Tak Ada Ampun! Koruptor di China Dihukum Mati
JAKARTA, iNews.id - Usulan dari pemerintahan Pesiden Prabowo Subianto untuk mengampuni koruptor asal mengembalikan uang yang mereka tilap memicu pro-kontra. Kritikan salah satunya datang dari mantan Menko Polhukam Mahfud MD.
Dia mengkritik wacana koruptor diampuni asal membayar ganti kerugian atau 'denda damai' sebagai sesuatu yang salah. Menurut Mahfud, masalah tindak pidana korupsi tidak bisa diselesaikan secara damai.
"Saya kira bukan salah kaprah, salah beneran (denda damai). Kalau salah kaprah itu biasanya sudah dilakukan, terbiasa meskipun salah. Ini belum pernah dilakukan kok. Mana ada korupsi diselesaikan secara damai," kata Mahfud.
Dia juga menilai penerapan wacana denda damai merupakan bentuk korupsi lain yakni kolusi. Menurutnya, peradilan denda damai akan membuat para aparat penegak hukum rentan terjerat kolusi.
Negara-Negara yang Hukum Mati Koruptor
Lantas bagaimana negara lain memperlakukan koruptor? Beberapa negara bahkan menerapkan hukuman mati bagi kasus korupsi kakap.
China termasuk negara yang keras dalam penegakan hukum bagi pelaku korupsi. Bahkan beberapa pejabat negara Komunis itu tercatat berakhir tragis di hadapan regu tembak dalam beberapa tahun terakhir. Ini menjadikan China sebagai negara yang relatif paling sering menjatuhkan hukuman mati kepada koruptor.
Kasus yang cukup menyita perhatian melibatkan mantan pemimpin perusahaan Huarong Asset Management, Lai Xiaomin. Dia dijatuhi hukuman mati oleh Majelis Hakim Pengadilan Banding Kota Tianjin pada 5 Januari 2021.
Lai mengaku bersalah menerima suap total 1,788 miliar yuan atau sekitar Rp3,8 triliun dari 2008 sampai 2018. Saat itu dia memegang posisi penting di lembaga regulator perbankan.
Kemudian pada Mei 2024, pengadilan China juga menjatuhkan hukuman mati kepada Bai Tianhui juga terkait kasus melibatkan Huarong Asset Management. Mantan pejabat itu dituduh terlibat korupsi sebesar 1,1 miliar yuan atau sekitar Rp2,4 triliun.
Bai terbukti menerima suap dalam jumlah besar selama masa jabatannya di perusahaan manajemen aset terbesar China tersebut.
5 Calon Kuat Juara Ganda Putri di BWF World Tour Finals 2024, Nomor 1 Peraih Medali Emas Olimpiade!
Vietnam belum lama ini juga menjadi sorotan terkait tindakan tegas terhadap koruptor. Bukan hanya pejabat, bahkan sektor swasta pun juga menjadi target.
Teranyar, hakim pengadilan Vietnam menjatuhkan hukuman mati terhadap perempuan taipan real estate, Truong My Lan, 11 April 2024. Dia dinyatakan bersalah atas skandal melibatkan uang 304 triliun dong atau sekitar Rp194,6 triliun.
Ini merupakan skandal terbesar yang pernah tercatat dalam sejarah Vietnam.
Bos perusahaan real estate Van Thinh Phat Holdings Group itu dinyatakan bersalah atas tuduhan penggelapan, penyuapan, serta pelanggaran aturan perbankan.
Lan dan kaki tangannya dituduh menyedot uang 304 triliun dong lebih dari Saigon Joint Stock Commercial Bank (SCB) sejak awal 2018 hingga Oktober 2022. Saat itu pemerintah memberikan dana talangan kepada SCB yang terancam bangkrut. Lan menilap sejumlah besar uang dengan mengatur pinjaman secara ilegal kepada perusahaan cangkangnya.
Negara lain yang menindak tegas pelaku korupsi adalah Iran. Korupsi merupakan salah satu pelanggaran yang pelakunya bisa dijatuhi hukuman mati, setara dengan pembunuhan, pemerkosa, pelaku pelecehan seksual anak, pelaku kejahatan narkoba, perampok sadis, dan teroris.
Meski demikian sejauh ini belum ada catatan mengenai hukuman mati bagi pelaku korupsi di Iran karena pembatasan yang ketat untuk pemberitaan isu ini.
Satu lagi negara Timur Tengah yang menindak tegas koruptor yakni Irak. Human Right Watch mengungkap pada Juni 1994, pemerintah Irak mengeluarkan setidaknya sembilan dekrit yang menetapkan hukuman berat, termasuk potong tangan hingga hukuman mati untuk pelanggaran pidana seperti pencurian, korupsi, aktivitas spekulasi mata uang, dan membelot dari militer.
Langkanya Pejabat Korupsi di Singapura, Mengapa?
