Kisah Raja Mataram Dyah Balitung Bebaskan Pajak Desa usai Terdampak Letusan Gunung Merapi
Raja Mataram Dyah Balitung konon pernah memberikan wilayah sima atau daerah bebas pajak karena letusan gunung merapi. Pemberian wilayah bebas pajak kepada suatu daerah ini juga memunculkan dua orang nenek raja pads sebuah prasasti.
Konon dua orang nenek itu yakni Nini Haji Rakai Wwatan Pu Tammer di dalam Prasasti Poh, dan Rakryan Sanjiwana di dalam Prasasti Rukam tahun 829 Saka atau sama 19 Oktober 907 M. Di dalam Prasasti Poh itu perintah raja Rakai Watukura Dyah Balitung diterima oleh Rakryan Mapatih i Hino pu Daka dan Nini Haji Rakai Wwatan pu Tammer, untuk menetapkan Desa Poh dengan anak-anak desanya, yaitu Rumasan dan Nyu, menjadi sima bagi sang hyang caitya, atau sebuah bangunan suci pendharmaan.
Selain itu Dyah Balitung Penguasa Mataram Kuno juga konon memerintahkan untuk mengelola bangunan silunglung dari Sang Dewata Sang Lumah ing Pastika. Mungkin tokoh ini, yang juga dijumpai di dalam prasasti-prasasti Rakai Kayuwangi, adalah kakek Rakai Watukura dyah Balitung, suami Rakai Wwatan pu Tammr.
Pada buku "Sejarah Nasional Indonesia II : Zaman Kuno", tercantum bagaimana pada Prasasti Rukam diperingati perintah raja, untuk menetapkan menjadi sima Desa Rukam yang masuk wilayah pusat kerajaan, bagi Rakryn Sanjiwana Nini Haji. Hal ini karena desa itu pernah hancur oleh letusan gunung.
Kewajiban sima itu adalah memberi persembahan kepada bangunan suci di Limwung dan membuat sebuah kamln. Penghasilan pajak Desa Rukam sebanyak 5 dhrana perak dan sebanyak 5 msa hendaknya dipersembahkan kepada bangunan suci di Limwung itu, dan penduduknya berkewajiban melakukan kerja bakti (bucang haji) untuk pengelolaan kamln.
Akan tetapi, karena Rakai Wwatan pu Tammr itu disebut bersama dengan Rakryn Mapatih i Hino pu Daka, sedang di atas telah dikatakan bahwa mungkin sekali Daksa itu ipar Rakai Watukura, Rakai Wwatan pu Tammr mungkin sekali nenek pu Daka, dan nenek permaisuri raja.
Dengan demikian, dapat diperkirakan bahwa Rakryan Sanjiwana ialah nenek raja sendiri secara langsung. Yang perlu dicatat di sini adalah bahwa nama Rakryn Sanjiwana itu masih melekat pada salah satu candi di dekat Prambanan, yakni Candi Sojiwan.
