Riwayat Jembatan Kaliketek Bojonegoro, Tempat Mistis Pembuangan Mayat Simpatisan PKI
Jejak Partai Komunis Indonesia (PKI) di Bojonegoro tak bisa dilepaskan dari Jembatan Kaliketek, yang membentang di atas Sungai Bengawan Solo. Konon jembatan yang sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda ini dibangun dengan memakan tumbal nyawa.
Jembatan Kaliketek sendiri merupakan jalur provinsi yang menghubungkan antara Kabupaten Tuban dan Kabupaten Bojonegoro. Jembatan ini membentang di atas sungai terpanjang di Pulau Jawa yakni Sungai Bengawan Solo.
Ada dua jembatan yang menghubungkan dua desa yakni Desa Banjarejo, Kecamatan Bojonegoro Kota dengan Desa Banjarsari, Kecamatan Trucuk, Kabupaten Bojonegoro. Jembatan sisi barat merupakan jembatan baru yang dibangun setelah Jembatan Kaliketek sisi timur.
Jembatan ini baru dibangun karena secara konstruksi dan ruas Jembatan Kaliketek yang kurang lebar. Sementara Jembatan Kaliketek sisi timur sendiri merupakan salah satu peninggalan era kolonial Belanda yang dibangun pada tahun 1914.
Konon nama Jembatan Kaliketek lantaran wilayah yang berada di seberang sungai yang konon dahulu banyak terdapat ketek atau kera. Hal ini yang membuat orang-orang sekitar menyebut Jembatan Kaliketek, dan nama itu yang populer dipakai hingga kini.
Cerita-cerita mistis mengiringi jembatan ini selama beroperasi. Pantauan di jembatan ketika malam hari memang suasana sepi dan minim penerangan.
Jembatan ini menjadi akses kendaraan - kendaraan besar, seperti truk dan bus menuju kawasan Kabupaten Tuban atau ke jalur Pantai Utara Jawa (Pantura), dan menjadi penghubung jalur tengah dan jalur Pantura.
Jalurnya lebar bisa dilalui kendaraan besar di kedua lajurnya. Masing-masing lajur memiliki kurang lebih lebar 6 meter, dengan total lebar lajur sekitar 12 meter. Sementara panjang jembatan baru sisi barat diperkirakan sekitar panjang 800 meter.
Sedangkan Jembatan Kaliketek sisi timur atau jembatan peninggalan Belanda memiliki lebar lebih sempit. Kurang lebih lebarnya sekitar 6 meter, itu pun di tengah lajur jembatan dulunya terdapat rel kereta api yang menghubungkan antara Bojonegoro dengan Tuban.
Kronologi Mobil Kapolres Boyolali Tabrak Truk di Tol Batang yang Tewaskan Ajudan dan Sopir
Kini rel kereta api itu sudah tak terpakai lagi, layaknya Jembatan Kaliketek sisi timur yang terbengkalai. Bahkan jembatan lama aspal - aspalnya pun sudah tak lagi tampak, tinggal rangkai baja dan besi yang masih tersisa.
Seluruh lalu lintas jembatan dialihkan ke Jembatan Kaliketek baru di sisi barat dari jembatan lama. Kendati sudah ada jembatan baru, suasana mistis dan menyeramkan masih terlihat di lokasi.
Apalagi saat malam tiba, dengan suasana gelap dan penerangan sekitar jembatan kurang. Belum lagi tiupan angin dan suara arus Sungai Bengawan Solo yang ada di bawah jembatan membuat bulu gidik merinding.
Perasaan menakutkan kian terasa saat kendaraan besar seperti truk dan bus besar melintas, yang membuat jembatan bergetar karena getaran beban kendaraan yang melintas.
Penelusuran di lokasi sejumlah makhluk tak kasat mata memang menghuni lokasi sekitar jembatan. Banyaknya tanaman liar yang tumbuh kian membuat jembatan ini tampak mistis di malam hari.
Apalagi residu energi jembatan di masa penjajahan Belanda kian terasa. Pengamatan tak kasat mata, sejumlah teriakan dan suara rintihan yang menjadi residual energi di masa lalu, masih terasa.
Konon di masa lalu Jembatan Kaliketek memakan tumbal akibat pembangunan di masa Belanda. Saat itu Belanda membangun Jembatan Kaliketek guna mengangkut hasil rempah dari Bojonegoro dan sekitarnya ke area utara di pelabuhan.
Jembatan Kaliketek ini konon juga menjadi saksi bisu sejumlah pembantaian saat peperangan antara pasukan Belanda dengan masyarakat Bojonegoro yang dikomandoi Lettu Suyitno di masa Agresi Militer usai kemerdekaan.
Saat masa revolusi tragedi pembantaian orang orang yang diduga ikut PKI di tahun 1965 lantas dibuang di Sungai Bengawan Solo, konon juga menjadi bagian dari residual energi yang kuat.
Pemerhati sejarah Bojonegoro Ahmad Satria Utama mengatakan, ada beberapa catatan yang memang peristiwa pembantaian orang-orang yang mengikuti PKI dan simpatisnanya. Mereka dibunuh dan dibuang di bawah jembatan yang menjadi bagian dari aliran Sungai Bengawan Solo.
Tragedi pembantaian organisasi PKI di tahun 1965 dan beberapa temuan jenazah yang hanyut terjadi di Sungai Bengawan Solo di sekitar jembatan itu, kata Ahmad Satria Utama kepada SINDOnews.
Jejak residu mencekam di masa lalu itulah yang konon kerap dikaitkan dengan sisi lain mistis jembatan. Terlebih beberapa kecelakaan dan penemuan jasad manusia beberapa kali terjadi di jembatan dan area sekitarnya.
Di sisi lain, praktisi supranatural Ki Mudo Leksono menuturkan, ada beberapa energi yang kuat dari area bawah jembatan, terutama di Sungai Bengawan Solo-nya. Dimana sosok yang muncul salah satunya buaya putih yang berada di bawah Jembatan Kaliketek sisi timur.
Di atas jembatan seperti kayak jin wujudnya binatang bermain di atas jembatan. Sungainya lebih banyak aktivitas bangsa jin dari jembatan yang sebelah timur, terus ada sudut sebelah barat di dekat sirkuit dulu, kata Ki Mudo Leksono.
Residu kuat juga terasa di sisi utara bagian barat, tepat di bekas lokasi yang pernah digunakan sebagai sirkuit motor cross yang kini dimanfaatkan menjadi tempat pemakaman umum.
Aktivitas bangsa jin, di bawah jembatan peristiwa masa lampau, bumi mengandung suatu energi. Ketika beraktivitas diserap oleh bumi sehingga timbul energi metafisik, ujar dia.
Tetapi dirinya menegaskan, selama melintasi jembatan dengan berhati-hati dan berdoa. Hal ini mampu mencegah adanya kecelakaan dan kejadian yang tidak diinginkan.
"Memang sangat banyak aktivitas dari bangsa jin kita harus berhati-hati, pada diri sendiri dan jangan lupa berdoa untuk diri kita dan orang-orang yang meninggal di sekitaran Jembatan Kaliketek," tukasnya.