Negeri Jiran Singapura belum lama ini juga heboh dengan kasus korupsi melibatkan mantan Menteri Perhubungan S Iswaran. Dalam sidang pada akhir September lalu dia mengaku bersalah atas beberapa dakwaan korupsi.
Lembaga anti-rasuah Singapura, Biro Investigasi Praktik Korupsi (CPIB), mendefinisikan korupsi sebagai menerima, meminta, atau memberikan gratifikasi dalam bentuk apa pun dengan tujuan agar seseorang melakukan suatu kebaikan dengan maksud korup.
Namun kasus kosupsi melibatkan pejabat negara seperti menteri, sangat langka di Singpura. Bahkan Iswaran merupakan pejabat politik pertama yang didakwa korupsi sejak hampir 40 tahun.
Menteri Singapura terakhir yang terjerat korupsi adalah Menteri Pembangunan Nasional Teh Cheang Wan yakni pada 1986. Dia dituduh menerima suap sebesar 1 juta dolar Singapura. Namun Teh bunuh diri sebelum penyelidikan dapat diselesaikan.
Sementara itu salah satu dakwaan terhadap Iswaran adalah menerima gratifikasi berupa layanan pesawat jet pribadi dari Singapura menuju Doha, Qatar, senilai 10.410 dolar Singapura atau sekitar Rp122,7 juta. Dia juga mendapat tiket pesawat komersial kelas bisnis senilai 5.700 dolar atau sekitar Rp67,2 juta untuk perjalanan pulang. Perjalanan itu dilakukan pada Desember 2022.
Dia pertama kali ditahan tahun lalu atas serangkaian tuduhan korupsi yakni menerima gratifikasi serta memanfaatkan jabatan. Sebelumnya dia menolak bersalah sehingga Kejaksaan mengubah materi dakwaan.
Pada Januari lalu Iswaran dijerat dua dakwaan Pasal 6(a) dan Pasal 7 Undang-Undang Pencegahan Korupsi, serta 24 dakwaan terkait dengan Pasal 165 KUHP dan satu dakwaan menghalangi proses peradilan yang kemudian diubah.
Berdasarkan dua dakwaan awal, Iswaran melakukan praktik korupsi karena memperoleh beberapa hadiah dari taipan properti, Ong Beng Seng. Sebagai imbalannya, Iswaran memberi kemudahan bagi bisnis Ong Beng Seng terkait proyek di Grand Prix Singapura (F1) dan Badan Pariwisata Singapura (STB). Ong merupakan pemegang saham mayoritas di GP Singapura.
Berdasarkan kedua dakwaan tersebut, Iswaran diduga memperoleh gratifikasi berupa tiket F1 Singapura senilai 145.434 dolar Singapura dari Ong.
Seseorang yang terbukti bersalah atas tindak pidana korupsi dapat dikenai denda, penjara, dan cambuk.
Denda bisa dikenakan sebesar 100.000 dolar Singapura. Sementara hukuman penjara dijatuhkan maksimal 5 tahun. Namun untuk kasus yang terkait dengan kontrak pemerintah, hukumannya bisa lebih tinggi yakni maksmial 7 tahun.
Hukuman cambuk merupakan bentuk hukuman fisik yang digunakan sebagai tambahan sanksi penjara. Jumlah hukuman dapat berkisar dari 3 hingga 24 kali cambukan, bergantung pada jenis pelanggarannya.
Jika dilihat dari hukuman yang dijatuhkan, Singapura relatif lebih ringan dari hukum di Indonesia. Namun kasus korupsi bisa sangat langka terjadi, mengapa? Ini karena pemerintah Singapura menerapan sistem pencegahan yang sangat ketat.
Dikutip dari Jurnal Perbandingan Penanganan Tindak Pidana Korupsi di Negara Singapura dan Indonesia yang dikeluarkan Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS), CPIB sangat berperan dalam pencegahan terhadap tindak pidana korupsi dengan cara preventif yaitu melakukan peninjauan kinerja departemen pemerintahan dan entitas publik yang dinilai cenderung korup.
CPIB juga berhak memeriksa segala catatan yang berhubungan dengan kekayaan dan aset masyarakatnya. Hal tersebut bertujuan untuk menemukan kejanggalan atau kelemahan dalam sistem administrasi yang dimungkinkan adanya celah korupsi atau penyelewengan prosedur (malapraktik).
Selain itu juga memberikan masukan berupa perbaikan terutama dalam standardisasi tindakan pencegahan korupsi terhadap departemen yang bersangkutan.
Selain upaya preventif, CPIB menggunakan upaya represif antara lain melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap setiap bank, saham, pembelian, rekening pengeluaran, deposito dan menuntut orang (individu maupun lembaga). Dalam penindakan tersebut biasanya individu maupun lembaga tersebut di tuntut untuk memberitahukan atau menunjuk dokumen yang diminta sebagai
bukti bahawa tindakan tersebut tidak ada indikasi korupsi.
Hal ini sangatlah berperan dalam meminimalisasi upaya-upaya yang mengarah ke tindakan korup.