganet yang demen berburu cerita-cerita mistis. Cerita horor itu diungkap Priyo Sambadha, mantan ajudan Presiden Abdurahman Wahid alias Gus Dur.
Priyo sudah 30 tahun mengabdi di Istana Negara, sehingga tak heran dia sudah ngelotok kondisi di sana. Lewat utasnya di akun Twitter, Priyo merawikan pengalamannya.
"Jadi begini, hingga akhir masa tugas, saya dinas di istana kepresidenan itu nyaris 30 tahun hingga saya mengundurkan diri atas permintaan sendiri karena sudah capek. Pengin ngerasain jadi orang bebas. Jadi saya cukup mengenal tiap sudut istana."
Presiden Soekarno dan keluarganya adalah yang terakhir kali menghuni Istana Negara di Jakarta. Sementara Presiden Soeharto dan keluarga tidak menetap di istana karena memilih tinggal di rumah pribadi, Jalan Cendana Jakarta.
"Jadi bisa dibayangkan suasana dan aura komplek istana ketika malam hari. Megah, bersih, tapi senyaap," ungkap Priyo.
Di malam hari, menurut Priyo tidak ada staf kepresidenan yang bernyali masuk ke Istana Negara. Alasannya apalagi jika bukan karena alasan gangguan mistis.
"Selain memang nggak ada perlunya juga karena selalu aja ada yang \'ganggu\'. Paspampres aja kalo patroli komplek nggak pernah sendirian. Minimal berdua atau bertiga. Tapi itu bisa jadi karena protap ya. Bukan takut," kata Priyo.
Ia juga mengaku tak pernah berani ke Istana Merdeka atau Istana Negara saat malam hari sendirian. Namun, ketika menjadi ajudan Gus Dur, dia memilih menempati kamar yang disediakan di Istana Negara ketimbang harus pulang pergi dari rumahnya di Bekasi ke Istana setiap hari.
"Di era Orba itu saya sendiri juga nggak pernah malam-malam blusukan ke bangunan istana Merdeka atau Istana Negara. Tapiiii, ketika Presiden Gusdur dan keluarga memutuskan untuk tinggal di Istana demi untuk pertimbangan kepraktisan dan efisiensi, maka dimulai lah cerita saya ini," ujar Priyo.
Di era Presiden Gus Dur, Priyo diberi satu kamar di Wisma Negara yang masuk kawasan Istana Negara. Menurut dia, Wisma Negara punya bau yang khas karena memang jarang dihuni, apek.
"Di era Presiden Gusdur, saya jadi jarang pulang. Saya dikasih 1 kamar di Wisma Negara. Sebuah bangunan yang terletak di antara Istana Merdeka dan Istana Negara. Bangunan tua 6 lantai berkamar-kamar seperti hotel yang bertahun-tahun juga nggak pernah dihuni. Aromanya khas ruangan kosong lama. Apek," sebutnya.
Awalnya ia mengaku takut karena sering mendengar banyak cerita mistis dari para pengawal di Istana Negara. "Benarnya saya nggak gitu nyaman. Tapi dari pada pulang balik Jakarta-Bekasi tiap dini hari, ya sudah saya memilih menginap di Wisma Negara ini meski cerita mistis macam-macam sudah puluhan kali saya dengar dari para pegawai istana," katanya.
Cerita populer di Istana Negara adalah sosok hantu noni Belanda yang bunuh diri karena kisah cinta dengan kekasihnya tak dapat restu. "Di istana itu sudah populer cerita tentang hantu seorang gadis kulit putih cantik jelita yang suka mengganggu siapa saja. Minimal penampakan sekilas. Konon katanya gadis itu dulu bunuh diri karena hubungan asmaranya dengan pemuda Indonesia tak direstui oleh orang tuanya, pejabat Belanda," ujar Priyo.
"Cerita dari beberapa staf yang pernah melihatnya, katanya ia sangat cantik, rambutnya pirang dikepang dengan menggunakan rok panjang berenda-renda."
