Bos BI Ramal Ekonomi Global di 2025-2026 bakal Meredup, Apa Sebabnya?
JAKARTA, iNews.id - Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo meramal ekonomi global pada tahun 2025-2026 akan meredup. Hal ini tidak lepas dari keberpihakan kebijakan ekonomi Amerika Serikat dibawah kepemimpinan Presiden Donald Trump.
"Terpilihnya kembali Presiden Trump di Amerika Serikat dapat membawa perubahan besar dalam landscape geopolitik dan perekonomian dunia," ujar Perry Warjiyo dalam sambutannya pada acara Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2024, Jumat (29/11/2024).
Perry menjelaskan, setidak ada 5 karakter yang menggambarkan pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2025-2026. Pertama slower and divergent growth alias pertumbuhan yang melambat dan tidak merata. Perekonomian Amerika Serikat diperkirakan akan membaik, sedangkan pertumbuhan China dan Eropa melambat.
Kedua, reemergence of inflation pressures alias tekanan inflasi. Penurunan inflasi dunia pada tahun 2025 diperkirakan bakal melambat, namun ada resiko naik di tahun 2026. Hal ini dikarenakan gangguan rantai pasok hingga fenomena perang dagang.
"Bahkan perang dagang, ketegangan geopolitik, dan disrupsi rantai pasok dagang, fragmentasi ekonomi dan keuangan, akibatnya prospek ekonomi global akan meredup pada 2025 dan 2026," tutur dia.
Ketiga, higher us interest rate atau suku bunga AS yang lebih tinggi. Perry Warjiyo menilai penurunan fed fund rate akan lebih rendah, sedangkan yield us treasury akan naik tinggi di angka 4,7 persen di tahun 2025 dan 5 persen pada tahun 2026.
Hal ini disebabkan oleh membengkaknya defisit fiskal dan utang Pemerintah Amerika. Pada tahun 2025 diperkirakan rasio net utang/GDP Amerika Serikat sebesar 101,7 persen, sedangkan pada tahun 2026 kembali meningkat di angka 104,1 persen.
Keempat, menguatnya dollar Amerika Serikat yang mengakibatkan tekanan depresiasi nilai tukar seluruh Dunia. Termasuk nilai tukar rupiah terhadap dolar yang juga bakal mengalami pelemahan.
"Dollar Amerika menguat dari 101 ke 107 yang mengakibatkan depresiasi nilai tukar. Semoga dollar amerika tidak menguat lagi," ucap dia.
Kelima, invest in America yang saat ini merubah preferensi para investor global. Hal ini disebabkan karena suku bunga tinggi hingga menguatnya nilai tukar, sehingga banyak investor yang lebih menaruh modalnya ke Amerika.
"Akibatnya, pelarian modal dari emerging market ke Amerika karena tingginya suku bunga dan kuatnya dolar," katanya.
"Kelima gejolak global tersebut, berdampak negatif ke berbagai negara. Indonesia tidak terkecuali, perlu kita antisipasi dan kita waspadai dengan respon kebijakan yang tepat untuk ketahanan dan kebangkitan ekonomi nasional," ucap Perry.