Jeritan Frustrasi Tentara Israel di Gaza: Kita Kehabisan Prajurit, Akhiri Perang!
TEL AVIV, iNews.id - Israel kelabakan menghadapi perang di dua front sekaligus, Jalur Gaza dan Lebanon. Militer Zionis menghadapi kenyataan banyak tentara cadangan yang tak kembali bertugas. Bahkan yang bertugas pun ingin segera pulang.
Israel telah memanggil sekitar 300.000 pasukan cadangan sejak perang melawan Hamas pada 7 Oktober 2023. Data mengungkap, 18 persen dari jumlah tersebut adalah pria berusia di atas 40 tahun yang seharusnya tak dipanggil.
Israel menerapkan wajib militer sejak usia 18 tahun untuk pria dan wanita, meskipun ada beberapa pengecualian.
Data Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengungkap sejak melancarkan serangan darat ke Gaza pada 27 Oktober 2023, militer Zionis kehilangan 367 personel dalam operasi. Selain itu 37 personel laiannya tewas di Lebanon sejak memulai operasi darat melawan Hizbullah pada 30 September.
Periode tugas pasukan cadangan juga telah diperpanjang untuk menghadapi perang yang tak jelas kapan ujungnya. Beberapa pasukan cadangan mengeluh tidak bisa melakukan kehidupan normal selama 6 bulan berturut-turut penugasan.
"Kami tenggelam," kata Ariel Seri-Levy, seorang tentara di media sosial yang menjadi viral, seperti dikutip dari AFP, Kamis (31/10/2024).
Dia telah dipanggil empat kali sejak perang 7 Oktober serta diminta untuk bertahan di Lebanon dan Gaza.
"Kita harus mengakhiri perang ini karena kita kehabisan prajurit," katanya, seraya menambahkan, masih ingin mengabdi pada negara.
Menurut dia, dampak dan konsesi dari perang lebih besar daripada yang diperkirakan.
Tentara cadangan lainnya yang meminta namanya tak dipublikasikan mengatakan sudah lelah secara fisik dan mental. Apalagi dia kehilangan pekerjaan. Banyak tentara cadangan yang kehilangan pekerjaan karena panggilan tugas, meski pemerintah memberikan jaminan pendapatan bagi mereka.
Ayah dua anak itu mengaku telah menghabiskan waktu hampir 6 bulan berperang di Jalur Gaza.
Namun pengecualian diberikan bagi kelompok Yahudi ultra-ortodoks. Pemerintah sebenarnya telah mengeluarkan aturan yang memaksa mereka pergi berperang. Namu aturan itu belum berlaku bagi seluruhnya.
Institut Demokrasi Israel mengungkap, Yahudi ultra-ortodoks mencakup 14 persen dari populasi Yahudi Israel yakni sekitar 1,3 juta jiwa. Sekitar 66.000 dari mereka yang berusia wajib militer mendapat pengecualian.
Berdasarkan aturan yang diadopsi pada 1948, kaum ultra-ortodoks secara historis dikecualikan dari dinas militer jika mereka mendedikasikan diri untuk mempelajari teks-teks suci Yahudi. Namun pada Juni lalu, Mahkamah Agung Israel memerintahkan wajib militer bagi para mahasiswa yeshiva (seminari) dengan alasan pemerintah tidak bisa melanjutkan pengecualian tersebut tanpa kerangka hukum yang memadai.