Potensi Zakat Rp300 Triliun, Menag: Kemiskinan Bisa Cepat Diatasi tanpa APBN
JAKARTA, iNews.id - Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar mengungkapkan potensi zakat di Indonesia harus dioptimalkan untuk membantu mengatasi kemiskinan di Indonesia yang masih tinggi. Saat ini, dana yang dikumpulkan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) pada 2024 lalu mencapai Rp41 triliun.
Padahal, potensi zakat sangat besar jika dikumpulkan secara maksimal yakni mencapai Rp300 triliun per tahun.
Dengan besarnya potensi dana zakat itu, kata Menag, kemiskinan bisa diberantas dalam waktu singkat.
“Kita negara yang kaya, tetapi masih banyak masyarakat kita yang miskin. Padahal, jika semua potensi zakat dan wakaf ini dioptimalkan, tidak akan ada lagi orang kelaparan di negeri ini,” ungkap Menag Nasaruddin Umar saat menghadiri Festival Ramadan Bimas Islam di Jakarta, Jumat (21/3/2025).
Menag menjelaskan, jika sebagian dari dana zakat sebesar Rp41 triliun tersebut difokuskan untuk masyarakat yang masuk kategori miskin ekstrem, masalah kemiskinan dapat terselesaikan tanpa perlu mengandalkan APBN.
Lebih Menarik dengan Cerita dan Karakter Baru, Suparman Reborn 4 Hadir Kembali Selama Ramadan
Karena itu, kata Menag, fikih zakat di Indonesia perlu diperbarui agar zakat dapat lebih relevan dengan kondisi ekonomi saat ini. Sebab, selama ini pengelolaan zakat masih mengacu fikih klasik yang disusun ribuan tahun lalu.
“Fikih zakat harus lebih modern. Kita harus memahami siapa yang sebaiknya diberikan bantuan dalam bentuk uang, siapa yang lebih membutuhkan alat kerja, dan siapa yang perlu modal usaha,” katanya.
Nasaruddin menegaskan, optimalisasi zakat dan wakaf bisa menjadi solusi untuk mengatasi kemiskinan ekstrem di Indonesia.
Menurutnya, konsep pemberdayaan ekonomi berbasis keagamaan harus dikembangkan agar dana yang terkumpul dapat langsung menyasar kelompok yang paling membutuhkan.
“Kami sangat terinspirasi oleh pernyataan Presiden mengenai upaya pengentasan kemiskinan. Beliau sangat profesional dalam membedakan antara kemiskinan mutlak dan kemiskinan biasa,” ujar Nasaruddin.
Menag menyebutkan, ada tiga komponen utama dalam mengatasi kemiskinan. Tantangan terbesar adalah kemiskinan mutlak atau ekstrem, yang dalam istilah Al-Qur’an disebut sebagai fakir.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa jumlah penduduk dalam kategori ini mencapai 3,17 juta orang.
“Jika kita hitung, kebutuhan minimal mereka sekitar Rp600 ribu per bulan. Artinya, untuk mengatasi kemiskinan mutlak ini, kita membutuhkan sekitar Rp20 triliun,” katanya.
Menag juga membedakan antara kemiskinan alami akibat bencana dan kemiskinan budaya yang terjadi karena pola pikir dan kebiasaan masyarakat.
Selain itu, ada pula kemiskinan struktural yang dialami mereka yang memiliki keterampilan tetapi tidak mendapatkan akses modal atau kepercayaan dari lingkungan sekitar.
Nasaruddin juga menyoroti potensi wakaf yang mencapai Rp178 triliun per tahun. Jika dikelola dengan baik, dana ini bisa membantu mengentaskan kemiskinan lebih cepat. Ia mencontohkan sistem yang lebih praktis, seperti menambahkan 10 dari tagihan listrik atau telepon sebagai dana wakaf.
Karena itu, menag mengajak umat Islam untuk lebih aktif membayar zakat, infak, dan sedekah sebagai bentuk tanggung jawab sosial.