Kisah Raja Mataram Sultan Agung Ingin Kuasai Banten Dihalangi Penjajah Belanda

Kisah Raja Mataram Sultan Agung Ingin Kuasai Banten Dihalangi Penjajah Belanda

Infografis | sindonews | Jum'at, 22 November 2024 - 07:14
share

Keberhasilan menaklukkan Surabaya membuat Raja Kesultanan Mataram Sultan Agung berkeinginan menaklukkan Banten. Penyebabnya di Jawa hanya tinggal Banten dan beberapa daerah di barat pulau yang belum ditaklukkan.

Namun upaya penaklukkan Banten dihalangi oleh penjajah Belanda yang ada di Batavia (Jakarta).

Batavia kala itu memang dikuasai oleh VOC Belanda, yang juga sedang berencana melakukan ekspansi wilayah ke Banten.

Sebelum mencoba menaklukkan Batavia, Sultan Agung terlebih dahulu mengirim utusan ke Batavia.

Utusan dari Kesultanan Mataram itu akhirnya dikirim oleh Sultan Agung pada April 1628. Sosoknya bernama Kiai Rangga, Bupati Tegal yang jadi perantara penguasa Mataram dengan VOC Belanda.

Tawaran damai pun disampaikan oleh Sultan Agung dan Kerajaan Mataram, tetapi seperti bisa ditebak hal itu ditolak oleh VOC Belanda.

Alhasil sebagaimana dikutip dari buku "Tuah Bumi Mataram: Dari Panembahan Senopati hingga Amangkurat II" tulisan Peri Mardiyono, membuat Sultan Agung akhirnya memutuskan untuk menyatakan perang terhadap VOC Belanda.

Strategi pun disusun oleh Kerajaan Mataram, prajurit Mataram mengirim prajuritnya secara sembunyi-sembunyi untuk menghindari endusan VOC Belanda.

Pada Agustus 1628 dipimpin oleh Tumenggung Bahureksa, Bupati Kendal sampai di Batavia. Armada Bahureksa hendak menyerang Batavia dengan membawa 150 ekor sapi, 5.900 karung gula, 26.600 buah kelapa, dan 12.000 karung beras.

Pihak Mataram menyampaikan ke VOC Belanda hendak berdagang di Batavia. Namun pihak VOC sempat curiga, meski pada hari berikutnya akhirnya menyetujui penurunan sapi-sapi asal Mataram dengan syarat kapal Mataram hanya menepi satu demi satu.

Sebanyak 100 prajurit bersenjata dari garnisun Kasteel atau benteng pun dikeluarkan untuk berjaga-jaga.

Hari ketiga, tujuh kapal Mataram muncul lagi di Batavia dengan alasan meminta surat jalan dari pihak Belanda agar dapat berlayar ke Malaka, yang saat itu juga di bawah kekuasaan VOC.

Kecurigaan VOC pun makin menguat, hingga akhirnya semakin memperkuat penjagaan di dua benteng kecil utara dan menyiapkan artilerinya.

Pada sore harinya, dua puluhan kapal Mataram menurunkan pasukannya di depan Kasteel. Melihat prajurit Mataram yang tiba mendadak begitu banyak, Belanda terkejut dan buru-buru masuk ke benteng kecil. Sejumlah kapal Mataram lain mendaratkan prajuritnya. Saat itu pasukan Mataram kemudian dihujani tembakan dari Kasteel.

Pada 25 Agustus, 27 kapal Mataram mulai berdatangan masuk ke Teluk Batavia, tetapi berlabuh agak jauh dari kastil. Di sebelah selatan Batavia, para tentara Mataram mulai tiba, dengan panji berkibar. Hal ini menunjukkan, Mataram telah menyatakan keinginannya memerangi Belanda.

Keesokan harinya, terhitung ada 1.000 prajurit Mataram mulai bersiaga di depan Batavia. Mereka sudah siap pertempuran di Batavia. Maka pada 27 Agustus 1628, satu kompi berkekuatan 120 prajurit di bawah pimpinan Letnan Jacob van der Plaetten, berhasil menghalangi laju tentara Mataram pasca terjadinya pertempuran dahsyat.

Sementara beberapa kapal Belanda datang dari Banten dan Pulau Onrust, serta mendaratkan 200 prajurit. Kini kastil Belanda itu hanya dipertahankan oleh 530 prajurit. Sementara bagi Mataram, tambahan prajurit terus berdatangan.

Pasukan Mataram berikutnya tiba bulan Oktober 1628 dipimpin oleh Pangeran Mandurareja cucu Ki Juru Martani. Total seluruh pasukan Mataram ada 10.000 prajurit, termasuk yang tiba sebelum-sebelumnya.

Perang besar pun terjadi di Benteng Belanda. Pasukan Mataram yang unggul jumlah justru mengalami kekalahan besar, karena kurangnya perbekalan.

Mengetahui kekalahan ini, konon akhirnya Sultan Agung marah dan langsung melakukan tindakan tegas dimana pada Desember 1628, Sultan Agung mengirim algojo untuk menghukum mati Tumenggung Bahureksa dan Pangeran Mandurareja, karena dianggap gagal menjalankan misi ke Batavia.

Topik Menarik