Tak menunggu waktu lama, ia pun ternyata mendapatkan kesempatan bertemu dengan sosok legenda tersebut. Saat itu dia menginap di Wisma Negara dan kembali ke kamar pukul 2 dini hari. Saat itu, lingkungan Istana Negara sepi.
"Ketika awal saya harus menginap di Wisma, saya berusaha keras membuang jauh mitos horor itu dari kepala saya. Lagi pula malam itu saya sudah sangat lelah. Jam sudah sekitar setengah 2 dini hari. Memang begitu kebiasaan Presiden Gusdur. Nanti bakda subuh beliau sudah olah raga pagi," ujar dia.
Untuk sampai ke Wisma Negara, ia harus melewati sebuah pohon besar yang dikenal angker. Ada cerita penampakan sosok wanita yang bergelantungan di pohon tersebut sehingga membuatnya sedikit bergidik. Meski sempat takut, ia pun memberanikan diri melewati pohon tersebut.
"Sehingga malam itu usai tugas, dengan langkah pelan dari Istana Merdeka saya menuju Wisma Negara untuk istirahat, di halaman istana, saya melewati satu pohon Buni (Wuni) sangat besar yang juga angker. Kabarnya sering ada perempuan bergelantungan di atas sambil nangis lalu berubah cekikikan," kata Priyo.
"Terus terang saya agak jiper juga harus melewati bawah pohon rindang itu sendirian di malam buta ini. Sunyi senyap. Tapi saat itu rasa lelah saya mengalahkan rasa takut saya. Saya teruskan langkah saya sambil berdoa sekenanya. Saya nggak mau mendongak ke atas pohon," kata Priyo.
"Alhamdulillah saya selamat melewati pohon ratusan tahun itu. Nggak ada kejadian aneh meski auranya sangat mistis. Sekujur tubuh merinding semua," sambungnya.
Ia pun akhirnya sampai di Wisma Negara yang terkenal dengan cerita horor lantai 6. Priyo menjelaskan lantai 6 adalah tempat pertemuan dan terdapat piano serta seperangkat gamelan Jawa.
"Lalu sampailah saya di lobi Wisma Negara. FYI, dari 6 lantai gedung ini yang bukan terdiri dari kamar-kamar itu hanya lantai 6 yang berupa aula pertemuan. Di sana juga ada piano dan seperangkat gamelan Jawa yang konon sering bunyi sendiri," ungkap Priyo.
"Jadi ya sangat jarang orang ke lantai 6 karena memang nggak ada perlunya. Sehingga lantai 6 ini adalah lantai yang paling horor. OB aja kalo harus bersih di situ selalu ramai-ramai meski siang hari. Bayangkan," lanjutnya.
Ia pun langsung menuju lift dan memencet tombol lantai 3. Tetapi ternyata kenyataan berkata lain. Lift yang dia tempati tidak berhenti di lantai 3, melainkan terus ke lantai 6.
"Sampai di lobi yang juga sepi temaram, saya pencet tombol lift. Lantai dimana kamar saya berada. Nggak gitu lama, \'Ting!\'. Pintu lift terbuka. Aman. Saya masuk langsung pencet tombol. Lantai 3. Tombol nyala, pintu lift menutup. Lift bergerak mulai naik perlahan. Suaranya khas lift tua. Ada dengungan rendah dan decitan sedikit. Sedikit goncangan juga," ungkap Priyo.
"Saya perhatikan tombol mulai nyala semestinya. Dari ground naik ke lantai satu. Tapi saat itu saya memang masih belum terbebas dari rasa merinding dari bawah pohon rindang tadi. Saya lirik kiri kanan, aman," sambungnya.
"Saya perhatikan tombol terus nyala dari lantai ground ke lantai 1, lalu lantai 2. Saya siap-siap segera keluar dari lift ketika sampai lantai 3 karena memang rasanya makin nggak secure. Tapiii.., ketika tombol lantai 3 nyala, lift nggak berhenti seperti yang saya harapkan. Lift terus bergerak naik," kata Priyo.
"Saya panik. Refleks saya pencet berkali2 tombol nomor 3 tapi lift masih terus jalan naik dengan suara mirip erangannya yang khas itu. Saya pasrah sudah. Ini pasti menuju lantai 6 yang legendaris itu. Duh Gusti," lanjutnya.
Lift berhenti di lantai 6. Bulu kuduknya langsung berdiri ketika pintu lift terbuka. Lantai 6 kosong dan gelap, namun ada satu meja di sudut kiri yang memaksa mata Priyo tertarik ke sana.
"Benar saja. Lantai 4 lewat, 5 lewat, lalu lantai 6 lift berhenti dengan kagok karena berguncang sedikit. Saya diam saja mematung. Berharap pintu nggak akan pernah terbuka. Beberapa saat diam. Tak ada yang terjadi. Saya berfikir saya akan pencet tombol nomor 3 supaya lift langsung turun lagi," ujar Priyo.
"Tapi sebelum rencana itu saya lakukan, dengan perlahan pintu lift terbuka perlahan \'Ting!\'."
"Saya saksikan ruangan di lantai 6 itu gelap gulita. Tapi dalam temaram saya masih bisa saksikan meja-meja bundar dengan beberapa kursi di tiap meja layaknya untuk jamuan atau pertemuan. Semua kosong sepi, kecuali satu meja di sudut kiri," kata Priyo.
"Di satu meja di sudut kiri itu saya lihat perempuan duduk sendirian membelakangi saya sambil menangis. Saya tahu dia menangis karena dia tertunduk di meja dan saya bisa mendengar isak tangisnya yang sungguh pilu. Lebih tepat ia sedang sesenggukan sendirian dalam kegelapan," sambungnya.
"Perempuan muda itu memakai rok indah berenda-renda. Warnanya kurang jelas tapi warna terang. Rambutnya kuning emas dikepang apik. Saya shock. Refleks tombol lift saya pencet berkali-kali dengan kasar supaya pintu segera menutup. Tapi lift tak bereaksi sama sekali," kata Priyo.
"Saya sebenarnya bukan tipe orang yang mudah takut dengan hal seperti itu. Saya sudah pernah mengalami hal gaib sebelumnya. Tapi saat itu saya sangat panik, yang saya takutkan saat itu adalah apa yang akan terjadi selanjutnya ketika saya dipaksa menyaksikan itu semua. Anything can happen," lanjutnya.
"Ketika pencetan kasar tombol nggak ada hasilnya, yang bisa saya lakukan saya pasrah sambil sekuat tenaga menahan kencing di celana. Dalam momen yang bagi saya terasa sangat lama itu, kepala perempuan itu dengan sangat perlahan beranjak dari muka meja lalu menoleh ke arah saya," ujar Priyo.
"Dalam temaram saya lihat dia masih sangat belia. Wajahnya cantik tipikal wajah gadis kulit putih Eropa. Dengan jemarinya, ia mengusap air matanya dengan anggun. Saya masih mematung tak berdaya dg dengkul saya lemas semua. Setelah itu, sorot matanya bergerak tertuju ke saya. Ya Allah ya Rabbi... Lalu ia tersenyum cantik sekali. Dan hanya dalam sepersekian detik pintu lift tiba2 tertutup sendiri turun ke lantai 3," sambungnya.
"Malam itu, di kamar saya di Wisma Negara lantai 3, semalam suntuk perasaan saya, saya dengar sayup2 suara musik piano ditambah suara \'gemrengeng\' banyak orang mirip orang sedang berpesta," ungkap Priyo.
"Itu tadi salah satu \'kejadian besar\' yang saya alami di istana selain \'kejadian kecil\' yang sulit untuk diterima akal sehat. Tapi anehnya, setelah kejadian malam itu, somehow saya tidak merasa takut lagi jika harus berkeliaran malam hari sendirian di istana. Sekian, Bless you all," tutupnya.